Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Hadis Nabi Larang Pelabelan Kafir dan Syirik Terhadap Sesama Muslim

0 Pendapat 00.0 / 5

Takfir atau pelabelan kafir maupun syirik terhadap golongan yang tidak sepaham, sudah menjadi ciri yang melekat pada kelompok Wahabi. Di mata kelompok ini, semua golongan Islam layak untuk menyandang gelar musyrik atau kafir maupun sesat.

Lebih jauh lagi, pelabelan ini kemudian dijadikan sebagai legitimasi untuk melakukan penghancuran situs-situs yang dianggap mulia oleh kalangan umat Islam bahkan sering sekali menjadi dasar untuk membantai umat Islam di luar kelompok mereka.

Oleh karena itu, pada beberapa tulisan sebelumnya dipaparkan pandangan al-Quran dalam melihat pemikiran serta budaya takfir ini. Di mana ternyata pemikiran tersebut ditentang oleh al-Quran.

Beranjak dari pandangan al-Quran seputar takfir, tulisan kali ini akan melihat fenomena ini melalui tinjauan hadis atau riwayat.

Riwayat juga, sebagaimana al-Quran dengan tegas menentang pemikiran dan budaya takfir. Al-Haitsami di dalam kitabnya memuat beberpa riwayat yang melarang kaum muslimin dari menyematkan label kafir terhadap muslim lainnya. Salah satu riwayat tersebut berbunyi:

“Tahanlah diri kalian dari penganut La ilaha Illallah (pemeluk Islam). Janganlah kafirkan mereka karena melakukan dosa. Barang siapa mengkafirkan penganut La Ilaha Illallah, maka sebenarnya ia lebih dekat kepada kekafiran tersebut (daripada yang dikafirkan)[1]”

Senada dengan riwayat di atas al-Bukhari juga memuat riwayat yang melarang tindakan buruk ini:

“Dari Abu zar Ra, ia mendengar Nabi Saw bersabda: tidaklah seorang menuduh orang lain dengan kefasikan dan tidak juga kekafiran, kecuali hal itu akan kembali kepadanya jika tuduhan tersebut tidak ada pada pihak yang dituduh.[2]”

Kedua literatur di atas dengan gamblang mencatat riwayat yang memuat larangan pelabelan kafir kepada umat Islam yang dalam hal ini disebut sebagai ahl la ilaha illallah.

Hal ini sebenarnya menambah daya tekan apa yang telah dimuat pada seri sebelumnya, di mana yang menjadi tolok ukur minimal bagi keislaman seseorang adalah ucapan syahadat.

Artinya, dengan mengucapkan syahadat, seseorang telah masuk kedalam lingkup Islam. Dengan masuk kedalam lingkaran ini, seseorang akan menjadi terlindungi baik jiwa, harta maupun harga dirinya.

Dan salah satu hak pengucap syahadat yang mesti dilindungi sesuai dengan riwayat di atas adalah terbebas dari tuduhan kafir maupun fasik.

[1] Al-Haitami, Nuruddin Ali bin Abu Bakr, Majma’ al-Zawaid Wa Manba’ al-Fawaid, jil: 1, hal: 106, cet: Dar al-Kitab al-Arabi, Beirut.

[2] Bukhari, Abi Abdillah Muhammad bin Ismail, Shahih al-Bukhari, hal: 1514, cet: Dar Ibn Katsir, Beirut, pertama, 1423 H/ 2002 M