Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

ARTI MUSIBAH DALAM KEHIDUPAN BAGIAN II

1 Pendapat 05.0 / 5

Adakah Korelasi Dosa dan Azab?

Selanjutnya, ada pertanyaan yang perlu juga kita bahas dan jawab di sini, yakni apakah terjadinya bencana terhadap seseorang atau terhadap suatu kelompok menandakan bahwa orang tersebut atau kelompok itu adalah kelompok orang yang pendosa dan itu adalah azab dari Allah di dunia ini kepada mereka? Apakah kalau kita mendengar berita tentang jatuhnya pesawat terbang maka para penumpangnya adalah para pendosa? Jika kita mendengar berita mengenai meletusnya gunung berapi atau gempa bumi dan tsunami yang menjadikan sekelompok orang sebagai korbannya, apakah lantas kita mengatakan bahwa para korban itu adalah para pendosa? Tentu tidak.

Dalam sebuah riwayat disebutkan, sejumlah orang sedang berbicara mengenai bala. Kemudian ketika pembicaraan sampai itu ke situ ada yang menyebutkan bahwa orang-orang mukmin tidak akan terkena bala dan yang terkena bala adalah orang-orang yang tidak beriman.
Saat itu, ada yang bertanya kepada Imam Ja’far Shadiq as mengenai kebenaran klaim bahwa orang mukmin akan selalu dijauhkan dari bala. Imam as kemudian mengatakan bahwa Rasulullah saw pernah ditanya,
مَنْ أَشَدُّ النَّاسِ بَلاَءً فِيْ الدُّنْيَا؟ فَقَالَ: النَّبِيُّوْنَ ثُمَّ الْأَمْثَلُ فَالْأَمْثَلُ يُبْتَلَى الْمُؤْمِنُ عَلَى قَدْرِ إِيْمَانِهِ وَ حُسْنِ عَمَلِهِ.
“Wahai Rasul! Siapakah di antara semua manusia ini yang paling banyak mendapatkan bala?” Lalu Rasulullah saw menjawab, “Sesungguhnya, di antara semua manusia yang paling banyak mendapatkan bala adalah para nabi. Setelah itu, orang-orang yang lebih dekat kepada nabi dari sisi keimanan, keikhlasan, dan amal salehnya.” Lalu pada tingkatan berikutnya adalah orang-orang yang derajatnya di bawah mereka sampai kemudian semakin ke bawah, semakin sedikit bala yang akan didapatkan.

Riwayat ini kemudian ditambahkan bahwa,
فَمَنْ صَحَّ إِيْمَانُهُ وَ حَسُنَ عَمَلُهُ اشْتَدَّ بَلاَؤُهُ وَ مَنْ سَخُفَ إِيْمَانُهُ وَ ضَعُفَ عَمَلُهُ قَلَّ بَلاَؤُهُ.
“Seorang mukmin, jika dia adalah mukmin, maka dia akan diberi bala oleh Allah setingkat dengan keimanan dan sebesar apa amalnya. Jika amal perbuatan yang dilakukan semakin baik, akan semakin berat bala yang harus dihadapinya. Sementara orang yang makin tipis imannya dan semakin kecil amal perbuatannya maka akan semakin sedikit bala yang menimpa dirinya.” Jangan sampai kita beranggapan bahwasanya bencana yang menimpa Lombok, Palu-Donggala dan di mana saja di belahan dunia ini terjadi karena dosa yang mereka lakukan. Jangan beranggapan bahwa bala terjadi karena Allah menghukum mereka atas dosa yang mereka lakukan. Rasulullah saw mengatakan,

“Tidak ada seorang nabi pun yang lebih diganggu oleh umatnya dan lebih tersiksa dibandingkan aku.” Jika kita melihat Rasulullah saw yang sedemikian agung dan beliau adalah penghulu seluruh manusia, lalu beliau mengatakan bahwa beliau adalah orang yang paling banyak mendapatkan bala, apakah kita akan mengatakan beliau memiliki dosa? Beliau itu maksum. Kalau kita mau melihat sejarah para maksum as, kita bisa melihat bagaimana bala yang menimpa Imam Husain as, Sayidah Zainab, dan Sayidah Fathimah Zahra as. Apakah mereka mendapatkan bala ini karena dosa-dosa mereka? Tentunya tidak. Mereka adalah manusia-manusia suci, yang dijaga oleh Allah dari segala bentuk perbuatan dosa. Karena itulah jangan sampai kita mengatakan bahwa peristiwa yang terjadi di Pulau Lombok dan sekitarnya itu adalah karena dosa yang mereka lakukan.

Tapi ada satu hal yang tidak boleh kita lupakan dan ini ada juga dalam riwayat-riwayat bahwa seorang mukmin terkadang dalam kehidupannya melakukan kesalahan dan dosa. Allah cinta kepada mukmin itu dan tidak ingin untuk menyiksanya di alam akhirat nanti, karena itu Allah berkenan untuk menyucikannya dan membersihkannya dari segala dosa dengan cara memberikan bala dan ujian di dalam kehidupan dunia ini. Semakin besar orang mendapatkan bala dan ujian di dunia ini, maka pahala yang akan didapatkan karena kesabarannya dalam menghadapi ujian di sisi Allah dan di alam akhirat nanti akan semakin besar. Sebaliknya, untuk orang-orang kafir semakin dia merasakan kehidupan di dunia yang penuh dengan kenikmatan dan tidak ada yang mengganggu, maka semakin besar kenikmatan yang didapatkan di dunia oleh orang kafir, maka di akhirat dia akan semakin mendapatkan azab yang pedih.

