Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Pergaulan dalam Islam (1): Etika Pergaulan Laki-Laki & Perempuan dalam Islam

1 Pendapat 05.0 / 5

Islam agama terakhir dan agama sempurna, telah mengatur semua aspek kehidupan manusia agar bahagia di dunia dan akhirat, di antaranya Islam telah mengatur etika pergaulan laki-laki dan perempuan. Etika pergaulan laki-laki dan perempuan dalam Islam, ini sangat penting diketahui oleh para remaja dan pemuda-pemudi agar tidak melakukan pergaulan bebas yang dilarang agama, yang akan berbahaya bagi kehidupan remaja dan pemuda-pemudi itu sendiri.

قال الامام علی – علیه السّلام – : مَن غَضَّ طَرفَه أراح قلبَه.
Imam Ali a.s. berkata, “Barangsiapa yang menundukkan pandangannya maka hatinya akan tenang.” (Gurarul Hikam: 354)

Rasulullah Saw bersabda, “Tidaklah seorang laki-laki muslim yang melihat kecantikan seorang perempuan muslim sekali pandangan kemudian ia menundukkan pandangannya, melainkan Allah Swt pasti mengganti padanya satu ibadah yang ia akan dapati rasa manisnya di dalam hatinya.” (HR. Ahmad)

Islam telah menetapkan beberapa aturan terkait pergaulan antara laki-laki dan perempuan untuk menjaga kehormatan, melindungi harga diri, kesucian dan terhindar dari perbuatan-perbuatan  buruk. Laki-laki dan perempuan non mahram tidak dapat berinteraksi/bergaul secara bebas.

1. Menjaga Pandangan (ghadhdhur bashar)

Saat berinteraksi, laki-laki dan perempuan non mahram itu hendaknya menjaga dan menundukkan pandangannya. Artinya, mereka boleh memandang lawan jenis hanya saja sewajarnya dan seperlunya. Tidak boleh memandang lawan jenis untuk menikmatinya atau berlebihan. Allah SWT berfirman:

قُلْ لِّلْمُؤْمِنِيْنَ يَغُضُّوْا مِنْ اَبْصَارِهِمْ

Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya…”

(An-Nur :30)

وَقُلْ لِّـلۡمُؤۡمِنٰتِ يَغۡضُضۡنَ مِنۡ اَبۡصَارِهِنَّ

Katakanlah kepada perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya…” (An-Nur:31)

Jarir r.a. berkata, “Aku telah bertanya kepada Rasulullah Saw dalam hal melihat wanita yang tidak sengaja. Beliau bersabda, “Palingkan wajahmu!” (H.R Muslim, Ahmad))

Rasulullah Saw bersabda, “Hai Ali, jangan kamu ikutkan satu pandangan dengan pandangan kedua, karena sesungguhnya pandangan pertama adalah untukmu dan tidak pandangan kedua.” (HR. Imam Ahmad, Abu Daud)

Rasulullah saw bersabda, “…Aku melihat seorang pemuda dan pemudi yang saling memandang, maka aku tidak menjamin keamanan keduanya dari godaan setan.” (HR.Bukhori Muslim)

النَّظرَةُ سَهمٌ مِن سِهامِ‏ إبلیسَ مَسمومٌ،  مَن تَرَکَها للّه عَزَّوجلَّ  لا لغَیرِهِ أعقَبَهُ اللّه  إیمانا یَجِدُ طَعمَهُِ

Imam Jakfar Shadiq a.s. berkata, “Pandangan adalah anak panah dari anak panahnya iblis yang beracun, barangsiapa yang meninggalkan pandangan haram karena Allah SWT, bukan karena yang lainnya, maka Allah akan memberikannya keimanan dan ia akan merasakan manisnya iman. (Man La Yahdhurul Faqih, Jil. 4, hal. 18)

Memandang non mahram adalah salah satu panah beracun setan yang akan menabur benih dosa di hati manusia, dan ini akan menyesatkan pikiran manusia, tidak sedikit pandangan yang berujung penyesalan.

2. Menutup Aurat

Islam telah mewajibkan laki-laki dan perempuan untuk menutup aurat demi mejaga kehormatan diri dan kebersihan hati. Aurat merupakan anggota tubuh yang harus ditutupi dan tidak boleh diperlihatkan kepada orang yang bukan mahramnya terutama kepada lawan jenis.

Terdapat perbedaan batasan aurat laki-laki dan perempuan, aurat perempuan adalah seluruh tubuhnya kecuali muka dan telapak tangan.

Perempuan wajib menggunakan hijab (busana muslimah) dan menutup auratnya saat berinteraksi dengan laki-laki non mahram.

وَقُلْ لِّلْمُؤْمِنٰتِ يَغْضُضْنَ مِنْ اَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوْجَهُنَّ وَلَا يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ اِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلٰى جُيُوْبِهِنَّۖ وَلَا يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ اِلَّا لِبُعُوْلَتِهِنَّ اَوْ اٰبَاۤىِٕهِنَّ اَوْ اٰبَاۤءِ بُعُوْلَتِهِنَّ اَوْ اَبْنَاۤىِٕهِنَّ اَوْ اَبْنَاۤءِ بُعُوْلَتِهِنَّ اَوْ اِخْوَانِهِنَّ اَوْ بَنِيْٓ اِخْوَانِهِنَّ اَوْ بَنِيْٓ اَخَوٰتِهِنَّ اَوْ نِسَاۤىِٕهِنَّ اَوْ مَا مَلَكَتْ اَيْمَانُهُنَّ اَوِ التَّابِعِيْنَ غَيْرِ اُولِى الْاِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ اَوِ الطِّفْلِ الَّذِيْنَ لَمْ يَظْهَرُوْا عَلٰى عَوْرٰتِ النِّسَاۤءِ ۖوَلَا يَضْرِبْنَ بِاَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِيْنَ مِنْ زِيْنَتِهِنَّۗ وَتُوْبُوْٓا اِلَى اللّٰهِ جَمِيْعًا اَيُّهَ الْمُؤْمِنُوْنَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau para perempuan (sesama Islam) mereka, atau hamba sahaya yang mereka miliki, atau para pelayan laki-laki (tua) yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan. Dan janganlah mereka menghentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung. (An-Nur:31)

Wahai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin, “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu.”[QS al-Ahzab:5].

Berikut ini adalah beberapa hadis terkait batasan-batasan syar’i busana muslimah:

Ketika Imam Shdiq as ditanya tentang bagian yang boleh ditampakkan, beliau menjawab, “Wajah dan telapak tangan.”

Imam Shadiq as berkata, “Tidak baik jika perempuan memakai jilbab dan baju tipis.”[Man la Yahdhurul Faqih, jil 1, hal 156].

Imam Ali as, “Orang yang memakai baju tipis maka imannya pun tipis.” [Tahlile Nu wa ‘Amali az Hejab dar Asre Hezar, hal 60]

Imam Shodiq as, “Cukuplah tolok ukur kehinaan seseorang ialah ketika mengenakan busana yang menyebabkannya masyhur (sensasional).” [Wasail asy-Syiah, jil 5, hal 24].

Imam Ali as berkata, “Jauhilah kalian berias diri untuk orang lain, dan dengan melakukan dosa kalian telah bangkit berperang melawan Allah Swt.” [Biharul Anwar, juz 71, hal 363]

“Wajib menutupi bawah dagu ketika berhijab dan ketika solat dengan sempurna.” [RAHBAR / Sayid Ali Khamanei, Fatwa-Fatwa, jil 2, masalah ke-429].

(Bersambung)