Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Khidmat Sosial, Manifestasi Ibadah Tertinggi(1)

1 Pendapat 05.0 / 5

Salah satu kecenderungan tertinggi manusia adalah perasaan dan kelembutan yang muncul dari relung jiwanya yang paling dalam. Semua itu terejawantah dalam bentuk pelayanan serta pengabdian kepada sesama dalam lembaran hidupnya. Manusia bukan seperti batu yang tak berjiwa, yang tak peduli pada sesamanya.

Perasaan lembut untuk membantu orang lain sangat kentara dalam pribadi-pribadi agung. Tokoh-tokoh besar itu senantiasa berpikir untuk memberi pelayanan dan berkhidmat kepada masyarakat. Imam Ali Zainal Abidin Sajjad as, mengingat pahala besar dan dampak pengabdian kepada sesama, senantiasa berdoa dan memohon kepada Allah Swt agar dianugerahi kekuatan dan kesempatan untuk melayani masyarakat.

Dalam doanya, beliau berujar, “Ya Allah! Sampaikan shalawat serta salam kepada Nabi Muhammad dan keluarganya… Dan berikan kepadaku kesempatan untuk melakukan pekerjaan baik bagi orang lain serta jangan musnahkan pahalanya dengan sifat mengungkit-ungkit kebaikan kepada orang lain. Ya Allah, jauhkan diriku dari sifat israf (berlebih-lebihan) dan tunjukkan kepada diriku jalan untuk membantu mereka yang membutuhkan. Ya Allah! Jadikan diriku dekat dengan orang-orang fakir dan menyukai untuk senantiasa berdekatan dengan mereka. Dan bantulah diriku untuk bersabar dan senang bergaul dengan mereka.”

Dalam ajaran Islam, khidmat sosial tercatat sebagai ibadah terbaik. Dalam perspektif wahyu dan ajaran Nabi Muhammad saw, pengabdian terhadap masyarakat dan kecintaan di sisi Allah Swt memiliki hubungan yang tak terpisahkan. Seruan al-Quran terkait memperhatikan kebutuhan orang lain sangatlah besar. Sampai-sampai kitab suci ini mensyaratkan orang-orang yang ingin mendapat berkah dari spirit hidayah al-Quran untuk memberi infak serta membantu kesulitan orang lain.

Allah Swt dalam surah al-Baqarah ayat ke-2 dan ke-3 berfirman, yang artinya: Kitab (al-Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, yang mendirikan salat, dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka.

Menurut ayat ini, Allah Swt akan memberi hidayah kepada mereka yang, selain beriman terhadap hal-hal gaib dan mendirikan salat, juga gemar berinfak dan senantiasa memikirkan kebaikan serta membantu orang lain. Dalam salah satu riwayat, Rasulullah saw bersabda, “Rakyat adalah keluarga Tuhan. Manusia yang paling dicintai Allah adalah mereka yang memberi manfaat dan kebaikan pada keluarga Tuhan.”

Selain berhubungan dengan Tuhan, manusia juga memiliki kecenderungan untuk berinteraksi dengan sesamanya. Kita yang hidup di tengah masyarakat, mustahil mampu memenuhi kebutuhan kita sendiri tanpa orang lain. Karena itu, kita memenuhi kebutuhan orang lain sesuai kemampuan dan potensi yang kita miliki; orang lain pun memenuhi sebagian kebutuhan kita yang tak mampu kita penuhi sendiri.

Beberapa cendekiawan Muslim, termasuk Syahid Murtadha Muthahhari, berpendapat bahwa dalam diri manusia terdapat perasaan terpuji untuk berbuat baik terhadap sesama. Perasaan ini sama seperti perasaan lain yang dimiliki manusia dan butuh dipenuhi. Pastinya, tatkala gagal memenuhi kebutuhan ini, seseorang akan dilanda stress dan berbagai gangguan jiwa lainnya. Dewasa ini, seiring kian majunya teknologi dan industri, kebutuhan fisikal dan material manusia kian mudah dipenuhi, namun perasaan untuk membantu orang lain justru kian memudar.

Dalam hal ini, salah satu akar kegalauan dan stress manusia modern adalah kecenderungannya untuk memenuhi kepentingan pribadi tanpa memikirkan orang lain. Sa’di, pujangga besar Iran dalam suatu ungkapan yang indah, menyebut manusia yang tak punya kecenderungan membantu orang lain sebagai batu granit. Menurutnya besi dan batu memiliki manfaat yang tidak diketahui manusia.

Dalam pandangan Islam, manusia memiliki hak terhadap sesama. Dalam Risalatul Huquq-nya, Imam Ali Zainal Abidin Sajjad as mengingatkan hak tersebut. Beliau mengingatkan hak berbagai kelompok, seperti para pemimpin, orang miskin, kerabat, orang-orang baik, dan sekelompok masyarakat lain seperti tetangga, teman, mitra, pengemis, serta kalangan yang membutuhkan. Bahkan Imam Ali Zainal Abidin Sajjad, juga menyebutkan hak-hak hewan.

Sejatinya, Islam dengan pandangannya yang cermat dan mendalam, menyebut bahwa membantu orang lain merupakan tugas manusia kepada sesamanya. Islam meyakini bahwa manusia harus saling melayani sesama, karena mereka sama-sama berhak. Hak tersebut adakalanya sangat transparan dan wajib ditunaikan seperti hak ayah, ibu, guru, dan lain-lain. Ini diistilahkan dengan hak transparan. Namun, ada pula hak yang tersembunyi dan kebanyakan manusia melupakan hak ini. Seperti hak orang miskin, peminta-minta, dan anak yatim.