Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Imam Al-Jawad dan Anti-Hipokritas

1 Pendapat 05.0 / 5

Pada peringatan hari kesyahidan Imam Muhammad al-Jawad yang jatuh di penghujung bulan Dzulqadah, umat Islam, khususnya pengikut Ahlul Bait as, kembali mengenang ketertindasan keluarga Rasulullah Saw dalam membela kebenaran dan melawan kezaliman.

Terkait keagungan figur Imam Muhammad al-Jawad, Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei, mengatakan, "Imam al-Jawad sama seperti imam-imam lainnya yang menjadi tauladan bagi kita. Kehidupan singkat beliau dihabiskan untuk melawan kezaliman. Di masa muda, beliau memikul tanggung jawab kepemimpinan umat Islam (imamah). Pada tahun-tahun itu, Imam melakukan jihad dengan gigih dalam rangka melawan musuh-musuh Allah. Karena perlawanan Imam Muhammad al-Jawad, keberadaannya yang saat itu masih berumur 25 tahun, tidak dapat diterima oleh musuh dan penguasa di masanya. Pada akhirnya, Imam al-Jawad diracuni atas perintah penguasa saat itu dan gugur syahid."

Lebih lanjut Rahbar menjelaskan, "Imam al-Jawad semasa hidupnya menjalankan poin penting yang mencerminkan jihad dalam semua aspek Islam, dan memberikan pembelajaran yang besar bagi kita."

Menurut Rahbar, pembelajaran besar dari kehidupan Imam al-Jawad adalah  mempunyai tekad dan menyerukan kewaspadaan masyarakat terhadap kekuatan hipokrit dan sombong. Saat Makmoun Abbasi, penguasa saat itu, mengesankan dirinya sebagai sosok suci dan pendukung Islam, maka tugas Imam saat itu sangat pelik untuk mengungkap kedok di balik wajah penguasa hipokrit."

Di tengah kepemimpinan hipokrit yang diterapkan penguasa Abbasi saat itu, Imam Muhammad al-Jawad  yang berumur pendek dapat menjaga pondasi Islam dengan baik dan memberikan pencerahan kepada umat. Masa kepemimpinan umat Islam dipinggul Imam al-Jawad selama 17 tahun yang mengalami dua penguasa Abbasi, Makmun dan Muktasim.

Di masa hidupnya, Imam al-Jawad mendapat tekanan luar biasa dari para penguasa saat itu. Meski demikian, Imam Al-Jawad tetap menyampaikan pemikiran-pemikiran yang tercerahkan kepada umat di tengah berbagai pembatasan ruang gerak.

Mengenai pentingnya ilmu, Imam al-Jawad mengatakan, "Kalian harus menuntut ilmu karena menuntut ilmu itu wajib bagi semua pihak. Segala kesulitan dari ilmu merupakan hal yang dicari. Ilmu menyatukan saudara-saudara seagama."

Salah satu usaha penting Imam di bidang budaya adalah meriwayatkan hadis sahih dari Rasulullah dan para Imam Ahlul Bait serta menjelaskannya kepada umat Islam. Kita pun kini menyaksikan warisan tak ternilai dari Imam Jawad berupa hadis dan petuah-petuah suci beliau. Selain meriwayatkan hadis, Imam Jawad juga aktif di tengah-tengah masyarakat menyebarkan budaya dan ajaran Islam. Imam juga tak kenal lelah memberikan petunjuk soal ekonomi dan kebutuhan pemikiran umat.

Di antara metode yang diterapkan Imam Jawad untuk melaksanakan perintah Allah adalah mendekatkan al-Qur'an dengan pemikiran manusia. Menurut beliau, ayat-ayat suci al-Qur'an harus membumi di tengah masyarakat dan umat Islam dalam setiap ucapan dan perilakunya. Imam menandaskan bahwa mencari kerelaan Allah merupakan kunci kebahagiaan manusia.

Dengan  mengutip ayat al-Qur'an, Imam menekankan kerelaan dan keridhaan Allah di atas segala sesuatu. Di ayat ke 72 surat Taubah, Allah Swt menjelaskan bahwa kerelaan-Nya bagi seorang mukmin lebih utama dari segala sesuatu termasuk surga.

