Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Ayatullah Jafar Subhani: Pengkafiran Ahli Kiblat Tidak Dapat Dibenarkan

1 Pendapat 05.0 / 5

Mengkafirkan muslim lainnya dengan alasan berbeda pemahaman atau yang sering dikenal dengan sebutan Takfiri merupakan salah satu ciri paham radikalis dari kelompok Wahabi. Hal tersebut telah terbukti dalam rekam jejak para ulama besar mereka dalam menyikapi pelbagai perbedaan yang mereka lihat dari kelompok-kelompok Islam lainnya, seperti yang telah dibahas dalam tulisan-tulisan yang lalu.

Pelabelan kafir ini tentunya memberikan dampak besar dalam ketidakharmonisan hubungan antar sesama muslim, alih-alih membawa perubahan menuju perbaikan umat Islam yang terjadi malah sebaliknya, terjadi teror, perang, perampasan harta dan hal-hal serupa yang menyebabkan kerugian nyawa maupun materi.

Dari satu sisi, dalam sejarah Saudi dapat kita temukan bahwa pemikiran tersebutlah yang mendorong penguasa Diriyah pada masa itu untuk menaklukan wilayah Arab yang mana awal mulanya hal itu merupakan gerakan pemurnian yang dibawa oleh Muhammad bin Abdul Wahhab.

Berangkat dari itu, tidak sedikit para ulama yang mengecam paham Takfiri tersebut, baik dari kalangan Ahlu Sunnah maupun Syiah, baik dari mereka yang terdahulu ataupun yang masih ada saat ini.

Salah satu diantaranya adalah Ayatullah Syekh Jafar Subhani, salah seorang ulama, marja taklid dan ustad Hauzah Ilmiah Qom yang ahli dalam bidang fikih, ushul, tafsir dan ilmu kalam. Ia menulis sebuah kitab yang berjudul Al-Iman wa Al-Kufr fi Al-Kitab wa Al-Sunnah (iman dan kufur dalam al-Quran dan Sunnah). Kitab tersebut merupakan sebuah catatan ringkas mengenai hakikat iman dan kufur, batasan-batasan keduanya, perbedaan antara iman dan islam serta hukum pengkafiran ahli kiblat (orang yang beribadah menghadap Kiblat, sebutan terhadap umat Islam). Kitabnya tersebut juga disusun dengan tujuan mengajak umat Islam untuk memiliki persatuan sebagaimana yang tertulis pada jilidnya.

Dalam mukadimah, setelah menjelaskan alasannya menyusun kitab yang tidak lain disebabkan adanya fenomena Takfiri yang memecah belah barisan umat Islam, ia membawakan kesimpulan ringkas yang akan didapat oleh para pembaca dari hasil kajiannya. Ia menuturkan:

“…Bahwasannya tidak benar bagi kita mengkafirkan ahli Kiblat selama mereka beriman akan keesaan Allah Swt dan risalah nabi-Nya yang mulia serta hari akhir (akhirat). Dan madzhab-madzhab Islam seluruhnya berteduh di bawah naungan ini, tunduk dalam pakaian iman, menjauh dari apa-apa yang dapat menyebabkan keluar dari Islam..”[1]

Di tempat yang lain, ia juga menyebutkan:

“Apabila seseorang telah mengetahui apa-apa yang mengeluarkan manusia dari iman serta memasukannya pada kekafiran maka ia akan tahu bahwasannya tidak benar mengkafirkan sebuah kelompok dari kelompok-kelompok Islam selama kelompok tersebut masih berpegang pada Syahadatain dan tidak memungkiri apa yang dianggap sebagai bagian dari rukun-rukun agama yang (bahkan) diketahui oleh setiap orang memiliki pengetahuan yang minim terhadap syariat meskipun ia tidak banyak bergaul dengan orang-orang muslim.”[2]

Oleh sebab itu, berdasarkan paparannya tersebut sangat jelas bahwa Syahadatain serta rukun-rukun lain yang bahkan diketahui oleh orang yang awam cukup menjadi tolok ukur dalam mengakui keislaman seseorang atau sebuah kelompok. Wallahu A’lam Bisshawab!

[1] Subhani Tabrizi, Jafar, Al-Iman wa Al-Kufr fi Al-Kitab wa Al-Sunnah, Muassasah al-Imam al-Shadiq, cet: kedua, 1427 H, hal: 3.

[2] Ibid, hal: 58.