Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Mengapa manusia harus menerima tanggung jawab?

0 Pendapat 00.0 / 5

Tanggung jawab bermakna jaminan dan janji. Tanggung jawab seseorang atas sesuatu artinya hal tersebut berada dalam tanggungannya, dalam janjinya, dalam jaminan serta konsistensinya.[1] Karena itu tatkala manusia berjanji untuk melakukan sesuatu maka pada hakikatnya ia menerima bahwa tanggung jawab pelaksanaan dan pemenuhan janji tersebut berada di pundaknya.

Tanggung jawab merupakan sebuah konsep yang senantiasa ada dalam kehidupan personal dan sosial manusia. Setiap orang yang hidup dalam lingkungannya, terlepas dari apa pun jenis lingkungannya, mau tak mau berurusan dengan konsep ini. Terkadang berurusan dengan keluarga, terkadang berkaitan dengan masyarakat dan pada setiap kondisi ia bertanggung jawab atas perbuatan yang dilakukannya.
Bahkan manusia juga memikul tanggun jawab terkait dengan hewan-hewan dan lingkungan hidup. Tidak menaruh perhatian terhadap masalah ini sehingga lebih menonjolkan sikap individualistiknya dan hubungannya dengan pelbagai anasir dan faktor yang berpengaruh pada nasibnnya akan menyebabkan manusia lemah.
Sikap menerima tanggung jawab orang-orang dewasa ini merupakan salah satu kosa kata yang paling penting digunakan dalam pelbagai disiplin ilmu seperti agama, manajemen, psikologi, sosiologi, politik dan lain sebagainya. Masing-masing dari dispilin ilmu ini memiliki tinjauan tipikal terkait dengan penerimaan tanggung jawab.
Setiap orang dari sudut pandang yang beragam memikul pelbagai tugas atau dengan kata lain mengemban tanggung jawab di pundaknya. Mengingat bahwa manusia, berdasarkan hubungannya yang luas, memikul tanggung jawab dalam pelbagai bidang pergaulannya seperti hubungannya dengan Sang Pencipta, dengan keluarga, masyarakat dan lingkungan sekitarnya, tanggung jawab manusia yang diemban juga beraneka ragam.
Untuk menerangkan hal ini ini kami akan menjelaskan beberapa dimensi tanggung jawab manusia dalam pelbagai bidang sebagai berikut:

Tanggung Jawab Manusia Terhadap Sang Pencipta
Manusia adalah makhluk yang dipilih Allah Swt dari sekian makhluk-makhluk Tuhan yang ada. Allah Swt menitipkan amanah kepada manusia yang tidak diserahkan kepada makhluk lainnya. Allah Swt berfirman:
«إنَّا عَرَضْنَا الْأَمانَةَ عَلَى السَّماواتِ وَ الْأَرْضِ وَ الْجِبالِ فَأَبَیْنَ أَنْ یَحْمِلْنَها وَ أَشْفَقْنَ مِنْها
وَ حَمَلَهَا الْإِنْسانُ إِنَّهُ کانَ ظَلُوماً جَهُولا»
“Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat (berupa setiap kepada janji, taklif, tanggung jawab dan wilayah Ilahiah) kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, lalu semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan khawatir akan mengkhianatinya. Tetapi manusia (berani) memikul amanat itu. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh (lantaran ia tidak mengenal amanat itu dan menzalimi dirinya sendiri).”(Qs. Al-Ahzab [33]:72)
Allah Swt menyampaikan sejumlah taklif dan tugas kepada manusia dengan perantara para nabi supaya manusia dapat meraih kesempurnaan. Di antara sekian taklif yang ada adalah memuji dan beribadah kepada-Nya. Tugas terpenting manusia adalah ibadah kepada Allah Swt.
«وَ ما خَلَقْتُ الْجِنَّ وَ الْإِنْسَ إِلَّا لِیَعْبُدُون»
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.”(Qs. Al-Dzariyat [51]:56)
Pada ayat ini disebutkan bahwa yang mendasari dan menjadi tujuan penciptaan jin dan manusia itu adalah ibadah.
Dengan demikian, tanggung jawab pertama dan utama manusia adalah tanggung jawab di hadapan Allah Swt dan manusia kelak akan ditanya akan pelaksanaan tanggung jawab ini di hari kiamat. Oleh itu, apabila manusia tidak merasa bertanggung jawab atas pelbagai anugerah yang diberikan Tuhan kepadanya, maka tentu saja hidup manusia tidak akan bermakna dan tanpa tujuan. Manusia dengan mengabaikan tanggung jawab ini sekali-kali tidak akan dapat sampai pada kedudukan tinggi kemanusiaan dan di sinilah penerimaan tanggung jawab di hadapan Allah Swt Sang Pencipta akan menjadi jelas.

Tanggung Jawab Terhadap Keluarga
Setiap orang memikul tanggung jawab kepada ayah dan ibu yang melahirkannya dan membesarkannya. Ia harus menghormati keduanya dan harus berupaya untuk memperoleh keridhaannya. Apabila ia telah menikah maka ia juga memikul tanggung jawab lainnya yaitu memenuhi kebutuhan keluarga dan taklif-taklif lainnya sebagai kepala rumah tangga. Apabila seseorang tidak mau menerima tanggung jawab di hadapan keluarganya maka fondasi keluarganya akan rapuh dan goyah serta berujung pada punahnya generasi manusia.

