Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Diskriminasi Wanita Selalu Sumur, Dapur, dan Kasur

1 Pendapat 05.0 / 5

Suatu pemikiran yang terus di budayakan menjadi suatu tradisi sulit sekali di rubah. Padahal banyak juga dari hal tersebut yang ternyata salah kaprah dan tidak seharusnya di terapkan terus menerus kedalam pemikiran masyarakat. Salah satunya yang paling membuat jiwa gemas meronta-ronta adalah lingkungan yang mana wanita kerap dipandang sebelah mata. Wanita hanya dipandang sebagai alat yang tugasnya di dapur, sumur dan kasur. Pikiran ini ditanamkan dari kecil bahwa wanita kodratnya hanya itu saja. Berkelana kemanapun ada saja tempat ditemukannya orang-orang dengan pemikiran tersebut yang bahkan di iyakan oleh kaum perempuan sendiri. Sehingga tidak jarang perempuan harus berhadapan argumen dengan perempuan lagi terkait masalah perempuan ini.

Di dalam Al-Quran dikatakan bahwasannya: “Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum perempuan, lantaran terhadap apa yang telah dilebihkan Allah sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan terhadap apa-apa yang telah mereka (laki-laki) nafkahkan dari harta-hartanya.” (QS An-Nisa 4: 34). Tentunya ayat tersebut tidak mungkin dibantah dan tidak pula kaum wanita pada umumnya akan memiliki konspirasi untuk menggeser kaum laki-laki dari tugasnya menjadi pemimpin. Walau mungkin ada juga yang memiliki pemikiran tersebut, Hanya saja yang perlu kita ketahui bahwasannya kodrat wanita yang benar hanya ada empat: menstruasi, hamil, melahirkan dan menyusui. Hanya itu yang membedakan kodrat wanita dari laki-laki. Maka selebihnya antara laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama dalam mengisi dan mewarnai segala moment dalam kehidupannya.  Apabila laki-laki diperbolehkan memasak dan menjadi koki yang handal lalu mengapa perempuan tidak boleh meniti karir sesuai yang di inginkannya. Mengapa perempuan tidak boleh mengecam pendidikan tinggi. Kenapa selalu ada kalimat yang mematahkan semangat para gadis yaitu: “sudahlah..ngapain sekolah tinggi-tinggi ujung-ujungnya juga nikah dirumah ngurus anak”

Tentunya kita sama-sama mengetahui cerita perjuangan RA. Kartini yang membuka mata para wanita zaman dulu dan berhasil membuktikan bahwa wanita perlu pendidikan yang tinggi, wanita juga tidak hanya seperti kata orang yang hanya di sumur, dapur dan kasur saja. wanita mampu melakukan semua hal dengan sendiri dan mandiri, bukan hanya pekerjaan rumah tangga tapi juga pekerjaan para pria. Saat ini wanita telah berhasil membuktikan bahwa pendidikan yang tinggi tidak hanya untuk para pria tapi juga wanita. Kesadaran wanita dalam berpendidikan tinggi ialah karna tidak lain dan tidak bukan wanita adalah madrasah pertama bagi anak-anak nya.  Jika seorang wanita memiliki pendidikan yang tinggi maka ia akan mampu mendidik anaknya dengan baik. baik secara pendidikan formal maupun pendidikan spiritual. Betapa mirisnya, ketika anak-anak di berikan pembelajaran mandiri, les, atau bimbel  calistung karna orang tuanya bukan sekedar tidak tau caranya mendidik dan mengajarkan ilmu dasar pada anak-anaknya tapi memang dirinya pula tidak bisa membaca dan menulis. Betapa mirisnya ketika seorang wanita sadar bahwa dirinya tidak berpendidikan akan tetapi ingin memiliki anak-anak yang pintar dan cerdas, namun dengan cara membatasi kemampuan anaknya, maka yang akan terjadi pastilah si anak hanya mengulang sejarah kehidupannya. Lagi pula memang siapa yang menetukan pernikahan sebagai finishing. walaupun jika pernikahan adalah ujungnya,  apakah para wanita khususnya tidak diperbolehkan pintar terlebih dahulu? Tidak dapat berkarya dahulu? Tidak bisa meniti karir terlebih dahulu? Bahkan banyak sekali kita temukan wanita yang sudah menikah masih meneruskan kuliahnya. Banyak juga yang menikah sambil meniti karir dan berkarya. Sah-sah saja. Dan kalaupun jika menikah adalah ujungnya kenapa batasan itu hanya berlaku untuk kaum perempuan saja? Para pria ini menikah juga bukan.. lantas apakah lolos begitu saja dari batasan ini.

Wanita selalu menghadapi ketidaksetaraan dan diskriminasi gender, hanya karna ia terlahir sebagai anak perempuan, dan bukan laki-laki. Indonesia memiliki berbagai banyak culture yang sedikit banyak cukup menghambat kemajuan wanita. Padahal wanita memiliki hak yang sama. Namun bagaimana hal tersebut bisa semakin disadari oleh semua pihak sementara cara pandang masyarakat terhadap perempuan masih selalu saja terkait bahwasannya mereka perlu berfokus pada urusan domestik. masyarakat kurang sadar terhadap betapa pentingnya pendidikan untuk anak, kurangnya pengawasan pula dari orang tua terhadap keselamatan anak perempuan, serta faktor ekonomi masyarakat yang lemah, dan kurangnya fasilitas pendidikan yang cukup memadai untuk masyarakat. Faktor-faktor di atas inilah yang akhirnya menimbulkan dampak kesenjangan yaitu pendidikan dan perkembangan masyarakat yang rendah dan lemah khususnya terhadap anak perempuan. Hal ini pula yang membuat diskriminasi gender terhadap perempuan terus berlanjut dan tak ada habisnya hingga saat ini.

Maka dapat disimpulkan bahwasannya pendidikan haruslah setara antara laki-laki dan perempuan. Mengapa? Karena baik laki-laki dan perempuan memiliki kemampuan dan kesempatan yang sama khususnya dalam bidang Pendidikan, sehingga nantinya mereka akan menghargai dirinya dan menganggap bahwa mereka berharga serta memiliki potensi dalam hidupnya. Karena khususnya bagi seorang perempuan, pendidikan sangat penting sebagai bekal dirinya dalam mendidik anak, mengurus rumah tangga, bekerja, dan bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya. Perempuan akan merasa berharga dan berguna jika ia telah setara dan mandiri, serta dapat mengandalkan dirinya sendiri. Hal ini dapat ditunjukkan dengan memiliki pemikiran yang luas, dapat menyelesaikan berbagai permasalahan tanpa mengandalkan orang lain, dan dapat bersaing dengan laki-laki di dunia kerja.

Oleh karena itu, pemerintah harus lebih memperhatikan dan bekerja keras untuk mengatasi hal ini dengan memberikan edukasi untuk menyadarkan masyarakat bahwa betapa pentingnya pendidikan bagi seluruh anak, baik laki-laki maupun perempuan tanpa harus membedakan berdasarkan jenis kelamin. Pemerintah juga dapat memberikan edukasi, bimbingan, dan penyuluhan kepada masyarakat agar mereka mengerti bahwa anak-anak mereka harus mendapatkan pendidikan yang terbaik dan layak terlebih lagi khususnya untuk anak perempuan. Karena Perempuan diperbolehkan untuk  menjadi apa saja. Perempuan diperbolehkan untuk menggapai tujuan dan cita-citanya. Perempuan diperbolehkan  menjadi Menteri Luar Negeri, Presiden, Duta Besar, apa saja asal itu yang memang jadi keinginannya.