Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Syaikh Al-Ustaimin: Majelis untuk Keluarga Jenazah Bid’ah

1 Pendapat 05.0 / 5

Umat muslim memiliki kebiasaan untuk berbelasungkawa dan berkumpul bersama ketika ada saudaranya sesama muslim meninggal dunia. Hal ini biasa dilakukan untuk mendoakan jenazah dan bersimpati kepada keluarga yang ditinggalkan. Tentunya, mereka melakukan itu berdasarkan rasa prihatin dan empati kepada saudara mereka seraya berdoa agar keluarga yang ditinggalkan diberi kekuatan dan ketabahan dalam menghadapi musibah ini. Selain itu, umat muslim melakukan hal ini untuk menghormati sang jenazah sebagaimana perintah Rasulullah saw. Keluarga jenazah pun biasanya menyediakan makanan dan minuman ringan untuk para tamu yang datang untuk berbelasungkawa.

Dengan semua ini, ada sebagian kelompok muslim (baca: Wahabi) yang menganggap bahwa berkumpul di sisi keluarga jenazah adalah sebuah hal yang dilarang atau diharamkan oleh syari’at. Syaikh Muhammad bin Saleh al-Utsaimin, salah seorang ulama Wahabi, dalam buku fatwanya Fatawa Manar al-Islam menyebutkan:

”Adapun berkumpul bersama Ahli Mayyit (keluarga jenazah) dan membaca Al-Qur’an serta membagi-bagikan kurma dan daging semuanya itu bid’ah dan selayaknya seseorang menjauhinya. Karena sesungguhnya dengan hal-hal tersebut akan muncul ratapan, tangisan, kesedihan, dan ingatan tentang jenazah sehingga musibah itu akan selalu bersemayam di hati mereka dan tidak akan hilang.”

“Saya menasihati orang-orang yang melakukan hal-hal seperti ini untuk bertobat kepada Allah Azza wa Jalla, dan mengikuti jalan as-salaf as-shalih ketika tertimpa musibah. Dan selayaknya ketika tertimpa musibah seseorang berkata

إنّا لله و إنَا إليه راجعون, اللهم أجرني في مصيبتي و اخلف له خيرا منها

Sesungguhnya kita adalah milik Allah dan kepadaNya kita kembali, ya Allah, berikanlah kepadaku pahala dalam musibahku, dan gantilah musibah ini dengan sesuatu yang lebih baik darinya.”

“Dan jika ia membaca doa ini, Allah akan memberikan pahala kepadanya dan mengganti musibahnya dengan yang lebih baik.

Ia juga menambahkan dalam buku tersebut selayaknya seseorang tidak menunggu orang yang hadir untuk berbelasungkawa dengan berkata: “dan selayaknya orang yang tertimpa musibah tidak duduk dan menunggu atau berharap orang-orang datang untuk berbelasungkawa.”

Demikianlah fatwa salah satu ulama Wahabi berkenaan dengan majelis belasungkawa bersama para keluarga seseorang yang meninggal dunia.