Shalat Sebagai Bentuk Ibadah Yang Paling Tinggi
Shalat adalah amalan ibadah yang paling tinggi nilainya. Shalat adalah bentuk munajat, doa dan penghambaan yang paling indah. Semua nabi dalam pesannya selalu menekankan kepada umat manusia untuk menegakkan shalat. Saat meninggalkan istri dan putranya yang masih bayi bernama Ismail di sebuah padang tandus yang tanpa tanaman, Nabi Ibrahim (as) mengatakan bahwa hal itu dilakukannya supaya mereka menunaikan shalat. Ketika masih berada di ayunan dan Allah mengizinkannya untuk berbicara, Nabi Isa (as) berkata, “(Tuhanku) berpesan kepadaku untuk menunaikan shalat dan zakat.”
Nabi Muhammad Saw sebagai penutup silsilah para nabi menyebut shalat sebagai tiang agama. Dalam sebuah hadis, beliau dengan indah menjelaskan kesenangannya yang mendalam kepada shalat. Beliau bersabda, “Allah menjadikan shalat sebagai cahaya mataku dan membuatnya menjadi amalan yang sangat aku sukai seperti orang lapar dan dahaga menyukai makanan dan air. Orang lapar akan merasa kenyang setelah makan dan orang yang dahaga akan puas setelah meminum air sedangkan aku tak pernah merasa puas dengan shalat.”
Shalat adalah bentuk munajat yang paling suci dan tulus di hadapan Allah, Tuhan Maha Asih yang telah menciptakan alam semesta ini, Tuhan Maha Mengetahui, Maha Kuat, dan Maha Pengatur. Jelas bahwa Tuhan yang Maha Sempurna, Maha Kuasa dan Maha Bijaksana tidak pernah memerlukan ibadah dari hamba-hambaNya. Justeru manusialah yang perlu beribadah dan tunduk serta khusyuk di hadapan Allah, menjalin hubungan denganNya dan memanfaatkan lautan anugerahNya yang tak terhingga. Dengan jiwa dan pemahaman seperti inilah seseorang berdiri di mihrab untuk melaksanakan shalat dan menyadari bahwa dia sedang berada di hadapan sumber kekuatan dan kasih sayang hakiki.
Kekhusyukan dalam menjalankan shalat akan mempererat hubungan hati manusia dengan Khaliqnya. Dengan begitu ia akan merasakan dekat dengan Allah dan dalam kehidupannya akan selalu waspada untuk tidak tergelincir dalam dosa yang membuat murka Allah. Buah dari itu adalah keterhindaran dari dosa. Itulah makna dari apa yang Allah firmankan dalam surat al-Ankabut ayat 45.
إِنَّ الصَّلاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ
“Sesungguhnya shalat mencegah dari perbuatan keji dan munkar.”
Dalam kitab Nahjul Balaghah, khotbah ke-196, Imam Ali (as) menjelaskan berbagai dimensi pendidikan dari shalat. Beliau berkata, “Shalat memberikan ketenangan pada diri manusia, membuat matanya khusyuk dan tertunduk, menjinakkan jiwa pembangkang pada dirinya, dan menyingkirkan rasa sombong dan takabur.”
Saat-saat ketika seseorang melepaskan diri dari hiruk pikuk kehidupan duniawi dan berdiri melaksanakan shalat, ibadah yang penuh kekhusyukan dan ketenangan, maka sebenarnya dia sedang melangkah di sebuah alam yang dipenuhi cahaya benderang yang tak ada tandingannya. Sebagian besar kesulitan yang dialami oleh ruh dan jiwa manusia akan teratasi saat berlindung di bawah naungan rahmat Ilahi. Dalam pandangan Islam, sumber kekuatan jiwa dan psikologis manusia adalah jalinan hati dan hubungan dengan Allah Swt. Sebaliknya, penyakit kejiwaan dan masalah etika yang melilit umat manusia karena jauh dari Allah dan melalaikan zikir kepadaNya.
Dalam perputaran sehari semalam manusia mungkin mengalami tekanan jiwa yang berujung pada serangan berbagai penyakit kejiwaan yang berbahaya. Karena itu, manusia harus selalu mencari pertolongan dari kekuatan yang tak berbatas dan sumber kehidupan. Dari sanalah ia bisa memperoleh kekuatan jiwa dan mental. Atas dasar itulah, di dalam al-Qur’an, Allah Swt memerintahkan manusia untuk meminta pertolongan dari kesabaran dan shalat kala ditimpa musibah dan kesulitan. Semoga shalat kita menjadi shalat yang benar-benar bisa menjadikan kedekatan kita kepada Sang Maha Segala-galanya.[]