Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Keterjagaan

0 Pendapat 00.0 / 5

Ishmah (keterjagaan) (bahasa Arab: العصمة) berarti terjauhkan dari dosa dan maksiat kepada Allah swt. Keyakinan akan ishmah para Nabi dan imam, baik dari dosa-dosa yang sengaja maupun tidak termasuk doktrin dan keyakinan-keyakinan kelompok kaum Syiah. Ishmah dari kealpaan dan kesalahan dalam kehidupan sehari-hari para maksum ini termasuk hal yang menjadi perselisihan di kalangan para ulama.

Keyakinan akan kebenaran setiap agama dan pengejawantahan berdasarkan ajaran-ajarannya bertopang pada pembuktian kemaksuman Nabi agama tersebut. Dalam pembahasan interreligious, kemaksuman para Nabi dalam mendapatkan dan menyampaikan wahyu dibuktikan dengan dalil rasional; namun kemaksuman dalam lingkup praktik kehidupan mereka, mayoritas bertopang pada dalil naqli.

Definisi
Ishmah berarti penjagaan, terjaga, kesucian, penjagaan jiwa dari dosa, sarana menahan dan sarana penjagaan.

Para cendekiawan Muslim mengetengahkan pelbagai definisi tentang ishmah. Definisi paling populer adalah interpretasi berdasarkan karunia Allah atau lutf Ilahi. Berdasarkan hal ini, Allah memberikan ishmah kepada sebagian manusia dan dalam naungannya, pemilik ishmah selain mampu untuk berbuat dosa dan meninggalkan ketaatan, ia terjaga dari melakukan dosa dan meninggalkan ketaatan.

Pendapat Asy’ari: Para teolog Asy’ari dengan berlandaskan keyakinan keterpaksaan manusia dalam amal dan perilaku, mendefinisikan ishmah dengan tidak diciptakannya dosa dalam diri seorang maksum oleh Allah swt.
Pendapat Imamiyah dan Mu’tazilah: Para teolog Imamiyah dan Mu’tazilah dengan berlandaskan keyakinan baik dan buruk bersifat rasional dan kaidah
Luthf, ishmah adalah manusia meninggalkan dosa secara ikhtiyar, dengan perantara luthf yang telah diberikan oleh Allah kepadanya.

 Menurut Allamah Hilli, ishmah termasuk “luthf khafi” (karunia yang lembut dan tersembunyi) yang diberikan oleh Allah kepada seorang hamba-Nya, dimana tak ada lagi motivasi untuk meninggalkan ketaatan dan atau melakukan maksiat dalam dirinya; meski ia memiliki kemampuan untuk melakukannya. Sifat yang melekat ini (malakah) ini meski dari jenis takwa dan penjagaan, namun berada dalam tingkat yang lebih tinggi darinya, dimana mampu mencegah pemiliknya untuk melakukan setiap tindakan buruk, bahkan mampu mencegahnya dari memikirkan dosa dan menyebabkan terwujudnya kadar keyakinan umum tertinggi pada mereka.