Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Menyambut Society 5.0 bersama Keluarga Qur’ani

1 Pendapat 05.0 / 5

Pernahkah Pembaca yang budiman menonton film Moonfall? Film sci-fi apocalyptic  yang bercerita soal bulan yang hampir menabrak bumi. Bukan tanpa alasan, bulan keluar dari peredarannya. Ada makhluk misterius yang memang sengaja mau menghancurkan bumi, tempat tinggal manusia. Di akhir film, tentu saja, makhluk misterius itu bisa dihancurkan dan bumi tetap selamat. Nah, makhluk misterius itu konon adalah Artificial Intelligence (AI) yang awalnya diciptakan manusia untuk membantu hidup mereka, namun justru menjadi buas dan tak bisa dikendalikan kembali. Sebagai tambahan, di film itu juga digambarkan peran keluarga dalam mengatasi masalah yang ada.

Sejak beberapa dekade terakhir, kemajuan teknologi terjadi amat pesat. Kehidupan manusia di dunia ini yang dulunya hanya bersifat fisikal, kini juga menemukan dimensi barunya; virtual. Manusia tak hanya hidup di dunia eksternal ini, ia juga hidup di dalam jaringan internet. Kenyataan ini tak dapat disangkal. Mau tidak mau, manusia modern harus hidup di dua alam; daring dan luring.  Oleh karena itu, tak sedikit manusia yang berusaha untuk terus mengembangkan kedua dimensi kehidupan ini. Pemanfaatan Kecerdasan Buatan,  Internet of Things (IoT), dan teknologi robotika terus dioptimalkan. Seluruh dimensi kehidupan manusia mesti terbantu dengan hal-hal tersebut. Seperti yang diusulkan pemerintah Jepang, manusia sekarang sedang memasuki era baru: Masyarakat 5.0.

Society (masyarakat) 5.0 hendak menciptakan Manusia Super Cerdas (MSC). MSC diposisikan sebagai tahap perkembangan kelima masyarakat manusia, setelah sebelumnya berupa masyarakat pemburu/pengumpul, agraria, industri, dan masyarakat informasi yang juga disebut masyarakat 4.0. MSC merupakan masyarakat berkelanjutan yang terhubung oleh teknologi digital yang hadir secara rinci untuk memenuhi berbagai kebutuhan. MSC menyediakan barang atau layanan yang diperlukan untuk orang-orang yang membutuhkan pada saat dibutuhkan dan dalam jumlah yang diperlukan, sehingga memungkinkan warganya untuk hidup aktif dan nyaman melalui layanan berkualitas tinggi tanpa memandang usia, jenis kelamin, wilayah, bahasa, dan sebagainya. Namun perlu dicatat bahwa digitalisasi dalam Masyarakat 5.0 hanyalah sarana, aktor utamanya tetaplah manusia. Sehingga, peran manusia tetaplah krusial dan penting dalam membangun masyarakat ini.[i] Masyarakat 5.0 adalah pengembangan dari revolusi informasi 4.0. Bahkan, Masyarakat 5.0 adalah rancangan peradaban terbaru bagi manusia.

Dalam Masyarakat Super Cerdas ini, manusia tampaknya akan menjalani hidup dengan lebih mudah. Bagaimana tidak, manusia telah didampingi berbagai Kecerdasan Buatan dan teknologi robotika untuk mengambil keputusan dan pilihan hidup. Semua lini kehidupan manusia akan ter-integrasi dengan komputer dan internet. Tampaknya, hidup akan menjadi lebih mudah, bukan? Tapi bagaimana jika seandainya Kecerdasan Buatan berbalik menyerang kita? Mungkin tidak secara fisikal, tapi kita justru akan dijajah dan diminta patuh atas semua pilihan dan keputusan yang mereka ambil berdasarkan data yang ada? Adakah pegangan yang bisa menjadi benteng kita menghadapi berbagai kemungkinan yang akan muncul ketika kita memasuki Masyarakat 5.0?

Kemajuan teknologi tak selalu berbanding lurus dengan kesejahteraan dan kebahagiaan. Bahkan, tak jarang kemajuan teknologi memberikan dampak buruk bagi kehidupan kita. Pembaca yang budiman bisa temukan fakta ini di gawai masing-masing. Betapa banyak ahli yang merasa takut akan sifat destruktif teknologi. Dekadensi moral, hilangnya perhatian atas hal-hal suci, ketidak-mampuan manusia mengontrol diri, dan seterusnya merupakan efek buruk dari revolusi informasi. Meski begitu, kita tetap tidak bisa menolak perubahan dan tuntutan zaman. Masyarakat 5.0 adalah kelaziman kemajuan teknologi. Maka, bagaimana cara kita menyambutnya?

