Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Meraih Hikmah Bulan Ramadan (2)

1 Pendapat 05.0 / 5

Kita semua mencari jalan yang benar sepanjang hidup kita untuk menciptakan kehidupan yang bahagia bagi diri kita sendiri. Kehidupan di mana kita bisa memiliki kedamaian dan merasakan kebahagiaan bersama orang yang kita cintai. Namun tahukah kita apa itu kebahagiaan dan bagaimana cara mendapatkan kedamaian?

Dalam budaya al-Qur'an, tujuan penciptaan manusia adalah ibadah, dan jalan kebahagiaannya juga harus melewati jalan ini.

Allah berfirman dalam surah al-Dzariyat ayat 56, “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” Nabi Muhammad Saw bersabda, “Otak dan jiwa ibadah adalah doa.” Ungkapan Rasulullah Saw ini berakar pada ajaran al-Qur'an, di mana Allah SWT berfirman dalam surah Ghafir ayat 60, “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.”

Kemudian Allah menganggap berdoa ini sebagai ibadah, sebagaimana kelanjutan ayat tersebut menyebutkan, “Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.” Mungkin inilah alasan mengapa para tokoh agama kita menganggap doa sebagai bentuk ibadah terbaik dan menggunakan setiap kesempatan untuk berdoa.

Zaman kita hidup adalah zaman kecepatan, laju kehidupan meningkat dan waktu menjadi sangat singkat. Kadang-kadang, jika berhasil, kita meninjau kembali kehidupan masa lalu kita! Kita melihat betapa banyak waktu yang hilang, seberapa tenaga yang digunakan dan upaya apa yang belum kita lakukan, tetapi kita belum mencapai sesuatu yang signifikan. Kesibukan akan kehidupan material telah menyita seluruh waktu kita dan pengulangan dari kesibukan ini adalah rutinitas sehari-hari yang telah menyebabkan kebanyakan orang putus asa dan depresi.

Meskipun doa dan ibadah berada dalam segala aspek kehidupan orang beriman dan mencegah mereka dari keputusasaan, tetapi di dunia yang bising dan sibuk ini, sering terjadi kita menjadi lalai. Ramadan adalah waktu terbaik untuk menebus kelalaian ini. Sepertinya di antara semua bulan dalam setahun, Allah telah memberi kita kesempatan yang luar biasa, di mana bukan hanya pahala ibadah kita yang dilipatgandakan, tetapi juga semua doa kita dikabulkan. Bahkan bernapas di bulan ini pun terhitung sebagai Tasbih dan mensucikan Allah. Sementara tidurnya orang-orang yang berpuasa juga dianggap ibadah, sehingga menambah berat timbangan amal kebaikan mereka.

Bukan tanpa alasan bahwa setelah sebulan berdoa, beribadah dan berpuasa, hati orang-orang beriman penuh dengan kedamaian, kegembiraan dan harapan akan masa depan. Mereka telah mengumpulkan bekal kebahagiaan selama sebulan, di semua momen. Apa yang lebih baik bagi manusia daripada ini? Apa yang lebih menenangkan daripada mencapai kepuasan dan kedekatan dengan Allah?

Salah satu nikmat Allah yang besar bagi kita adalah Dia mengizinkan kita untuk berbicara dengan-Nya terlepas dari dosa dan maksiat yang telah kita lakukan. Allah telah menganugerahkan kita dengan begitu banyak nikmat sehingga jika manusia dan jin berkumpul dan ingin menghitung nikmat yang Allah berikan kepada satu hamba saja, mereka tidak dapat menghitungnya. Dalam keadaan seperti itu, seorang hamba yang tenggelam dalam nikmat, menentang penciptanya. Dia mengabaikan perintah-Nya atau melakukan apa yang dilarang.

Tepat seperti ketika Anda tidak gagal untuk bersikap baik kepada salah satu teman Anda selama bertahun-tahun dan telah membantunya sebanyak mungkin. Namun setelah beberapa saat, bukan hanya dia tidak menghargai layanan dan upaya Anda, tetapi juga menjadi bermusuhan dan menentang Anda dengan alasan apa pun.

Tentu saja, melihat perilaku seperti itu, kita manusia akan memutuskan ikatan persahabatan, tetapi Allah bukan hanya tidak akan mengusir hamba yang tidak taat dan berdosa, sebaliknya, Dia justru memberinya taufik untuk dapat berdoa dan bermunajat sehingga dapat menyeru-Nya kembali di saat-saat sulit.

Kandungan penggalan kedua dari doa Iftitah tepat menjelaskan masalah ini. Dalam penggalan ini kita berdoa, “اللّٰهُمَّ أَذِنْتَ لِى فِى دُعائِکَ وَمَسْأَلَتِکَ”, Ya Allah, Engkau telah mengizinkanku untuk berdoa dan memohon kepada-Mu.

