Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Dalil Bahwa Hisyam bin Al-Hakam Bukanlah Penganut Tajsim

1 Pendapat 05.0 / 5

Sebelumnya para penulis telah membahas riwayat-riwayat mengenai Hisyam bin Al-Hakam yang diindikasikan sebagai penganut tajsim. Di samping itu riwayat-riwayat tersebut termasuk riwayat yang lemah serta tidak bisa dijadikan sandaran.

Pada tulisan kali ini, kita akan bahas mengenai qarinah atau dalil yang menunjukkan bahwa Hisyam bin Al-Hakam bukanlah penganut tajsim.

Pertama, Kalaupun benar Hisyam menyebut lafaz jism (جسم لا كالاجسام), maka konsep jism Hisyam, memiliki istilah lain yang berbeda dengan apa yang umum ketahui, seperti meliputi panjang, lebar, ataupun kedalaman. Maksud dari jism Hisyam bukan lah bermakna hakiki atau bermakna tubuh fisik. Penggunaan lafaz mutlaq (general) (جسم لا كالاجسام) atas Allah Swt bermaksud (شيئ لا كالاشياء), ‘sesuatu yang tidak seperti sesuatu-sesuatu’ yang diambil dari kalimat (ليس كمثله شيئ), ‘tidak ada sesuatu yang semisal denganNya’. Maka, hakikat kesesuatuan merupakan konsep umum antara Allah Swt dan selainNya, sebagaimana sebagian SifatNya seperti sifat yang mengetahui (عالم)  dll. Namun dalam perkara ini, Allah Swt dikhususkan dengan keberadaanNya yang mandiri secara Dzatnya, dimana tidak ada sesuatupun yang menyerupainya, dan Dia tidak serupa dengan segala sesuatunya.

Untuk itu kita dapati bagaimana Sayyid Khui melihat bahwa Hisyam keliru dalam penggunaan istilah lafaz yang mutlaq, namun tidak keliru dalam keyakinannya, keyakinan atau aqidah beliau benar, itu tak dapat disangkal. Hal itu bisa kita lihat dalam kitabnya Mu’jamu Rijalul Hadis.

Namun kalau kita akui bahwa Hisyam menggunakan lafaz Mutlaq jism atas Allah Swt, maka ia keliru dalam itlaq dan penggunaan lafaz yang bertentangan dengan maknanya, dan ini bukan kesalahan dalam aqidahnya.

Bukti untuk ini adalah apa yang disebutkan dari riwayat Muhammad bin Ya’qub dengan sanadnya dari Al-Hasan bin Abdurrahman Al-Hamani dimana Hisyam bin Al-Hakam berkata bahwa Allah jism, ialah tidak ada sesuatu yang semisal denganNya. Maka negasi atau penafian penyerupaan menunjukkan pada kita bahwa ia (Hisyam) tidak memaksudkan kata jism dalam pengertian yang biasa, jika tidak, penafian penyerupaan itu tidak jadi benar, tetapi ia menginginkan makna lain selain itu, meskipun ia telah keliru dalam generalisasi dan penggunaan lafaznya.[1]

Begitu juga kita dapati bagaimana ulama besar pelopor Mazhab Ahlussunnah Abul Hasan Al-Asy’ari, dalam kitabnya Maqolatul Islamiyyin menukil perkataan Hisyam bin Al-Hakam bahwa maksud dari jism adalah bermakna “ada”.

Dan Hisyam Al-Hakam berkata: makna jism bahwasaanya Ia ada. Dan ia (Hisyam) pernah berkata: yang aku maksud dengan perkataanku jism, bahwasannya Ia ada, Ia adalah sesuatu, yang ada dengan sendirinya.[2]

Hal berikutnya yang menunjukkan bahwa Hisyam bukan penganut tajsim ialah bahwasannya ia menjadi perawi yang meriwayatkan dari Imam Ja’far As-Shadiq riwayat-riwayat yang menolak tajsim. Kalaulah ia (Hisyam) penganut tajsim, maka tidak mungkin ia meriwayatkan riwayat tersebut. Salah satu riwayatnya ada dalam kitab Al-Kafi milik Syekh Al-Kulaini

Ali bin Ibrahim dari ayahnya, dari Al-‘Abbas bin ‘Amr, dari Hisyam bin Al-Hakam ia berkata mengenai seorang zindiq yang bertanya pada Abu Abdillah As. Zindiq itu berkata pada imam: apakah engkau katakan bahwa Ia (Allah Swt) Maha Mendengar lagi Maha Melihat? Abu Abdillah As berkata: Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Dia Mendengar tanpa anggota badan, Dia Melihat tanpa alat, melainkan Dia Mendengar dengan diriNya sendiri dan Dia Melihat dengan diriNya sendiri…[3]

Di samping itu, kita dapati dalam sebuah riwayat bahwa Imam Shadiq as memuji Hisyam dan menyebutnya sebagai penolong Ahlulbait dengan hati, tangan dan ucapannya. Maka menjadi tidak masuk akal jika Hisyam bin Al-Hakam dianggap sebagai penganut tajsim atau tasybih. Riwayat tersebut ada dalam kitab As-Syafi fil Imamah milik Syarif Al-Murtadho.

…ini adalah penolong kami dengan hati, tangan dan ucapannya.

Dan perkataannya As: Hisyam bin Al-Hakam adalah pelopor kebenaran kami, penggerak ucapan kami, pendukung ketulusan kami, penolak kebatilan musuh-musuh kami, sesiapa yang mengikutinya dan mengikuti perintahnya, maka  ia telah mengikuti kami, sesiapa yang menentang dan menyimpang darinya maka ia telah memusuhi kami dan menyimpang dari kami.[4]

Itulah beberapa qarinah atau dalil yang menunjukkan bahwasannya Hisyam bin Al-Hakam bukanlah seorang penganut tajsim (mujassim) ataupun penganut tasybih (musyabbih).

Wallahu A’lam

[1] Al-Khui, Sayyid Abul Qasim Al-Musawi, Mujamu Rijalul Hadis, Jilid 20 Hal. 320-321

[2] Al-Asy’ari, Abul Hasan Ali bin Ismail, Maqolatul Islamiyyin wa Ikhtilaful Mushallin, Juz 2 Hal. 6 Cet. Al-Maktabah Al-‘Ashriyyah – Beirut

[3] Al-Kulaini, Muhammad bin Ya’qub, Al-Ushul minal Kafi, Jilid 1 Hal. 108-109 Cet. Maktabah As-Shoduq

[4] Al-Musawi, Syarif Al-Murtadho Ali bin Al-Husain, As-Syafi fil Imamah, Juz 1 Hal. 85 Cet. Muassasah As-Shadiq – Tehran