Imam al-Jawad as meminta masyarakat untuk senantiasa memikirkan kerelaan Allah Swt. Dalam hal ini, Imam al-Jawad as memberikan wejangan kepada umat Islam. Beliau bersabda, "Tiga hal  yang dapat mengantarkan manusia kepada kerelaan Allah Swt; banyaknya istighfar, ramah-tamah dan bersedekah."

Imam Jawad as dilahirkan pada tahun 195 Hijriah di kota Madinah. Imam Jawad as sejak kecil hingga menginjak usia remaja telah dikenal akan keilmuan, kefasihan, kesabaran dan ketakwaan. Imam Ridha, ayah Imam al-Jawad, saat kelahiran putra tercintanya,  berkata,"Saya telah memiliki seorang putra seperti Nabi Musa sang pemecah lautan keilmuan dan Isa yang memiliki ibu yang suci."


Imam al-Jawad memiliki kecerdasan dan cara penyampaian yang lugas. Meskipun usianya masih muda belia, tapi dari sisi keilmuan dan keutamaan beliau telah disejajarkan dengan tokoh-tokoh masa itu. Dalam sejarah disebutkan, saat musim haji sekitar 80 orang ahli fikih dari Baghdad dan kota-kota lain menuju Madinah untuk bertemu dengan Imam Jawad as.

Mereka mencecar Imam dengan pelbagai pertanyaan ilmiah, namun Imam Jawad as dengan tenang dan mantap menjawab semua yang ditanyakan. Kejadian ini memupuskan segala keraguan yang selama ini menggelayut benak mereka.

Kamaluddin Syafii, salah satu ulama Sunni terkait Imam Jawad mengatakan, Imam Jawad as memiliki kedudukan yang tinggi. Namanya sering diperbincangkan orang-orang. Sikap lapang dada dan pandangan luas serta retorika manis beliau menarik simpati semua orang. Setiap orang yang bertemu dengannya tanpa disadari pasti memuji beliau. Mereka pun akan mendapat berkah dari keluasan ilmu beliau.

Mohammad bin Masud Ayashi, mufassir dan ulama mengatakan," Suatu hari di era pemerintahan Muktasim, khalifah bani Abbas, pasukan Abbasi berhasil menangkap pencuri dan perampok. Penjahat ini menganggu perjalanan para musafir dan rombongan haji. Pejabat Muktasim bertanya kepada khalifah, apakah hukuman yang akan dijatuhkan kepada para penjahat.

Muktasim langsung menggelar pertemuan untuk membahas hal ini dengan mengundang para ulama. Khalifah juga meminta Imam Jawad hadir dalam pertemuan ini.  Namun Muktasim mengundang Imam Jawad  dengan niat busuk. Muktasim  mengira Imam Al Jawad akan menjadi bahan tertawaan para ulama mengingat usia beliau yang masih muda.

Imam Jawad dalam pertemuan tersebut lebih banyak diam, namun ketika menyaksikan kesalahan para ulama dalam memberikan keputusan beliau langsung berkata," Kalian salah dalam berargumentasi. Semua dimensi harus kalian perhatikan." Saat itulah, Imam Jawad menjelaskan ayat tersebut secara ilmiah dan dengan sederhana.

Selanjutnya Imam membahas berbagai bentuk kejahatan dan hukuman bagi setiap kejahatan dijelaskan secara detail. Pembicaraan Imam yang rasional ini diterima oleh seluruh hadirin. Muktasim setelah menyaksikan hadirin menerima pendapat Imam, terpaksa menerima ucapan beliau. Di sinilah ketinggian ilmu Ahlul Bait menjadi jelas bagi setiap orang.

Dua tahun terakhir dari usia Imam al-Jawad merupakan saat-saat yang paling sulit. Apalagi strategi Muktasim tidak seperti Makmun. Muktasim secara terang-terangan memusuhi Ahlul Bait. Keagungan dan popularitas Imam Jawad di tengah rakyat membuat Muktasim gusar. Terlebih rakyat kian mencintai Imam Jawad yang tentunya akan menjadi batu sandungan dalam rezimnya.

Rencana busuk Muktasim ini akhirnya dilaksanakan juga pada tahun 220 hijriah. Dengan demikian, Imam Jawad mereguk cawan syahadah di usia 25 tahun, usia yang masih sangat muda.