Ini adalah salah satu nikmat terbesar yang Allah berikan kepada kita untuk menyebut nama-Nya, memanggilnya dan bermunajat bersama-Nya. Setelah rahmat ilahi ini, hamba membuka lisannya dan mengatakan, “فَاسْمَعْ یا سمیعُ مِدْحَتی وَ اَجِبْ یارَحیمُ دَعْوَتَی وَاَقِلْ یا غَفُورُ عَثْرَتی”, Maka, dengarkanlah wahai Yang Maha Mendengar pujianku, kabulkanlah wahai Yang Maha Penyayang permohonanku, dan maafkanlah wahai Yang Maha Pengampun ketergelinciranku.

Setelah rahmat Allah meliputi keadaan hamba dan mengizinkannya untuk hadir, syarat tata krama berdoa adalah sebelum mengungkapkan keinginannya, hamba harus bisa menghitung satu persatu nikmat dan pertolongan penciptanya. Allah telah memberi kita banyak nikmat, di mana kebanyakan dari kita tidak menyadarinya. Beberapa dari nikmat ini dapat dikenali dengan sedikit pemikiran dan kita dapat memahami nilainya dengan lebih baik. Namun untuk memahami pentingnya bagian lain dari nikmat membutuhkan perhatian yang lebih dalam.

Salah satu nikmat yang sering diabaikan manusia adalah nikmat menangkal musibah, menghilangkan cobaan dan menghadapi berbagai masalah, baik seseorang ditimpa masalah dan Allah menyelamatkannya, atau Allah menghilangkan cobaan darinya sebelum musibah menimpat.

Oleh karenanya, ada bagian dari doa Iftitah yang menjelaskan, “فَکَمْ یَا إِلٰهِى مِنْ کُرْبَةٍ قَدْ فَرَّجْتَها، وَهُمُومٍ قَدْ کَشَفْتَها، وَعَثْرَةٍ قَدْ أَقَلْتَها، وَرَحْمَةٍ قَدْ نَشَرْتَها، وَحَلْقَةِ بَلاءٍ قَدْ فَکَکْتَها”, Ya Ilahi, alangkah banyaknya kegundahan yang telah Kau sirnakan, kesedihan yang telah Kau singkapkan ketergelinciran yang telah Kau maafkan, rahmat yang telah kau tebarkan, dan rantai bencana yang telah Kau uraikan.

Jika seseorang berpikir sedikit tentang peristiwa yang terjadi padanya yang kemudian terselesaikan setelah beberapa saat, dia akan menyadari betapa Allah baik padanya. Misalkan dalam keadaan sulit, misalnya, ketika suatu waktu dia membutuhkan uang, dokter, dan obat-obatan, tetapi tidak ada akses ke sana, seseorang atau salah satu anggota keluarganya sakit parah, sehingga jika dia tidak bertindak cepat, dia akan berada dalam bahaya serius.

Dalam situasi ini, dia tidak menemukan cara untuk menyelamatkan diri dengan cara apa pun. Karena itu, dia memahami masalah dengan baik. Pada saat ini, ketika dia tidak memiliki akses ke apa pun dan semua cara diblokir untuknya dan dia akan menjadi benar-benar putus asa, masalahnya diselesaikan dengan cara tertentu dan dia diselamatkan dari bahaya dan jebakan.

Terkadang Allah Yang Maha Penyayang menolak peristiwa sebelum terjadi pada seseorang. Oleh karena itu, pantas untuk memikirkan peristiwa yang tidak terjadi pada kita tetapi terjadi pada orang lain. Jika kita meninggalkan rumah di pagi hari dan kembali dengan selamat di malam hari, adalah kehendak Allah untuk menghilangkan ratusan musibah dan masalah dari kita.

Sama seperti Dia telah memberi kita mata, dan Dia juga telah menghilangkan ribuan bahaya darinya, sehingga kita tidak buta. Sama seperti Dia telah memberi kita tubuh, Dia juga yang mengusir ratusan cobaan darinya agar kita tetap sehat.

Namun di atas segalanya adalah nikmat spiritual dari Allah. Nikmat iman dan akal yang Dia berikan, sekaligus melindunginya untuk kita. Ada banyak orang yang meninggalkan rumah di pagi hari dengan iman, tetapi pada malam hari, mereka pulang dengan iman yang goyah atau bahkan iman yang hilang.

Sudah banyak orang yang pada awalnya berada di jalan yang benar, tetapi lama kelamaan mereka menyimpang dan jatuh ke dalam perangkap kelompok yang menyimpang. Maka, agar selamat dari musibah, marilah kita bersyukur atas nikmat Allah dan memohon kepada-Nya dengan suara lirih, “الهی وَ امْلَأْ لَنَا مَا بَیْنَ طَرَفَیْهِ حَمْداً وَ شُکْراً”, Ya Allah! Penuhilah antara siang dan malam kami dengan pujian dan syukur kepada-Mu.