Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Serakah, Penyakit Jiwa yang Menghancurkan (1)

1 Pendapat 05.0 / 5

Orang Serakah Tak Pernah Puas

Iri hati atas kepunyaan orang lain adalah suatu keadaan psikologis yang mendorong orang memburu harta dan menjadikan perolehan material sebagai poros putaran pikirannya. Kecenderungan material timbul dari keserakahan yang tak terkendali. Karena menciptakan kebahagiaan khayali, keserakahan dipandang sebagai suatu faktor pembawa nestapa dalam kehidupan manusia. Sebagai hasilnya, manusia mengabaikan segala sesuatu dan mengorbankan segala perilaku moral dalam usahanya untuk mengumpulkan harta, hingga akhirnya rasa kekurangan berakar dalam di hati.

Harta adalah seperti air asin, yang semakin banyak Anda menelannya semakin haus Anda jadinya. Sungguh, orang serakah tak akan pernah puas dengan semua harta dunia, persis sebagaimana api membakar semua bahan bakar yang diberikan. Bilamana keserakahan menguasai suatu bangsa, ia mengubah kehidupan sosialnya menjadi medan pertengkaran dan perpecahan sebagai ganti keadilan, keamanan, dan kedamaian. Secara alami, dalam masyarakat semacam itu, keluhuran moral dan rohani tidak mendapat kesempatan.

Namun, perlu dicatat bahwa ada suatu perbedaan besar antara pemujaan uang dan hasrat untuk maju, termasuk dalam bidang ekonomi. Dari sini, penting untuk menarik benang merah antara kedua aspek itu, karena tak ada alasan yang dapat menghalangi umat manusia mencari kemajuan dan kemuliaan dalam lingkungan alam dan bakat.

Tindakan orang serakah menciptakan rangkaian nestapa bagi masyarakat, karena ia bermaksud memenuhi hawa nafsunya dengan cara-cara yang tak adil, termasuk yang akan membawa kemiskinan bagi orang lain. Orang serakah merebut sumber-sumber kekayaan untuk mendapatkan yang lebih banyak dari haknya sendiri, dan mengakibatkan permasalahan ekonomi yang parah.

Sungguh, orang serakah adalah orang hina, menjadi budak malang dari dunia dan uang. Ia menyerahkan tengkuknya kepada belenggu kekayaan dan menyerah kepada pemikiran picik. Orang serakah mengkhayalkan bahwa kekayaannya, yang cukup bagi generasi-generasi keturunannya, hanyalah cadangan bagi kehidupannya yang suram. Ketika tanda bahaya dan lonceng maut berdentang, barulah ia menyadari kekeliruannya. Ketika lonceng bahaya memaklumkan detik-detik terakhir kehidupannya, ia melihat kepada kekayaannya, yang untuk itu ia telah menyia-nyiakan seluruh hidupnya, dengan sedih dan kecewa, karena menyadari bahwa semua itu tak berguna baginya dalam kubur, ke mana ia membawa kesedihan atas banyak kesalahan yang dilakukannya selama hidup.