Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Al Syahrastani: Riwayat Tasybih Kebanyakan Dikutip dari Yahudi

1 Pendapat 05.0 / 5

Seperti yang telah jauh dibahas pada awal pembahasan akidah Wahabiyah ini, disebutkan bahwa diantara alasan yang membuat para pengikut aliran tersebut memiliki akidah Tasybih (penyerupaan Allah Swt dengan selain-Nya) atau pun Tajsim (penggambaran Allah Swt dalam bentuk fisik) adalah keterpakuan mereka terhadap teks-teks agama yang dimaknai serta dipahami dengan makna lahiriahnya.

Di samping itu, tidak sedikit teks-teks agama yang seolah menjelaskan Allah Swt dalam sifat-sifat fisik, sehingga membuat penganut metode tadi semakin yakin dengan kepercayaannya. Pada tulisan-tulisan sebelumnya pun kita telah membawakan beberapa contoh riwayat yang berkaitan dengan sifat-sifat Allah Swt tersebut.

Namun di balik fenomena ini terdapat hal menarik yang disampaikan oleh Al Syahrastani, seorang ulama yang banyak berkiprah dalam bidang ilmu kalam, tafsir dan sejarah. Ia telah menulis sebuah kitab yang berjudul Al Milal wa Al Nihal, kitab ini mencatat serta membahas tentang agama-agama, sekte-sekte, madzhab-madzhab serta aliran-aliran pemikiran yang ada di dalamnya.

Mula-mula dalam kitabnya ia membahas mengenai Islam, kemudian dalam tema besar ini ada sebuah bab khusus yang bernama Al Shifatiyah atau aliran pemikiran yang menetapkan sifat kepada Allah Swt. Di sini terdapat beberapa bagian dan salah satunya adalah yang menerapkan Tasybih.

Sebelum masuk pada pembagian itu, Al Syahrastani menyinggung adanya kelompok pemikiran yang berinteraksi dengan teks-teks agama dengan bersandar pada makna lahiriahnya. Sebagai konsekuensinya, ketika berhadapan dengan teks-teks agama yang menggambarkan Allah swt dengan sifat-sifat fisik, mereka dengan mudahnya meyakini hal tersebut sebagaimana adanya. Sehingga dengan begitu mereka tenggelam dalam persoalan Tasybih.

Namun yang menarik, penulis kitab Al Milal wa Al Nihal ini ternyata mengaitkan permasalahan Tasybih dari kelompok muslim ini dengan yang ada pada agama Yahudi -sebab dari satu sisi secara historis Yahudi lebih dulu dari Islam- dan ia juga menjelaskan bahwa lafal-lafal yang mengandung nilai-nilai Tasybih banyak ditemukan dalam Taurat.

“Kemudian satu kelompok dari Mutaakhirin (generasi terakhir sebelum kita) menambahkan atas apa yang dikatakan oleh Salaf. Mereka berkata: Harus menerapkannya (teks-teks agama) berdasarkan lahiriahnya. Kemudian mereka terjatuh dalam Tasybih murni dan hal tersebut bertolakbelakang dengan apa yang diyakini oleh Salaf. Dan sesungguhnya Tasybih sejatinya telah ada pada Yahudi meskipun tidak seluruhnya namun pada Al Qarrain (salah satu kelompok) dari mereka (Yahudi), sebab mereka telah mendapati di dalam Taurat banyaknya lafal yang mengarah pada hal itu (Tasybih).”[1]

Setelah mencatat hal tersebut, Al Syahrastani ternyata dalam pembahasannya mengenai kelompok yang menganut Tasybih, secara spesifik menyebutkan:

“Adapun yang muncul sekaitan dengan (persoalan) turun dari persemayaman, wajah, dua tangan, sisi, kedatangan, kemunculan, berada di atas dan selainnya, maka mereka menerapkannya berdasarkan lahiriahnya, yakni apa-apa yang dipahami secara global terhadap (hal-hal) fisik. Begitu pula apa yang muncul dalam riwayat-riwayat mengenai gambaran (Allah Swt) dan selainnya dalam sabdanya Saw: Ia telah menciptakan Adam berdasarkan gambaran Al Rahman. Dan sabdanya: Hingga Al Jabbar memasukan kaki-Nya ke dalam neraka. Dan sabdanya: Hati seorang mukmin berada diantara dua jari dari jari-jari Al Rahman. Dan sabdanya: Ia telah memasamkan tanah Adam dengan tangan-Nya selama 40 pagi. Dan sabdanya: Ia meletakkan tangan-Nya atau telapak tangan-Nya di atas pundak-Nya. Dan sabdanya: Hingga aku merasakan dinginnya ujung jari-jariNya di pundakku. Dan hal serupa lainnya. Mereka menerapkannya terhadap apa yang biasa dikenal di dalam sifat-sifat fisik.

Dan mereka menambahkan di dalam riwayat-riwayat kebohongan-kebohongan yang mereka buat dan menisbahkannya pada Nabi Saw, dan kebanyakannya dikutip dari Yahudi sebab Tasybih pada mereka (yahudi) adalah sebuah karakter (watak mereka)..”[2]

Dari keterangan tersebut bisa kita simpulkan bahwa fenomena Tasybih yang asal mulanya dipengaruhi oleh banyaknya riwayat yang bermuatan hal itu seperti sebagiannya telah kami bahas, ternyata dari tinjauan Al Syahrastani, riwayat-riwayat tersebut kebanyakannya adalah Maudu’ atau dibuat-buat dan dinisbahkan pada Nabi Saw dan juga kebanyakannya adalah dinukil dari Yahudi. Wallahu A’lam bis Shawab..

[1] Abul Fath Al Syahrastani, Muhammad bin Abdul Karim, Al Milal wa Al Nihal, Jil:1, hal: 105, Darul Ma’rifah, Beirut.

[2] Ibid, hal: 121.