Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Hakikat Iman Menurut Imam Ali As

1 Pendapat 05.0 / 5

Sering kita mendengar bahawa definisi iman itu adalah “Pembenaran hati, diucapkan dengan lisan dan dibuktikan dengan perbuatan fisik, iman mengandung tiga unsur. Namun ada definisi yang lain lagi yang dikenalkan oleh Imam Ali As yaitu ketika beliau menjawab soal yang dilontarkan oleh Kumail ihwal hakikat iman, Imam Ali As bersabda, “Hakikat (iman) adalah tersingkapnya hakikat ilahiah keatas diri seseorang tanpa bisa ia utarakan dengan apapun juga.” Mendengar itu, Kumail meminta penjelasan yang lebih dalam lagi. Imam Ali As kemudian bersabda, “menafikan apa yang disangka dengan kebenaran apa yang diketahui.”

Dalam khutbah Asybah, disaat menjelaskan akan keadaan alam ma’nawi para malaikat, Imam Ali As menggambarkan ma’rifah qalbiyah dan ma’rifah syuhudiyah yang ada dalam diri malaikat tersebut dengan bersabda, “Mereka telah sampai pada taraf iman hakiki sehingga merekapun mengetahui siapa Tuhan mereka. Kenikmatan (atas sampainya mereka kepada martabat iman yang hakiki) tersebut membuat mereka gila kepada Allah serta tidak lagi memikirkan kepada selain-Nya. Mereka telah merasakan manisnya ma’rifatullah dan mereka telah terpuaskan dengan secawan cinta-Nya.”

Dalam khutbah ini telah dijelaskan akan hakikat iman. Iman yang hakiki ialah apabila seseorang memiliki satu keyakinan yang tidak mudah tergoyahkan oleh satu bisikan apapun, sehingga kebenaran akan senantiasa hadir dalam hati yang penuh dengan iman. Apabila seseorang telah sampai pada tahap ini, maka yang ia pikirkan hanyalah Allah Swt. Sehingga dalam kondisi seperti ini, mereka tidak lagi merasa butuh kepada sesuatu selain Allah Swt. Inilah yang disebut dengan ketenangan hati dan jiwa, sifat yang ada pada diri setiap Auliyaullah. Oleh karena itu, maksud dari ma’rifatullah yang berasal dari hakikat iman ialah ma’rifat shuhudi yang sebelumnya telah dijelaskan dalam al-Quran, tepatnya disaat menceritakan Nabi Ibrahim As “Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan (Kami yang terdapat) di langit dan bumi dan (kami memperlihatkannya) supaya ia termasuk orang yang yakin.”

Dalam mendefinisikan hakikat iman, sebagian ulama menafsirkannya dengan ma’arif haqqah. Adapun syarat supaya seseorang bisa sampai kepada taraf yakin terhadap ma’arif haqqah tersebut (dimana apabila ia telah sampai kepadanya, maka hatinyapun akan menjadi tenang) ialah apabila sebelumnya ia juga telah melihat dan merasakan bagaimana hakikat iman itu sebenarnya. Dan tentunya, orang-orang yang mampu mencapai tingkat ini hanyalah mereka-mereka yang termasuk Anbiya’ dan Auliya’ saja. Sehingga, arti syuhud disini ialah sampai pada hakikat yang ada dibalik alam indra, yang hanya dapat diraih dengan mata hati saja.