Meraih Hikmah Bulan Ramadan (3)
Ramadan adalah bulan pilihan Allah. Bulan di mana pintu rahmat ilahi dibuka dan pintu neraka ditutup. Imam Ali as berkata, “Keutamaan bulan ini di atas waktu lainnya adalah seperti keutamaan Ahlulbait Nabi as atas orang lain. Siangnya adalah hari terbaik, malamnya adalah malam terbaik dan jamnya adalah jam terbaik.”
Apa yang Anda lakukan di hari, malam, dan jam terbaik ini? Semoga siang dan malam ini tidak sama dengan saat-saat lain dalam hidup Anda!
Allah memilih bulan Ramadan dan melipatgandakan kebaikan setiap perbuatan di dalamnya seribu kali lipat, agar kita bisa lebih cepat bergerak menuju kebahagiaan dan kebenaran pengabdian serta meningkatkan keimanan kita. Mari kita pilih amal terbaik di bulan terbaik ini dan habiskan siang dan malam kita bersama perbuatan terbaik.
Selain dari apa yang wajib bagi kita dari salat dan puasa, ada banyak amalan yang dianjurkan yang dapat kita gunakan untuk waktu kita. Membaca al-Qur'an, membantu orang miskin, menyiapkan hidangan berbuka puasa, bersedekah dan lain-lain. Namun apakah ada tindakan yang lebih unggul dari yang lain dan harus dilakukan terlebih dahulu?
Imam Muhammad Baqir as mengatakan, “Tidak ada ibadah di sisi Allah yang lebih baik daripada seorang hamba selain memohon kepada-Nya apa yang ada di sisi Allah...” Menurut beliau, berdoa adalah ibadah yang paling baik dan amal yang paling baik. Dalam ayat terakhir surah al-Furqan, Allah menugaskan nabi-Nya untuk mengatakan kepada hamba-hamba-Nya, “Katakanlah (kepada orang-orang musyrik), ‘Tuhanku tidak mengindahkan kamu, melainkan karena ada doamu.” Begitu juga dari Amir al-Mukminin, Ali as diriwayatkan bahwa amalan yang paling baik adalah berdoa kepada Allah Swt.
Namun doa mana yang terbaik?
Doa yang paling baik adalah membacanya pada waktu dan tempat yang paling baik dan tentunya dengan suasana hati yang paling baik. Salah satu waktu terbaik adalah bulan Ramadan dan salah satu situasi terbaik untuk berdoa adalah berdoa dalam lisan orang berpuasa.
Doa yang lengkap memiliki bagian-bagian yang berbeda, salah satu yang terpenting adalah memuji Allah (Hamdalah), dan salah satu cara untuk memuji Allah adalah dengan mengingat keesaan, kebesaran dan keagungan-Nya. Ini adalah salah satu tanda iman yang terwujud dalam doa. Imam Ali as telah mengatakan bahwa ada tiga tingkatan iman. Pengetahuan dan pengenalan dengan pikiran dan hati, pengakuan dengan bahasa dan tindakan dengan anggota badan.
Berikrar pada hakikatnya adalah mengakui, membenarkan atau menegaskan sesuatu di hadapan orang besar dan agung. Jadi, pengakuan iman secara lisan adalah mengakui di hadapan Allah atas keesaan-Nya dan untuk menegaskan kebenaran Nabi dan kitabnya ... Inilah yang seharusnya menjadi bagian penting dari doa-doa kita. Seperti yang dilakukan para tokoh dan Maksumin as ketika mereka mulai menengadahkan tangan untuk berdoa. Doa-doa ini bukan hanya tanda keimanan dan keikhlasan mereka dalam keyakinan mereka akan keesaan Allah, tetapi juga contoh bagi kita untuk belajar bagaimana berdoa dan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang Allah.
Semua orang mengenal Allah dan mengimani-Nya kepadanya sesuai dengan potensinya. Namun pengenalan ini tidak lengkap dan terbatas pada pemahaman orang itu saja. Oleh karena itu, cara terbaik untuk mengenal Allah adalah Allah Swt sendiri yang mengenalkan diri-Nya, yang dilakukan dengan cara terbaik di dalam Al-Qur'an dan telah sampai kepada kita melalui para nabi dan wali ilahi yang terhubung dengan sumber wahyu.
Seperti yang dikatakan Imam Hadi as, yang terhubung dengan sumber tauhid, dalam menjelaskan sifat-sifat Allah, “Allah Swt tidak boleh digambarkan, kecuali dengan apa yang telah Dia gambarkan, dan bagaimana Allah dapat digambarkan ketika indera makhluk tidak mampu memahami-Nya, sementara ilusi dan fantasi tidak bisa mencapai, dan gambaran dan pikiran tidak dapat menyadari hakikat-Nya, bahkan tidak masuk dalam ufuk pandangan mata! Dia jauh dengan segala kedekatan-Nya dan dekat dengan segala jarak-Nya. Dia menciptakan bagaimana dan Dia bukan bagaimana. Dia menciptakan tempat, tetapi Dia tidak memiliki tempat dan terpisah dari bagaimana dan memiliki tempat. Dia Esa dan tak tertandingi. Dia mulia dan semua nama-Nya suci dan murni.”
