Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Kisah Hidup Sayidah Zainab yang Tidak Pernah Padam(2)

1 Pendapat 05.0 / 5

Saat mencapai usia perkawinan, Sayidah Zainab menikah dengan Abdullah bin Jakfar, seorang yang kaya raya. Namun, pernikahannya bukanlah karena harta, melainkan kesetiaan dan komitmen untuk tetap mendampingi suaminya dan Imam Husain as. di setiap langkah perjalanannya. Sayidah Zainab menjadi penjaga dan penyambung misi suaminya, bukan terbatas oleh kemewahan hidup.

Kemampuan Zainab dalam menyampaikan pesan dan revolusi di Kufah dan Syam setelah peristiwa Karbala mencerminkan kecerdasannya. Ia memainkan peran kunci dalam keberhasilan misi dan visi Imam Husain as. Kepiawaian berbicara dan ketajaman argumentasinya membuatnya menjadi suara yang menggetarkan hati di tengah keheningan ketidakadilan.

Berbagai riwayat menyebutkan bahwa Sayidah Zainab mendapat makrifat dan ilmu langsung dari Allah Swt. Imam Ali Zainal Abidin as. mengakui kealimannya tanpa pernah belajar dari seorang guru. Pandangannya yang ketauhidan membuatnya melihat segala sesuatu sebagai sesuatu yang kecil di hadapan keagungan Ilahi.

Pernikahannya dengan Abdullah bukanlah batasan bagi Sayidah Zainab untuk menjalankan perannya. Syaratnya adalah tetap mendampingi Imam Husain as. di setiap langkahnya. Di tengah tragedi Asyura, perannya sebagai pembela dan penyambung misi Imam Husain as. menjadi penentu kemenangan gerakan tersebut.

Sayidah Zainab menghadirkan pesan-pesan revolusi dengan bahasa yang lugas dan jelas. Keberhasilannya dalam menciptakan revolusi di Kufah dan Syam menunjukkan kecerdasannya. Ketegarannya yang tulus dan penuh keimanan menjadikan pesannya meresap dan mengubah pandangan masyarakat.

Pasca Karbala, Sayidah Zainab dihadapkan pada Ibnu Ziyad, penguasa Kufah saat itu. Pertanyaan Ibnu Ziyad tentang keadilan Tuhan terhadap saudaranya, Imam Husain, dijawab dengan kedalaman hati. Ia menegaskan bahwa mereka, para syuhada Karbala, adalah pahlawan yang dicatat oleh Allah Swt, menuju tempat yang sejati.

Sayidah Zainab, dikenal sebagai Aqilah Bani Hasyim, bukan hanya karena keberaniannya. Di masa kanak-kanak, ia mampu menghafal seluruh khotbah monumental Sayidah Fatimah az-Zahra as. Kemampuannya ini bukan hanya kecerdasan intelektual, tetapi juga pencerahan spiritual yang ia perjuangkan dalam perjalanan dari kota Syam hingga Madinah.

Peran Sayidah Zainab dalam membimbing rombongan keluarga Rasulullah Saw, dari kota Kufah hingga ke Madinah, menjadi simbol perjuangan pencerahan. Ia tidak hanya mengenang kehilangan keluarganya, tetapi juga menghidupkan kembali nilai-nilai agama yang mulai terlupakan dan memperkuat posisi keluarga Rasulullah Saw.

Di Kufah, kota yang pernah dipimpin oleh ayahnya, Imam Ali as, rombongan keluarga Rasulullah disambut dengan keras oleh pasukan musuh. Namun, Sayidah Zainab dengan keberanian dan ketajaman pidatonya mencoba menyampaikan pencerahan kepada masyarakat yang mungkin tidak tahu. Melalui kata-katanya, Zainab mencoba menyadarkan masyarakat yang sudah tersesat dari ajaran Rasulullah Saw.

Peran Sayidah Zainab dalam menghadapi Yazid bin Muawiyah adalah manifestasi nyata dari amar makruf dan nahi munkar. Di hadapan penguasa zalim tersebut, Zainab dengan lantang menyatakan kebenaran. “Wahai Yazid, kekuasaan dan dinasti telah merusak kemanusiaanmu. Kamu adalah penghuni neraka. Laknat atas kamu! Kamu telah melawan ajaran Rasulullah Saw. Ketahuilah, meski kamu berusaha sekuat tenaga, agama tak akan pernah hilang dan akan terus abadi. Namun, kamu akan hancur dan sirna.”

Wanita mulia ini memikul tanggung jawab berat dan sulit, namun kesabarannya bagai permata yang menghiasi jiwanya. Bagi Sayidah Zainab as, ketegaran di jalan kebenaran dan pengorbanan di jalan Allah senantiasa dihiasi dengan keindahan. Demikianlah, pasca peristiwa Asyura, Sayidah Zainab as berkata kepada para zalim, “Saya tidak menyaksikan sesuatu kecuali keindahan.” Keindahan ketegaran dan kesetiaan yang tak berkesudahan.