Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Keteraniayaan yang Dialami Imam Ali a.s. (1)

0 Pendapat 00.0 / 5

Belum pernah ada di alam ini orang yang teraniaya sebagaimana Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib a.s., dan tidak akan pernah ada. Keteraniayaan yang dialami oleh Imam Ali a.s. lebih besar dari keteraniayaan yang dialami oleh Imam Husain a.s. dan Fatimah Zahra a.s., meskipun begitu besar kezaliman yang telah menimpa mereka berdua.

Imam Ali a.s. hidup sesudah Rasulullah Saw selama 30 tahun. 25 tahun darinya dia hanya duduk di rumah. Namun demikian dia telah melakukan pekerjaan yang banyak, dan yang terpenting darinya ialah menjaga dan melindungi Islam secara penuh. Sampai-sampai Zamakhsyari mengatakan di dalam sebuah bukunya, “Telah terjadi 73 kali keadaan sensitif yang kalau sekiranya Ali a.s. tidak ada maka Islam telah punah.”

Pada sisi lain, Umar bin Khattab telah mengatakan pada 73 kali kesempatan, “Seandainya tidak ada Ali maka celakalah Umar.” Itu artinya, bahwa pada saat itu Islam telah berada pada bahaya yang besar. Selama kurun waktu yang sama Imam Ali juga telah mampu membangun 26 kebun, yang kemudian diwakafkan kepada orang-orang yang lemah dan membutuhkan. Dengan perbuatannya ini Imam Ali a.s. ingin mengatakan kepada kita, jika kamu benar-benar orang Syiah maka kamu harus menjadi orang yang salih yang senantiasa memikirkan nasib orang­-orang miskin, dan kamu harus mencari kesempatan yang ada, baik yang ada di individu-individu maupun yang ada di masyarakat.

Sungguh, masa tersebut adalah masa yang amat sulit bagi Imam Ali a.s., dimana Imam Ali a.s. mengatakan, “Aku telah bersabar selama 25 tahun, sementara kesedihan menyumbat tenggorokanku dan debu halus menutupi mataku.”

Ketika Imam Ali a.s. dipaksa untuk menerima kekhilafahan, Imam Ali berkata kepada mereka, “Tidak ada lagi yang dapat dilakukan. Karena jalan sudah sedemikian bengkok sehingga sudah tidak bisa diluruskan lagi.” Namun demikian akhirnya Imam Ali terpaksa menanggung beban kekhilafahan itu. Imam Ali a.s. berkata, “Saya bersedia menjadi khalifah bagi kamu namun dengan syarat saya akan berjalan di atas dasar petunjuk Alquran dan sunah terhadapmu.”

Dan mereka pun menerima syarat yang diajukan olehnya. Namun, belum berjalan dua bulan dari kejadian itu, mulailah sekelompok orang dari para pencari kedudukan dan pengabdi uang menghunuskan pedangnya terhadap Imam Ali a.s.

Pertama-tama, datang sekelompok orang dari mereka menemui Imam Ali a.s. manakala Imam as sedang sibuk menghitung harta baitul mal. Setelah Imam Ali menyelesaikan pekerjaannya, mulailah mereka menyampaikan keluhannya. Mereka berkata, “Kami datang ke hadapanmu untuk protes, kenapa kamu tidak menaruh perhatian terhadap urusan-urusan kami?” Pada saat mereka mulai mengutarakan keluhan-keluhan mereka, Imam Ali memadamkan lilin. Melihat itu mereka bertanya, “Kenapa kamu matikan lilin?” Imam Ali a.s. menjawab, “Sejak tadi hingga saat ini saya bekerja menghitung harta baitul mal. Adapun sekarang, kamu ingin berbicara tentang urusan pribadi. Oleh karena itu, tidak mungkin saya menyalakan lilin lampu yang dibeli dengan harta baitul mal untuk urusan seperti ini.”

Mendengar jawaban itu mereka berkata kepada diri mereka, “Membakar satu lilin saja, yang dibeli dari harta kaum Muslim, untuk pembicaraan pribadi dia tidak mau, mana mungkin dia mau memberikan kedudukan atau harta pada bukan tempatnya?”

Akhirnya, mereka pun pergi dan kemudian menyalakan api peperangan jamal. Mereka menghimpun kurang lebih 40.000 manusia-manusia awam dari kota Mekah, Madinah, Bashrah dan kota-kota lainnya, dan kemudian memerangi Imam Ali dalam peperangan yang dikenal dengan sebutan Perang

Jamal. Peperangan ini amat dilematik sekali bagi Imam Ali, karena dia dipaksa untuk membunuh kaum Muslim. Sungguh ini merupakan perkara yang amat sulit baginya. Namun demikian tidak ada jalan lain selain itu. Imam Ali melihat Islam berada dalam bahaya, dan mereka para pengabdi harta dan kedudukan bermaksud menghapuskan ajaran Islam. Oleh karena itu, Imam Ali pun bertindak menyelamatkan Islam dengan pedangnya.

Imam Ali berhasil membunuh sebagian dari mereka dan mencerai-beraikan sebagian mereka yang lain. Akhirnya, Perang Jamal pun dapat dipadamkan, namun demikian peperangan tersebut meninggalkan kepedihan di dalam hati beliau a.s. Perang Jamal dikobarkan oleh mereka para pencari kedudukan, pengabdi uang dan orang-orang yang memakan harta manusia dengan cara yang batil. Kenapa Imam Ali menjerumuskan dirinya ke dalam perang jamal? Karena dia komitmen untuk baitul mal kaum Muslim. Dia telah menulis surat kepada para gubernurnya, “Tuliskanlah penamu dengan cermat, periksalah baris-baris tulisanmu, buanglah campur-tanganmu dariku, berlakulah hemat, dan jauhilah sikap boros, karena sesungguhnya harta kaum Muslim tidak dirugikan.”

Bersambung ...