Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Tidak Konsisten; Wahabi Lakukan Penakwilan Terhadap Ayat Al-Quran

1 Pendapat 05.0 / 5

Sebagaimana telah disebutkan pada tulisan sebelumnya, terpaku pada zahir serta menentang pentakwilan, merupakan dasar pemahaman teks yang diyakini oleh kelompok Wahabi.

Oleh karena itu segala bentuk pemahaman yang keluar dari alur ini dianggap sebagai penolakan terhadap makna yang diinginkan oleh pembuat teks tersebut.

Sebagai contoh al-Utsaimin mengomentari kelompok yang tidak memahami ayat al-Quran sesuai dengan zahirnya di dalam bukunya dengan mengatakan:

“umpamanya mereka memaknai firman Allah Swt.( وَ جاءَ رَبُّكَ) dengan dan datang (perintah) tuhan mu. Maka sebenarnya mereka sedang menolaknya (sifat Allah) ketika berkata: kami tidak menolaknya dan tidak mendustakan kedatangan Allah, hanya saja maksud dari kedatangan Allah adalah datangnya perintah Allah. Pada dasarnya ini merupakan penolakan. Sebab apa makna penolakan jika ini tidak disebut sebagai penolakan? Tuhan kita berkata: dan tuhan datang, sedangkan kalian mengatakan: tuhan tidak datang, yang datang adalah perintah-Nya. Apakah tuhan memberikan penjelasan kepada hamba-Nya agar mereka tidak tersesat atau Dia menyembunyikan sesuatu dari mereka agar tersesat?”[1]

Melalui teks di atas penulisnya dengan tegas mempermasalahkan pemaknaan teks yang tidak sesuai dengan zahirnya; yang dalam hal ini terjadi dengan adanya  penambahan kata (perintah) pada teks yang secara lahiriahnya tidak ditemukan pada ayat di atas.

Namun perlu dilihat kemudian apakah para pengikut Wahabi konsisten dengan konsep yang sudah dianggap paten dan tidak dapat ditawar-tawar ini?

Ternyata tidak seperti itu juga, karena pada kenyataannya kelompok ini juga melakukan penakwilan yang mengalihkan teks dari makna zahirnya. Di dalam buku Qatf al-Tsamar tertulis:

“Naim bin Hammad berkata ketika ditanya tentang firman Allah (وَ هُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ ما كُنْتُمْ); Dan Dia bersamamu di mana saja kamu berada: maknanya adalah: dengan ilmu-Nya tidak ada yang tersembunyi bagi Allah.”[2]

Ditambahkan oleh pensyarah buku ini:

“hendaklah dipahami oleh pembaca bahwa kebersamaan (maiyah) yang dimaksud adalah kebersamaan ilmu Allah dan cakupan ilmu-Nya, bukan kebersamaan zat. Hal ini sesuai dengan apa yang telah dipaparkan oleh ahli tafsi, dan telah lewat perkataan Hammad serta penjelasan pengarang buku berkaitan dengan kebersamaan tersebut ….”[3]   

Tafsiran, pemaknaan maupun penjelasan yang diberikan oleh al-Qannuji maupun pensyarah buku yang ditulisnya tersebut ternyata tidak memaknakan ayat di atas sesuai dengan zahirnya.

Karena apa yang ada di dalam ayat adalah kata (هُوَ); bermakna Dia yang ditujukan pada zat Allah Swt, sementara kata ilmu (علم) maupun (احاطة) yang bermakna cakupan tidak ditemukan dalam ayat tersebut  (وَ هُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ ما كُنْتُم). Oleh karena itu memaknainya dengan kebersamaan ilmu Allah maupun cakupan ilmu Allah Swt, telah lari dari makna zahirnya.

Kenyataan ini menunjukkan kepada kita bahwa ternyata kelompok Wahabi tidak konsisten dalam menyikapi pilihannya. Dan untuk tetap dapat mempertahankan keyakinannya yang mengatakan bahwa Allah berada di langit atau di Arasy, kelompok ini harus memilih melakukan pentakwilan; sikap yang notabene bertentangan dengan konsep yang dia bangun sendiri.

Sebab memaknai ayat di atas sesuai dengan zahirnya (Dan Dia bersamamu di mana saja kamu berada), bertentangan dengan keyakinan mereka yang mengatakan bahwa Allah bersemayam di Arasy.

[1] Al-Utsaimin, Muhammad bin Shalih, Syarh al-Aqidah al-Safaraniyah, hal: 115, cet: Madar al-Wathan, Riyadh, pertama, 1426 H.

[2] Al-Kannuji, Muhammad Shiddiq Hasan Khan, Qathf al-Tsamar Fi Bayan Aqidah Ahl Atsar, hal: 94, cet: Alam al-Kutub, Beirut, pertama, 1404 H/ 1984 M.

[3] Al-Kannuji, Muhammad Shiddiq Hasan Khan, Qathf al-Tsamar Fi Bayan Aqidah Ahl Atsar, hal: 118, cet: Alam al-Kutub, Beirut, pertama, 1404 H/ 1984 M.