Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Pertanyaan apa saja yang akan diajukan pada 7 pos jembatan shirath?

0 Pendapat 00.0 / 5

Pertanyaan ini bertitik tolak dari sebuah riwayat yang dikutip oleh Ibnu Abbas dari Rasulullah Saw: “Tatkala gelanggang Kiamat digelar, Allah Swt menitahkan Malik untuk menyalakan dan mengobarkan tujuh neraka. Di samping itu, Allah Swt juga memerintahkan Ridwan untuk memperindah tujuh surga; Allah Swt berfirman kepada Mikail, “Wahai Mikail! Bentangkanlah jembatan shirat di atas neraka; lalu kepada Jibril, “Pasanglah teraju dan mizan amalan-amalan para hamba di bawah arsy dan berseru, “Wahai Muhammad! Dekatkanlah umatmu untuk perhitungan amalan.” Pada saat-saat itu, Allah Swt menginstruksikan supaya digelar tujuh jembatan di atas shirath yang panjangnya masing-masing 17 ribu Farsakh dan pada setiap jembatan terdapat tujuh puluh ribu malaikat berdiri dan bertanya kepada kaum pria dan wanita umat ini.

Pertanyaan-pertanyaan Tujuh Pos

Pos Pertama: Yang akan ditanyakan adalah wilayah dan kecintaan Ali bin Abi Thalib As serta kecintaan kepada Alu Rasulullah Saw. Apabila hak Ahlulbait As dan Imam Ali As dipenuhi di dunia dan membawa bekal ini bersamanya maka ia akan melintasi jembatan laksana kilat dan lolos dengan mudah pada pos pertama ini. Barang siapa yang tidak mencintai Ahlulbait Rasulullah Saw dan tidak memenuhi hak-hak mereka di dunia maka ia akan terperosok dan masuk ke dalam neraka meski perbuatan-perbuatan baiknya setara dengan amalan tujuh puluh orang shiddiq.[1]

Pos Kedua: Yang akan ditanyakan pada pos kedua ini adalah tentang salat; yaitu apakah engkau meyakini dan mengerjakan salat? Bagaimana engkau mengerjakan salat, apakah disertai dengan keikhlasan atau sekedar pamer?

Pos Ketiga: Yang akan ditanyakan pada pos ketiga ini adalah masalah zakat; yaitu apakah engkau menyerahkan zakat hartamu? Apakah engkau menyerahkannya kepada orang-orang yang membutuhkan atau tidak?

Pos Keempat: Yang akan ditanyakan pada pos keempat ini adalah masalah puasa; Apakah engkau berpuasa atau hanya menahan lapar dan dahaga saja? Ataukah seluruh anggota badanmu juga ikut berpuasa dan engkau meraih hasil orang-orang yang berpuasa yaitu takwa[2] atau tidak?

Pos Kelima: Yang akan ditanyakan pada pos kelima ini adalah tentang haji; Apakah engkau pergi haji dengan kemampuan finansial dan fisikal yang diberikan Allah Swt kepadamu atau tidak?

Pos Keenam: Yang akan ditanyakan pada pos keenam ini adalah ihwal jihad; apakah tatkala agama Allah Swt berada di ambang bahaya engkau mendengarkan instruksi wali-Nya dan angkat senjata membela agama Allah Swt? Atau engkau sebagaimana Khawarij dan Ahli Shiffin, Nahrawan membangkang sehingga singgasana keadilan jatuh di tangan orang-orang durjana?

Pos Ketujuh: Yang akan ditanyakan pada pos ketujuh ini adalah tentang keadilan; yaitu apakah engkau berlaku adil dan seimbang atau berlaku zalim?[3] Apabila ia dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan ini maka ia laksana kilat akan melintasi jembatan ketujuh dan apabila ia tidak memiliki jawaban maka ia akan dihukum dan diazab.[4]

Terdapat beberapa riwayat lainnya yang memiliki kandungan yang sama yang menyokong riwayat ini; di antaranya adalah sebuah riwayat yang dikutip oleh Anas bin Malik dari Rasulullah Saw yang bersabda, “Tatkala hari Kiamat tiba, Allah Swt akan mengumpulkan seluruh hamba-Nya semenjak awal hingga akhir pada sebuah tempat yang tinggi dan memasang jembatan di tepi neraka. Tiada satu pun yang melintasinya kecuali mendapatkan surat aman dari Baginda Ali As.”[5]

 

[1]. Shiddiq adalah seseorang yang membenarkan perintah Allah Swt dan para nabi. Tidak terbersit secuil pun keraguan dalam hatinya. Fadhl bin Hasan Thabarsi, Majma’ al-Bayân fi Tafsir al-Qur’ân, jil. 3, hal. 111, Intisyarat-e Nasir Khusruw, Teheran, 1372 S.

[2]. “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, supaya kamu bertakwa.” (Qs. Al-Baqarah [2]:183)

[3]. Ungkapan adil yang bermakna tidak bersikap zalim disebabkan oleh karena adil dan zalim dua hal yang saling bertolak belakang dan kontradiksi sebagaimana dalam definisi adil disebutkan meletakkan segala sesuatu pada tempatnya dan definisi zalim adalah meletakkan sesuatu selain pada tempatnya. Ibnu Manzhur Muhammad bin Mukarram, Lisân al-‘Arab, jil. 2, hal. 4, hal. 153, jil. 12, hal. 373, Dar Shadir, Beirut, 1414 H; Muhammad bin Ya’qub Kulaini, al-Kâfi, Riset oleh Ali Akbar Ghaffari dan Muhammad Akhundi, jil. 1, hal. 112, Dar al-Kutub al-Islamiyah, Teheran, Cetakan Keempat, 1407 H; Muhammad bin Husain Syarif al-Radhi, Nahj al-Balâghah (Subhi Saleh), Riset oleh Faidh al-Islam, hal. 553, Hijrat, Qum, Cetakan Pertama, 1414 H; Muhammad Saleh bin Ahmad Mazandarani, Syarh al-Kâfi, al-Ushûl wa al-Raudhah (lil Maula Saleh al-Mazandarani), Riset dan Korektor, Abu al-Hasan Sya’rani, jil. 9, hal. 358, al-Maktabat al-Islamiyah, Teheran, Cetakan Pertama, 1382 H.

[4]. Muhammad Baqir Majlisi, Bihâr al-Anwâr, Riset dan Korektor, Sekelompok Periset, jil. 7, hal. 331 dan 332, Dar Ihya al-Turats al-‘Arabi, Beirut, Cetakan Kedua, 1403 H; Mirza Habibullah Hasyimi Khui, Hasan Zadeh Amuli, Kumrei, Muhammad Baqir, Minhâj al-Barâ’ah fi Syarh Nahj al-Balâghah, Riset dan Koreksi oleh Ibrahim Miyaniji, jil. 6, hal 16, Maktabat al-Islamiyah, Cetakan Keempat, 1400 H; Muhammad bin Ali Ibnu Syahr Asyub Mazandarani, Manâqib Ali Abi Thâlib As, jil. 2, hal. 152, Allamah, Qum, Cetakan Pertama, 1379 H.

[5]. Bihâr al-Anwâr, jil. 7, hal. 332.