Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Taklif Puasa, Anugerah Ilahi yang Mudah Dikerjakan (1)

1 Pendapat 05.0 / 5

Puasa adalah salah satu kewajiban agama. Secara teologis, segala macam kewajiban agama pada dasarnya merupakan anugerah Allah buat manusia. Pembahasan panjang lebar tentang hal ini akan muncul saat kita menelaah teologi kenabian. Marilah kita telusuri secara sekilas penalaran teologi kenabian yang memunculkan kesimpulan bahwa berbagai kewajiban agama adalah anugerah Ilahi.

Pertama, manusia adalah makhluk yang memiliki keinginan untuk mencapai kesempurnaan hidup dan mendapatkan kebahagiaan sejati. Keinginan untuk menjadi sempurna dan bahagia termasuk hal-hal fitri yang ada pada semua manusia. Ini adalah proposisi yang aksiomatis. Sulit dibayangkan ada manusia normal yang tidak ingin meraih kesempurnaan diri atau ingin merana. Umumnya, manusia memang memandang kebahagiaan ada pada hal-hal yang duniawiah dan material. Punya harta berlimpah, kedudukan yang tinggi, dipuji orang, atau punya pasangan yang cantik, umumnya dipandang sebagai ciri kebahagiaan. Yang pasti, semua manusia normal pasti menghendaki kebahagiaan, apapun caranya. Bahkan, mereka yang melakukan aksi-aksi bom bunuh diri pada dasarnya adalah orang-orang yang menghendaki kebahagiaan. Hanya saja, mereka meyakini kebahagiaan itu terletak pada apa yang mereka yakini, dan keyakinan tersebut berbeda dengan kebanyakan orang.

Pertanyaannya, apakah semua cara atau jalan yang ditempuh manusia itu pasti akan mengantarkan mereka kepada kesempurnaan dan kebahagiaan hakiki? Apakah orang-orang hedonis akan memperoleh kebahagiaan hakiki sama seperti yang diraih oleh para pejuang kebenaran?

Ajaran Islam menolak asumsi ini. Islam mengajarkan bahwa manusia hanya akan bisa mencapai kesempurnaan hidup dan kebahagiaan sejati seandainya ia meniti jalan kebenaran tertentu. Selanjutnya, manusia hanya akan bisa meniti jalan kebenaran tertentu itu seandainya ia mengetahuinya, atau ia tidak salah dalam menemukan jalan kebenaran tersebut. Inilah proposisi kedua dari teologi kenabian.

Berikutnya, sejarah menunjukkan bahwa pengetahuan yang dimiliki oleh manusia tentang jalan kebenaran tersebut sangat terbatas. Manusia memang punya akal dan pancaindera. Tapi faktanya, sepanjang sejarah hingga sekarang, manusia yang mencoba hidup tanpa bimbingan agama terbukti tidak mampu menentukan secara tepat jalan hidup untuk mencapai kebahagiaan yang hakiki. Sebagai illustrasi saya akan ceritakan pengalaman saya saat berkunjung ke Kerman dan Yazd beberapa tahun lalu. Di sekitar kawasan tenggara Iran itu,  saya melewati beberapa bangunan bernama Dakhmeh. Itu adalah tempat penyimpanan mayat orang-orang Zoroaster zaman dulu. Orang-orang Zoroaster kuno tidak mengubur atau membakar mayat, melainkan hanya menaruhnya di dalam Dakhmeh sampai membusuk dan menjadi tanah. Akan tetapi, sejak beberapa puluh tahun terakhir, orang-orang Zoroaster tidak lagi menyimpan mayat-mayat di dalam Dakhmeh, dengan alasan kesehatan. Bangkai mayat manusia memang sangat berbahaya bagi kesehatan jika dibiarkan membusuk dan bersentuhan dengan udara terbuka, meskipun ditaruh di dalam bangunan yang sangat tinggi. Ada banyak kuman-kuman yang siap diterbangkan oleh angin. Karena itu, sekarang ini orang-orang Zoroaster memperlakukan jenazah manusia sama dengan orang-orang Islam, Kristen, atau Yahudi, yaitu dengan cara menguburkannya di dalam tanah.[i]

Terkait cara memperlakukan jenazah orang yang meninggal dunia, Al Quran berkisah tentang Habil dan Qabil. Manusia pertama yang meninggal dunia adalah Habil, putra Nabi Adam. Ia dibunuh oleh saudaranya sendiri, Qabil, karena masalah kedengkian. Diceritakan bahwa setelah mendapati saudaranya mati, Qabil kebingungan bagaimana memperlakukan jenazah saudaranya itu. Lalu Allah mengutus burung gagak yang menggali-gali tanah untuk menunjukkan kepada Qabil bagaimana cara memperlakukan mayat Habil.[ii]

Dakhmeh adalah bukti tentang ketidaktahuan manusia. Dakhmeh hingga kini masih tegak berdiri dan menyimpan catatan perjalanan sebagian umat manusia yang mencari-cari cara terbaik dalam mempelakukan jenazah orang yang sudah mati. Perlu ribuan tahun bagi mereka untuk bisa memahami bahwa cara memperlakukan mayat yang paling higienis adalah seperti yang dilakukan oleh Qabil, putera manusia pertama di muka bumi, jauh sebelum agama Zoroaster diajarkan.

Banyak sekali bukti-bukti sejarah lainnya menunjukkan betapa manusia seringkali terjebak pada jalan hidup yang keliru manakala mereka mencoba mencari-cari jalan yang sendiri, tanpa bimbingan agama. Allah yang Mahabijak tentu saja tidak akan mungkin membiarkan makhluk terbaik ciptaan-Nya itu terus meraba-raba dalam kegelapan. Untuk itulah, Allah kemudian menurunkan ajaran agama yang pada hakikatnya adalah petunjuk bagi ummat manusia.

Bersambung ...