Oleh karena itu, jika bukan karena penggambaran Allah Swt melalui para wali ilahi dan keluarga suci Nabi as, manusia dengan akal dan pengetahuannya yang terbatas tidak akan memiliki kemampuan untuk mengetahui sifat-sifat ketuhanan.
Pengetahuan pertama dan gambaran pertama yang kita miliki tentang Allah adalah bahwa Dia adalah asal dan pencipta makhluk. Semua makhluk adalah dari Dia dan Dia bukan dari apapun dan tidak memiliki sekutu dan kesamaan. Pengetahuan berikutnya adalah Allah abadi. Azali dan abadi, di mana tidak memiliki awal atau akhir. Oleh karena itu, Dia tidak membutuhkan seorang anak untuk melanjutkan keberadaannya. Dengan demikian, dalam kelanjutan memuji Allah dalam doa Iftitah, kita membaca:
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِی لَمْ یَتَّخِذْ صَاحِبَةً وَ لاَ وَلَداً وَ لَمْ یَکُنْ لَهُ شَرِیکٌ فِی الْمُلْکِ وَ لَمْ یَکُنْ لَهُ وَلِیٌّ مِنَ الذُّلِّ وَ کَبِّرْهُ تَکْبِیراً
Segala puji bagi Allah yang tidak memiliki teman (hidup) dan anak, tiada sekutu bagi-Nya dalam kerajaan, dan tiada penolong (yang dapat mengentaskan-Nya) dari kehinaan, serta agungkanlah Dia seagung-agungnya.
Dalam penggalan doa ini, kita mensucikan Allah dari kesamaan dengan makhluk yang memiliki istri dan anak. Seolah-olah dengan doa ini manusia dihadapkan pada pemikiran yang menganggap Isa Al-Masih as sebagai anak Tuhan atau orang musyrik Arab yang mengira bahwa malaikat adalah putri Tuhan. Allah yang Esa adalah pemilik tunggal dari semua makhluk dan semua keberadaan. Dia yang mengatur urusan eksistensi dan Dia yang memegang kekuasaan dan segala urusan di tangan-Nya. Tidak ada sekutu bagi-Nya.Kkarena setiap makhluk adalah ciptaan-Nya. Lantas bagaimana makhluk ini bisa bermitra dengan penciptanya? Allah yang tak tertandingi dalam kebesaran dan keagungan-Nya dan semua kecil dan rendah di hadapan-Nya.
الْحَمْدُ لِلَّهِ بجمیع مَحَامِدِهِ کلِّهَا عَلَی جَمِیعِ نِعَمِهِ کلِّهَا، الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِی لَا مُضَادَّ لَهُ فِی مُلْکهِ وَلَا مُنَازِعَ لَهُ فِی أَمْرِهِ، الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِی لَا شَرِیک لَهُ فِی خَلْقِهِ وَ لَا شَبِیهَ لَهُ فِی عَظَمَتِهِ
Segala puji bagi Allah dengan segala pujaan-Nya atas segala nikmat-Nya. Segala puji bagi Allah yang tiada yang mampu menentang-Nya dalam kerajaan-Nya dan tiada yang mampu membantah perintah-Nya. Segala puji bagi Allah yang tiada sekutu bagi-Nya dalam mencipta dan tiada yang serupa dengan-Nya dalam keagungan-Nya.
Sekarang, Allah yang agung dan tak tertandingi ini telah memberi kita banyak nnikmat yang tidak bisa dihitung. Dinukil dalam sebuah riwayat bahwa Nabi Musa as diperintahkan untuk mensyukuri nikmat Allah. Dia berkata: Ya Allah! Saya bersyukur atas setiap nikmat-Mu. Syukur itu sendiri juga merupakan nikmat dari-Mu saya.Jadi, saya lemah untuk dapat bersyukur. Allah Swt berfirma,: Sekarang, Anda telah memenuhi hak saya untuk bersyukur. Pujian sejati adalah ini. Anda merasa tidak berdaya sehingga tidak dapat mensyukuri nikmat-Ku.
Kini tiba saatnya di waktu penuh caya ini, kita juga mengangkat tangan dan menyampaikan kepada-Nya:
وَ لَکَ الْحَمْدُ حَمْداً مَعَ حَمْدِ کُلِّ حَامِدٍ، وَ شُکْراً یَقْصُرُ عَنْهُ شُکْرُ کُلِّ شَاکِرٍ
Dan hanya milik-Mu pujian bersama pujian dari semua yang memuji, dan syukur yang tidak mampu disyukuri oleh semua yang bersyukur.