Coba kita lihat anak-anak sekolah di akhir tahun yang harus melewati ujian. Setelah ujian, sebagian dari mereka mendapatkan nilai yang baik, mendapatkan penghargaan karena nilai dan prestasinya. Sementara, sebagian yang lain mendapatkan nilai yang tidak baik dan mungkin akan mendapatkan teguran atau mungkin hukuman. Yang didapatkan oleh kelompok pertama yaitu berupa pujian dan penghargaan maupun yang didapatkan oleh kelompok kedua berupa teguran dan hukuman, semua itu terjadi pada orang-orang yang mendaftar di sekolah itu. Untuk orang-orang yang anaknya tidak sekolah di situ, maka pihak sekolah tidak ada urusan dengan mereka. Sekolah tadi tidak akan memberikan nilai-nilai yang baik atau nilai yang buruk, tidak pula memberikan teguran dan hukuman kepada mereka. Kurang lebihnya seperti sekolah, orang yang masuk ke dalam sekolah Allah, beriman kepada Allah, sebagian dari mereka akan diuji oleh Allah, sebagian akan ditegur dan dihukum oleh Allah. Akan tetapi bagi orang-orang kafir yang tidak mau masuk ke dalam sekolah ini, maka Allah tidak ada urusan dengan mereka.

Ada seorang arif yang sudah meninggal, kemudian ada orang arif lain melihat dia di alam mimpi. Ditanyakan kepada orang yang sudah meninggal itu mengapa Anda terlihat sedih semacam ini? Bukankah Anda orang yang saleh saat hidup di dunia? Dia mengatakan,
“Betul. Aku adalah orang yang saleh. Saat ini aku berada di dalam surga dan mendapatkan kenikmatan. Tetapi aku punya masalah. Aku sedih dan menyesal karena dulu sewaktu masih hidup di dunia, setiap kali aku menghadapi masalah dan kesulitan aku selalu bertawasul dan meminta kepada Allah supaya masalahku terselesaikan, dan Allah mengabulkan permintaanku. Sementara, aku melihat ada orang-orang yang dalam kehidupan di dunianya memiliki kesulitan dan kesulitannya tidak teratasi sehingga mereka hidup dalam ketidaknyamanan. Sekarang aku melihat orang-orang itu di alam ini mendapatkan kenikmatan-kenikmatan yang sangat besar, kedudukan dia sedemikian tinggi. Andai saja aku bisa kembali ke dunia dan saat aku mendapatkan kesulitan, aku akan meminta untuk tidak dihilangkan kesulitan itu, supaya aku bisa mendapatkan keagungan kedudukan yang tinggi di sisi Allah.”

Satu contoh yang lain. Misalnya, Anda punya rumah yang besar. Lalu Anda mengundang sekelompok orang mukmin untuk datang ke rumah Anda dalam sebuah jamuan makan siang. Kemudian tamu-tamu itu berdatangan dan masuk ke rumah Anda. Apakah Anda mau ada sesuatu yang buruk terjadi pada mereka, padahal mereka tamu-tamu yang Anda undang? Tentunya Anda tidak menginginkan sesuatu yang buruk terjadi pada mereka. Anda ingin memberikan yang terbaik, makanan yang terbaik, dan fasilitas yang terbaik kepada orang-orang yang memang Anda undang. Tapi suatu kali mungkin di antara tamu itu ketika duduk di kursi, kursinya patah dan dia terjatuh. Sebagai tuan rumah yang baik tentunya Anda membedakan perlakuan Anda terhadap orang tersebut dibandingkan orang-orang lain yang tidak mendapatkan kesulitan saat mereka menjadi tamu di rumah Anda itu.

Dunia ibarat seperti rumah Allah dan kita sebagai hamba-hamba Allah ini diundang oleh Allah ke jamuan di rumah-Nya. Tentunya Allah ingin memberikan yang terbaik buat kita karena kita adalah tamu-tamu yang didatangkan di rumah-Nya. Lalu saat kita menjadi tamu-tamu Allah ada suatu hal yang tidak baik yang terjadi pada kita, kesulitan pada diri kita, kursi yang kita duduki patah dan kita terjatuh merasakan sakit. Tentunya Allah, yang dalam bahasa kita adalah tuan rumah yang baik, akan minta maaf pada tamu-Nya atas ketidaknyamanan yang terjadi. Untuk membalas kondisi yang tidak nyaman itu Dia akan memberikan hal-hal yang terbaik kepada tamunya ini. Allah akan membalasnya di alam sana dengan puluhan kali lebih baik daripada apa yang harus kita dapatkan di dunia.

Kalau dalam kehidupan di dunia orang yang punya kemampuan secara keuangan misalnya ketika menjamu akan memberikan jamuan yang terbaik, menunjukkan sikap ramah kepada yang datang dalam jamuan itu, kemudian ketika ada yang tidak nyaman dalam jamuan itu akan memberikan balasan atas ketidaknyamanan dengan berbagai macam cara supaya bisa mengambil hatinya, bagaimana dengan Allah yang sangat penyayang kepada seluruh hamba-Nya, yang sifat penyayang-Nya tidak bisa dilukiskan. Sedemikian besar rahmat dan kasih sayang Allah kepada hamba-hamba-Nya. Ketika menyaksikan hamba-Nya yang didatangkan ke dunia mengalami ketidaknyamanan, pasti

Dia akan memberikan ganti di alam akhirat nanti ribuan kali lebih baik dari apa yang semestinya didapatkan di kehidupan dunia.
Itulah jawaban seandainya kita bertanya mengapa Allah memberikan kedudukan yang sangat tinggi kepada para nabi-Nya. Karena para nabi Allah as ini mendapatkan bala dan ketidaknyamanan kehidupan dunia lebih daripada seluruh manusia.