Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Narasi Kelahiran Al-Husain a.s. (1)

2 Pendapat 05.0 / 5

Rasulullah Saw bersabda: “Al-Husain adalah dari aku dan aku dari Al-Husain. Ya Allah, cintailah orang yang mencintai Al-Husein”

Dalam lingkungan keluarga Rasulullah Saw di kota Madinah tampak kesibukan luar biasa menjelang fajar pagi menyingsing tanggal 5 bulan Syakban tahun ke-4 Hijriyah. Silih berganti orang keluar masuk sebuah rumah yang terletak dalam lingkungan masjid, tempat kediaman keluarga Ahlulbait, Imam Ali bin Abi Thalib a.s. dan Sayidah Fatimah Zahra a.s. Ketegangan dan harapan gembira mewarnai wajah orang-orang yang sedang menantikan lahirnya seorang bayi di alam wujud. Beberapa saat kemudian lenyaplah suasana tegang berganti kegembiraan yang semakin cerah karena detik-detik yang dinantikan telah tiba. Puteri kinasih Rasulullah Saw dengan selamat telah melahirkan putra kedua.

Begitu mendengar suara tangis bayi yang baru lahir, orang-orang dengan bersegera menyampaikan berita gembira kepada Rasulullah Saw. Kalimat pertama yang diucapkan beliau sebagai sambutan atas kelahiran cucu lelakinya yang kedua itu, ialah puji syukur ke hadirat Allah Swt. Beliau segera menuju tempat kediaman putrinya, kemudian memanggil Asma, sahabat setia Fatimah a.s. : “Hai Asma, bawalah segera anakku itu kemari!” (Sebagaimana diketahui, beliau selalu menyebut dua orang cucu lelakinya dengan anakku).

Asma saat itu masih berada di dalam ruangan tempat Sitti Fatimah bersalin. Ia segera keluar membawa seorang bayi yang masih kemerah-merahan dalam sebuah selimut berwarna putih bersih, kemudian diserahkan kepada datuknya, Muhammad Rasulullah Saw. Alangkah girangnya beliau Saw menyambut kelahiran cucu lelakinya itu. Dengan wajah berseri-seri beliau menerima bayi itu dari tangan Asma. Beliau mengamatinya dengan perasaan bangga dan bahagia, kemudian membisikkan azan pada telinga kanannya dan iqamah pada telinga kirinya. Semua itu beliau lakukan dengan khidmat dan khusyuk. Dengan demikian maka suara pertama yang menembus telinga jabang bayi itu adalah suara datuknya, sedangkan ucapan pertama yang didengarnya iyalah kalimat “Allahu Akbar. Allahu Akbar; Asyhadu an laa ilaaha illallah, wa asyhadu anna Muhammadar­Rasulullah…”

Apa yang telah beliau lakukan terhadap cucu lelakinya yang kedua ini, pernah beliau lakukan juga terhadap cucu lelakinya yang pertama, Al-Hasan a.s. ketika baru lahir. Kalimat takbir dan dua syahadat yang beliau bisikkan ke telinga dua orang cucu lelakinya di saat mereka baru lahir di alam wujud, tidak kecil artinya bagi pertumbuhan masing-masing di kemudian hari. Kalimat agung itulah yang menjiwai kehidupan mereka dalam mengabdikan jiwa dan raga masing-masing kepada kebenaran Allah dan Rasul-Nya. Dasar keimanan dan landasan takwa ditancapkan oleh Rasulullah Saw dalam darah daging dua orang cucunya sejak mereka mulai membuka mata menyaksikan cahaya.

Selesai membisikkan azan dan iqamat kepada jabang bayi yang baru lahir itu, beliau Saw kemudian menoleh kepada menantunya (Imam Ali bin Abi Thalib a.s.) yang saat itu sedang terharu menyaksikan kelembutan dan kegembiraan beliau menyambut kelahiran putranya. Tiba-tiba suara beliau terdengar memecah keharuan suasana: “Hai Ali, sudahkah bayi ini engkau beri nama?”, tanya beliau kepada saudara misannya. “Rasanya tak layaklah kalau aku mendahului Rasul Allah memberi nama kepadanya”, jawab Imam Ali dengan penuh hormat.

Saat itu Rasulullah Saw menyarankan supaya cucu yang baru lahir itu diberi nama Husain, nama yang belum pernah dikenal orang Arab hingga saat itu. Di kemudian hari barulah banyak orang Arab memberikan nama itu kepada anak-anak mereka. Untuk membedakan dua orang cucu Rasul Allah itu, orang menambahkan lafaz “al” di depan kata Hasan dan Husain. Lafaz “al” dalam bahasa Arab sama artinya dengan “the” dalam bahasa Inggris, sebagai petunjuk tentang sesuatu yang sudah dikenal. Dengan demikian maka nama “Al-Hasan” dan “Al-Husain” berarti “Hasan” dan “Husein” yang telah dikenal.

Bersambung ...