Sebagai Muslim, tentu kita percaya al-Qur’an adalah Kitab Suci yang memuat petunjuk bagi segenap manusia. Kehidupan manusia mestinya selalu berada dalam naungan al-Qur’an sebagai Kitab yang Allah swt turunkan untuk kita. Nah, dalam al-Qur’an manusia disebut sebagai makhluk yang bertanggung-jawab. Dalam Surat at-Tahrim ayat 6, misalnya, Allah swt memerintahkan kita untuk menjaga diri dan keluarga kita dari api neraka. Oleh karena itu, kita tidak bisa sembarang dalam mengambil pilihan dan keputusan kita, apalagi menyerahkannya pada Kecerdasan Buatan yang tak mampu memahami realitas suci semisal keimanan dan kehidupan setelah kematian.

Mesti kita pahami bahwa kehidupan kita tak terbatas pada kehidupan duniawi ini. Sebagaimana kehidupan dalam rahim ibu hanyalah sementara, kehidupan kita di dunia ini juga sementara. Ada kehidupan lain yang menanti kita di balik tabir kematian. Oleh karena itu, segenap usaha, pilihan, dan keputusan kita mestilah ber-orientasi pada kehidupan akhirat tersebut.

Pada ayat di atas juga kita diperintahkan untuk tidak hanya memerhatikan diri kita, tapi juga keluarga kita. Dalam pandangan al-Qur’an, baik buruknya masyarakat sangat bergantung pada keluarga, sebagai bagian terkecil masyarakat. Oleh karena itu, sebelum membangun masyarakat, kita tentu mesti membangun keluarga yang diinginkan dalam al-Qur’an. Sebuah keluarga yang harmoni, penuh cinta dan kasih sayang, seperti yang tertera dalam Surat ar-Rum ayat 21.

Dengan demikian, dalam menyambut peradaban terbaru kita mesti tetap berpegangan pada ajaran al-Qur’an. Al-Qur’an menjadikan keluarga sebagai pondasi kehidupan duniawi ini. Kehidupan duniawi pun merupakan jembatan menuju kehidupan yang hakiki, yakni akhirat. Kasih sayang dari seorang istri, perhatian dari seorang suami, dan rasa cinta dari anak-anak merupakan komponen inti. Hal-hal tersebut merupakan pegangan kita dalam menentukan setiap pilihan hidup yang diambil. Keluarga merupakan tempat sandaran utama bagi seorang wanita, pria, bahkan anak-anak. Peran ayah tak bisa digantikan oleh robot, misalnya. Kasih sayang seorang ibu tetap tak akan bisa digantikan dengan semua aplikasi dan gawai yang ada. Teknologi secanggih apapun tak akan bisa menggantikan peran kehangatan keluarga.

Peradaban yang mesti dibangun adalah peradaban yang penuh dengan cinta dan kasih sayang yang telah Allah swt tanamkan dalam diri setiap manusia. Artinya, cinta dan kasih sayang tersebut mestilah sesuai dengan ajaran-Nya. Pernikahan dan membentuk keluarga adalah cara untuk menciptakan cinta dan kasih sayang itu. Dalam sebuah hadis, Rasulullah saw berkata, “Tidak ada bangunan dalam islam yang lebih dicintai Allah melebihi pernikahan.”

Teknologi tidak lebih dari sekedar sarana untuk memastikan bahwa nilai-nilai utama peradaban manusia tetap terjaga. Sehingga, seperti yang dikisahkan dalam Surat al-Ahqaf ayat 15, kita akan melahirkan generasi penerus yang senantiasa bersyukur kepada Allah swt, beramal saleh, melahirkan penerus yang saleh, senantiasa bertobat, dan selalu berserah diri kepada-Nya.

“Mereka itulah orang-orang yang Kami terima amal baiknya yang telah mereka kerjakan, dan (orang-orang) yang Kami maafkan kesalahan-kesalahannya, (mereka akan menjadi) penghuni-penghuni surga. Itu janji yang benar yang telah dijanjikan kepada mereka.” (Q.S. Al-Ahqaf:16)

[i] Firdaus, dalam https://ee.uii.ac.id/2020/07/06/mengenal-society5-0-sebuah-upaya-jepang-untuk-keamanan-dan-kesejahteraan-manusia/, diakses pada Sabtu, 20 Agustus 2022, pukul 20.42.