Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Pandangan Takfiri Bertentangan dengan Al-Quran Surat An-Nisa Ayat 94

0 Pendapat 00.0 / 5

Tulisan-tulisan sebelumnya telah banyak membahas tentang pandangan takfiri pada kelompok Wahabi. Mereka dengan mudah mengkafirkan atau memusyrikan seorang muslim atau kelompok muslim yang tidak sepemahaman dengan mereka. Dan buntut dari pelabelan tersebut menyebabkan banyaknya korban jiwa dari kaum muslimin akibat pembunuhan atau penyerangan yang dilakukan oleh kelompok mereka, karena keyakinan akan halalnya darah kaum muslimin yang mereka cap sebagai kafir atau musyrik.

Tentu pandangan seperti ini keliru dan sangat berbahaya jika ada pada kalangan kaum muslimin, akibatnya akan timbul perpecahan dan pertumpahan darah diantara kaum muslimin. Pandangan takfiri juga bertentangan dengan Nash Al-Quran, dimana dijelaskan pada tulisan sebelumnya bahwa seseorang dikatakan muslim ketika ia telah bersyahadat, sehingga ia terlindungi darahnya, hartanya, juga tidak ada yang berhak menuduhnya sebagai kafir.

Melanjutkan tulisan sebelumnya, kali ini kita akan bahas ayat lainnya dalam Al-Quran yang menyiratkan akan tidak bolehnya membunuh sesiapa yang mengucapkan Syahadat. Ayat ini merupakan ayat ke 94 dari surat An-Nisa.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا ضَرَبْتُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَتَبَيَّنُوا وَلَا تَقُولُوا لِمَنْ أَلْقَى إِلَيْكُمُ السَّلَامَ لَسْتَ مُؤْمِنًا تَبْتَغُونَ عَرَضَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فَعِنْدَ اللَّهِ مَغَانِمُ كَثِيرَةٌ كَذَلِكَ كُنْتُمْ مِنْ قَبْلُ فَمَنَّ اللَّهُ عَلَيْكُمْ فَتَبَيَّنُوا إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi (berperang) di jalan Allah, maka telitilah dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan “salam” kepadamu: “Kamu bukan seorang mukmin” (lalu kamu membunuhnya), dengan maksud mencari harta benda kehidupan di dunia, karena di sisi Allah ada harta yang banyak. Begitu jugalah keadaan kamu dahulu, lalu Allah menganugerahkan nikmat-Nya atas kamu, maka telitilah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”[1]

Terdapat sebuah riwayat berkenaan dengan turunnya ayat ini, dimana Miqdad bin Aswad membunuh seseorang yang mengucapkan Syahadat. Hal ini seperti yang tercatat dalam kitab Majma’ Az-Zawaid milik Al-haitsami.

Ahmad dan At-thabrani meriwayatkannya dan rijalnya yang tsiqah. Dari Ibnu Abbas Ra ia berkata: Rasulullah Saw mengutus sekelompok pasukan yang di dalamnya ada Miqdad bin Aswad. Ketika mereka datang pada sebuah kaum, mereka mendapati kaum tersebut lari bercerai berai dan tersisa seorang laki-laki berharta banyak yang tidak lari. Laki-laki itu mengucapkan Syahadat “Asyhadu An Laa ilaha illallah”, lalu Miqdad menghampirinya dan membunuhnya. Seorang laki-laki dari sahabatnya (Miqdad) berkata padanya, Apakah engkau membunuh seseorang yang bersyahadat Asyhadu An Laa ilaha illallah? Sungguh aku akan melaporkan hal itu pada Nabi Saw. ketika mereka menemui Nabi Saw mereka mengatakan Wahai Rasulullah Miqdad telah membunuh seorang laki-laki yang bersyahadat. Rasul berkata, panggilkan Miqdad untukku! Wahai Miqdad apakah engkau membunuh seorang laki-laki yang mengucapkan Laa Ilaaha illallah? Maka bagaimana engkau besok (di Hari kiamat) (menjawab) dengan Laa Ilaaha illallah? Maka Allah Tabarak wa Ta’ala menurunkan ayat tersebut.[2]

Riwayat yang berkenaan dengan ayat di atas menerangkan agar hendaknya teliti dan tidak sembarangan dalam membunuh terutama terhadap yang mengucapkan Syahadat.

Disebutkan pula bahwa maksud dari iman dalam ayat pada kalimat (لَسْتَ مُؤْمِنًا) memiliki arti harfiah yang bermakna keselamatan atau keamanan. Dengan demikian bisa kita artikan bahwa jika ada seseorang yang mengucapkan Syahadat janganlah engkau katakan padanya kamu tidak selamat atau tidak aman. Sebaliknya, ia telah menjadi seorang muslim yang haram darah dan hartanya, juga berhak memperoleh keamanan. Untuk itu dalam kitab Zadul Masir fi Ilmi At-tafsir Ibnul jauzi menuliskan bahwa Ali, Ibnu Abbas, Akrimah, Abul Aliyah, Yahya bin Ya’mar dan Abu Ja’far membaca (لَسْتَ مُؤْمِنًا) dengan fathah mim dari kata (الامان)  yang berarti keamanan.[3]

Kesimpulannya bahwa seseorang yang mengucapkan Syahadat telah menjadi seorang muslim dan berhak memperoleh keamanan serta haram darah dan hartanya. Untuk itu pandangan takfiri dengan mengkafirkan mereka yang bersyahadat mentauhidkan Allah Swt, bertentangan dengan Al-Quran, terlebih lagi sampai membunuh dan merampas hartanya.

Wallahu A’lam

[1] Q.S An-Nisa: 94

[2] Nuruddin Ali bin Abi Bakr Al-haitsami, Majma’ Az-Zawaid wa Manbau’l Fawaid, Juz 7 Hal. 8 Cet. Darul Kitab Al-Arabi – Beirut

[3] Al-Jauzi, Jamaluddin Abdurrahman bin Ali, Zadul Masir fi Ilmi At-Tafsir, hal. 315 Cet. Al-Maktab Al-Islami Dar Ibnu Hazm