Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Alasan Disyariatkannya Ibadah Haji

1 Pendapat 05.0 / 5

Imam Ali ar- Ridha a.s. dalam kitab Uyun al-Akhbar menjelaskan tentang alasan-alasan disyariatkannya berbagai ibadah. Di antaranya adalah ibadah haji di Baitullah, Mekkah al-Mukarammah. Beliau a.s. berkata:

“Alasan di balik haji adalah, itu merupakan bentuk usaha untuk mendekatkan diri kepada Allah, memohon pahala yang luas kepada-Nya, meninggalkan segala dosa yang telah dilakukan oleh seseorang, bertobat atas segala dosa yang telah dia lakukan pada masa lalu, dan mengawali apa yang akan dia lakukan pada masa yang akan datang.

Ibadah haji ini juga untuk merasakan pembelanjaan kekayaan dan hasil usaha dirinya sendiri, menghindari nafsu, dan kesenangan demi mendekatkan diri kepada Allah. Ibadah haji ini juga untuk merasakan kerendahan hati dan kesopanan, menderita kesulitan perjalanan dalam berbagai kondisi panas, dingin, ancaman keamanan, dan ketakutan untuk rentang waktu yang lama.

Manfaat dalam ibadah haji bagi manusia di antaranya untuk memohon kepada Allah Azza wa Jalla pemenuhan segala kebutuhan kita, meninggalkan kekerasan hati, meninggalkan kelalaian hati, meninggalkan lupa untuk mengingat Allah, meninggalkan kurangnya harapan dan khusuk dalam berbuat, pembaharuan hak, mencegah diri dari kerusakan, serta memberi manfaat kepada orang-orang baik di Timur atau Barat bumi.

Manfaat haji yang tidak melihat apakah mereka hidup di padang pasir atau di laut, apakah mereka ikut serta dalam haji atau tidak, apakah mereka hanya mengimpor barang-barang, apakah mereka melakukan bisnis dengan orang-orang (jual-beli) dan apakah mereka yang bertransaksi atau orang yang membutuhkan. Ini juga mencakup pemenuhan kebutuhan orang-orang yang tinggal di daerah itu tempat para peziarah haji berkumpul bersama sebagaimana Allah telah berfirman: ‘Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka.’ (QS. al-Hajj: 28)

Alasan di balik kewajiban pergi haji sekali (dalam seumur hidup) adalah karena Allah Azza wa Jalla mempertimbangkan orang yang paling tidak mampu di dalam masyarakat untuk menunaikan perbuatan wajib (mereka hanya perlu pergi sekali). Salah satu kewajiban ini adalah haji yang wajib sekali. Namun, kemudian Allah mendorong orang-orang yang mampu untuk pergi haji sesering yang mereka bisa.

Dan alasan di balik pembangunan Baitullah di tengah-tengah bumi adalah karena lokasi tersebut merupakan tanah tempat pada awalnya keluar air. Seluruh angin yang berhembus di dunia berawal dari sana pada titik di bawah al-Rukn al-Syami. Rumah Allah adalah makam yang pertama kali didirikan di bumi. Oleh karena itu, merupakan pusat dan kewajiban ziarah haji bagi semua orang apakah mereka berasal dari Timur atau Barat. Mekkah dinamakan demikian karena orang-orang biasa bersiul di sana, dan mereka memanggil siapa saja yang berniat pergi ke sana sambil bersiul. Ini jelas dari firman Allah Azza wa Jalla, ‘Sembahyang mereka di sekitar Baitullah itu, tidak lain hanyalah siulan dan tepukan tangan…‘ (QS. al-Anfal: 35)

Di sini kata Mekkah, yang dipakai dalam ayat tersebut, dalam bahasa Arab, yang berarti ‘bersiul’ dan kata Tasdiyah digunakan dalam ayat dalam bahasa Arab berarti ‘bertepuk tangan.’

Dan alasan di balik tawaf mengelilingi rumah Allah adalah bahwa Allah Azza wa Jalla berfirman kepada para malaikat, ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi. Mereka berkata, Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah…’ (QS. al-Baqarah: 30).

Mereka memberi jawaban demikian ini kepada Allah Ta’ala, tetapi kemudian mereka menyesal, dan berlindung di Arsy sembari bertobat. Allah Azza wa Jalla menyukai hamba-hamba yang lain beribadah dengan cara yang sama seperti malaikat tersebut. Oleh karena itu, Dia Swt mendirikan rumah yang setara dengan Arsy di langit keempat yang disebut al-Zura. Kemudian Dia Swt mendirikan Rumah lain di langit dunia ini sejajar dengan al-Zura, yang disebut al-Bayt al-Ma’mur.

Lantas Dia Swt mendirikan rumah ini sejajar dengan al-Bayt al-Ma’mur. Lalu Dia Swt memerintahkan Adam a.s. untuk mengitari sekelilingnya. Setelah itu, Allah Azza wa Jalla mengampuninya. Selanjutnya, ibadah ini menjadi praktik bagi keturunannya seterusnya sampai Hari Kiamat.

Sementara alasan di balik mencium atau menyentuh Hajar Aswad  adalah ketika Allah Tabaraka wa Ta’ala mengambil prasasti perjanjian anak-anak Adam, Batu Hitam itu menelannya. Namun demikian orang-orang tetap berkewajiban untuk menghormati perjanjian tersebut yang berada di dalam Batu Hitam. Karena itu, mereka harus mengatakan di dekat batu itu, ‘Inilah yang diamanatkan kepadaku dan aku memenuhinya. Inilah perjanjianku dan aku menghormatinya. Oleh karena itu, bersaksilah bahwa aku menghormati perjanjianku.’

Makna yang sama ada pada kata-kata Salman Farisi, ‘Pada Hari Kiamat Batu Hitam akan muncul seperti Gunung Abu Qubais dengan sebuah lidah dan dua bibir. Ia akan bersaksi atas nama siapa pun yang menziarahinya.’

Dan alasan di balik penamaan Mina (artinya ‘permohonan’) adalah bahwa di pohon itulah Jibril turun kepada Ibrahim a.s. dan berkata, ‘Mohonlah sesuatu kepada Tuhanmu.’ Lalu Ibrahim a.s. memohon agar Allah menetapkan kurban domba sebagai ganti mengurbankan putranya Ismail a.s., dan Allah memerintahkan agar domba tersebut disembelih sebagai kurban untuk-Nya. Maka permohonan ini dikabulkan.”