Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Qasim. Hasan Kecil Pejuang Karbala

1 Pendapat 05.0 / 5

Lahir di Madinah, Qasim adalah putra Imam Hasan Mujtaba as. Ibunya dikenal dengan nama Ummu Walad. Imam Hasan as sangat mencintai Qasim. Beliau as mengasuh Qasim dengan penuh kasih sayang, kelembutan, perhatian, dan akhlak mulia. Karenanya, tak heran jika sejak kecil, Qasim sudah menampakkan kesalehan pada dirinya.

Ketika Imam Hasan Syahid akibat diracun istrinya atas perintah Muawiyah, Qasim baru berusia tiga tahun. Sebelum menghembuskan nafas terakhir Imam Hasan as berpesan kepada adiknya, Imam Husain as agar mengasuh dan membesarkan Qasim, putranya.

Qasim pun dibesarkan di bawah asuhan pamannya yang penuh kasih sayang. Ia belajar dari pamannya tentang aqidah, akhlak mulia, kesabaran, keramahan, kedermawanan, bagaimana mengutamakan kepentingan orang lain dan berbagai adab-adab mulia lainnya dalam masa pertumbuhannya. Qasim menyaksikan berbagai kejadian dan penganiayaan yang terjadi di sekelilingnya. Oleh karena itu jiwanya dipenuhi dengan semangat juang yang tinggi, dengan mata kepalanya sendiri ia menyaksikan kesyahidan ayahnya, sekarang pun ia dihadapkan pada berbagai kekacauan dan penyimpangan.

Pada malam Asyura di hadapan pasukan setianya Imam Husain berkhutbah yang di antara isinya adalah mengizinkan siapun untuk meninggalkan Imam dan tidak ada sedikitpun celaan bagi yang akan meninggalkannya, namun dengan keteguhan hati yang sangat tinggi para pengikut Imam yang jumlahnya hanya 70-an tetap setia membela Imam as. Mereka bergembira karena Imam Husain sebelumnya telah memberitahu mereka bahwa besok hari mereka akan menemui syahadah.

Setelah khutbah Imam as selesai Qasim mendekati pamannya lalu berkata,

“Oleh siapakah aku akan dibunuh?”

“Bagaimana pendapatmu tentang maut?” tanya Imam menguji keponakannya.

“Maut bagiku lebih manis daripada madu,” jawab Qasim.

“Ya, seperti itulah anakku,” Imam Husain meyakinkan.

Siang 10 Muharram pertempuran pun terjadi, para pengikut Imam Husain mulai berguguran menemui kesyahidan setelah bertempur dengan sangat gagah dan menewaskan ratusan musuh. Sekarang tinggalah putra-putra dan keluarga dekatnya. Qasim kembali lagi menghadap pamannya untuk meminta izin ikut bertempur. Imam Husain memeluk dan mencium wajahnya keponakannya, dengan berat hati disertai dengan air mata Imam masih belum berani mengizinkan keponakannya ikut bertempur karena usianya yang belum pantas untuk ikut terjun ke medan pertempuran. Qasim kembali lagi ke tempatnya semula sambil menangis karena kecewa.

Pertempuran masih terus berlangsung dengan sengit, di antara mereka yang masih melanjutkan pertempuran tampak putra Imam Husain yaitu Ali Akbar, putra Ja’far bin Abi Thalib dan putra Muslim bin Aqil. Tanpa menyerah untuk kesekian kalinya Qasim kembali menghadap pamannya untuk meminta izin ikut bertempur, tampak di wajahnya semangat dan kerinduan meraih syahadah, melihat hal itu Imam Husain tidak mampu berbuat banyak kecuali mengijinkannya. Qasim tampak gembira, ia mengucapkan selamat tinggal kepada pamannya, demikian pula kepada keluarganya. Dengan cepat ia terjun ke medan pertempuran sambil bersyair

Kalau kalian ingin tahu, akulah putra Hasan

Cucu dari seorang nabi yang terpilih dan diimani

Inilah aku Hasan kecil bagaikan seorang tawanan yang tergadai

Apabila berada di tengah manusia, awan pun tak berani menerjunkan hujannya