Tanggung Jawab terhadap Masyarakat
Maju dan berkembangnya setiap masyarakat bergantung pada kesiapan anggota masyarakatnya menerima tanggung jawab yang ada. Orang-orang yang siap memikul tanggung jawab dan karena kesiapan mereka menerima tanggung jawab sehingga mereka lebih dipercaya oleh masyarakat. Dalam hal ini, masyarakat menyerahkan tanggung jawab yang lebih besar kepadanya.
Dengan kata lain, nasib anggota masyarakat berada di tangan orang ini. Orang-orang apabila merasa bertanggung jawab atas masyarakatnya maka hal itu akan menjadi faktor penting bagi kemajuan masyarakat tersebut dan dapat digunakan untuk menyelesaikan pelbagai problematika dan memenuhi pelbagai kebutuhan masyarakat.
Demikian juga penerimaan tanggung jawab akan menyebabkan kedamaian jiwa dan keamanan masyarakat serta menjadi penghalang munculnya kesemrawutan, perpercahan dan pertikaian dalam masyarakat. Apabila masing-masing orang semata-mata berbuat didasari kepentingan pribadi dan semata-mata ingin memenuhi kebutuhan personalnya serta tidak memperhatikan pelbagai keterbatasan yang ada, maka ia dan orang lain akan banyak menghadapi persoalan yang ditimbulkan akibat sikap invidiualistik seperti ini.
Tanggung jawab seseorang di hadapan masyarakat dalam pandangan Islam mencakup pelbagai perilaku sosial seperti membantu orang-orang lemah, memenuhi hak-hak sosial setiap orang, berpartisipasi dalam pelbagai kegiatan budaya dan agama; seperti ikut serta dalam salat jamaah, salat Jumat, turut serta dalam pembelaan negara, jihad, infak, amar makruf dan nahi mungkar dan lain sebagainya. Di samping itu, turut serta dalam urusan-urusan sosial dan merasa bertanggung jawab di hadapan pelbagai problematikan sosial yang ada di tengah masyarakat. Terkait dengan orang yang tidak mau memikul tanggung jawab dan tidak menaruh perhatian terhadap urusan kaum Muslim Rasulullah Saw memandangnya sebagai orang yang telah keluar dari Islam. Rasulullah Saw bersabda, “Barangsiapa yang bangun di pagi hari dalam keadaan tidak menaruh perhatian terhadap urusan kaum Muslim maka dia bukanlah seorang Muslim.”

Tanggung Jawab terhadap Lingkungan
Manusia tidak hanya bertanggung jawab terhadap sesamanya, melainkan juga memikul tanggung jawab terhadap lingkungan sekitarnya. Ia tidak boleh membuat kontaminasi atas air dan udara atau menebang pepohonan yang merupakan paru-paru bumi di lingkungan sekitarnya.[2]
Sikap ekstrem manusia dalam mengeksploitasi sumber-sumber alam membuat ekosistem di bumi berada dalam ambang bahaya dan banyak menimbulkan kerusakan lingkungan sedemikian sehingga juga berpengaruh pada planet bumi yang menyebabkan mencairnya es-es di kutub utara atau banjir dan kemarau yang berkepanjangan di pelbagai belahan dunia.
Tiadanya perhatian dan sikap apatis sebagian manusia untuk menerima tanggung jawab terhadap lingkungan hidup di samping menciptakan bahaya krusial bagi sesama manusia, berujung pada punahnya flora dan fauna serta sirkulasi hidup.
Berdasarkan apa yang telah diuraikan di atas, manusia dari sudut pandang yang beragam, memiliki hubungan terhadap selainnya. Hubungan ini mencakup hubungan dengan Tuhan, keluarga, anggota masyarakat dan lingkungan hidup dimana manusia masing-masing memikul tanggung jawab dalam setiap hubungan ini.
Kemajuan dan kesempurnaan manusia baik dari sisi mental dan personal, atau pun sosial berkaitan dengan siapnya ia menerima tanggung jawab. Karena ketika orang-orang menaruh signifikansi pada penataan dan menejemen pelbagai urusan serta bertanggung jawab terhadap pelbagai kejadian yang terjadi di sekelilingnya, maka ia akan mengalami perkembangan moral dan kemanusiaan pada dirinya. Demikian juga, sangat berpengaruh pada bertambahnya kesejahteraan sosial dan ketenangan mental anggota masyarakat buah dari penerimaan tanggung jawab sosial yang diembannya.[3] []

Catatan kaki

[1]. Ali Akbar Dekhada, Lughat Nâme Dekhoda, jil. 12, hal. 18465, Danesygah Tehran, Cetakan Pertama, 1373 S.
[2]. Muhammad Yakub Kulaini, al-Kâfi, jil. 2, hal. 163, Dar al-Kutub al-Islamiyah, Tehran, Cetakan Keempat, 1407 H.
[3]. Silahkan lihat, Pelestarian dan Kesehatan Lingkungan Hidup dalam Islam, Pertanyaan 333.