Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Hidup Ikhlas: Jalan Menuju Kebahagiaan Sejati

0 Pendapat 00.0 / 5

Ikhlas, dalam Islam, adalah menerima segala ketentuan Allah SWT dengan hati lapang dan penuh keridhaan, baik itu berupa suka maupun duka. Hidup ikhlas tidak berarti pasrah dan tidak berusaha, melainkan menjalani hidup dengan penuh kesadaran bahwa segala sesuatu yang terjadi merupakan kehendak Allah SWT yang pasti mengandung kebaikan bagi hamba-Nya.

Hidup ikhlas memiliki banyak manfaat bagi kehidupan kita. Salah satunya adalah ketenangan hati. Ketika kita ikhlas, kita tidak akan mudah terpengaruh oleh hal-hal di luar diri kita, seperti rasa marah, iri, dan dendam. Hal ini membuat kita lebih mudah untuk menikmati hidup dan merasakan kebahagiaan sejati.

Selain ketenangan hati, hidup ikhlas juga membawa banyak manfaat lainnya, seperti:

1. Meningkatkan kesehatan mental dan fisik. Ketika kita tidak terbebani oleh pikiran negatif, kesehatan kita secara keseluruhan akan meningkat.
    
2. Menguatkan hubungan sosial. Hidup ikhlas membuat kita lebih mudah untuk memaafkan orang lain dan membangun hubungan yang lebih baik.
    
3. Meningkatkan rezeki. Allah SWT berjanji akan memberikan rezeki yang berlimpah kepada orang-orang yang ikhlas.

Untuk mencapai ikhlas, berikut adalah beberapa hal yang dapat kita lakukan:

1. Meningkatkan keimanan dan ketakwaan. Semakin kita yakin kepada Allah SWT, semakin mudah kita untuk ikhlas.
    
2. Merenungkan ayat-ayat Al-Quran dan hadits. Al-Quran dan hadits banyak mengajarkan tentang pentingnya ikhlas.
    
3. Bersyukur atas segala nikmat yang Allah SWT berikan. Ketika kita bersyukur, kita akan lebih mudah untuk menerima segala ketentuan Allah SWT.
    
4. Berdoa memohon kepada Allah SWT untuk diberikan keikhlasan.

Berikut adalah beberapa ayat Al-Quran dan hadis-hadis Ahlul Bayt as. Tentang pentingnya ikhlas:

1. Al-Quran (QS. Hud ayat 15):

 
مَنْ كَانَ يُرِيْدُ الْحَيٰوةَ الدُّنْيَا وَزِيْنَتَهَا نُوَفِّ اِلَيْهِمْ اَعْمَالَهُمْ فِيْهَا وَهُمْ فِيْهَا لَا يُبْخَسُوْنَ

“Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, maka Kami berikan kepadanya balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di akhirat tidak akan dirugikan.”

Ayat ini mengajarkan bahwa segala sesuatu yang kita dapatkan di dunia ini adalah pemberian Allah SWT. Maka, kita harus ikhlas menerimanya.

2. Hadits Ahlul Bayt as. (Imam Ali bin Abi Thalib as.):

“Keikhlasan adalah perisai yang memadamkan api kemarahan.”

Hadits ini mengajarkan bahwa ikhlas dapat membantu kita untuk mengendalikan emosi dan tidak mudah marah. Marah pada hakikatnya baik untuk pertahanan diri manusia, namun Ketika marah melibihi batas kewajaran, justru ini akan menyebabkan manusia keluar dari jalan Allah. Ikhlas menerima kenyataan sambil terus mencari Solusi permasalahan adalah cara untuk memadamkan kemarahan yang berlebihan.

3. Al-Quran (QS. Hadid ayat 23):

 
لِّكَيْلَا تَأْسَوْا عَلٰى مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوْا بِمَآ اٰتٰىكُمْۗ وَاللّٰهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُوْر

“Dan janganlah kamu bersedih hati terhadap apa yang luput dari kamu, dan janganlah terlalu gembira terhadap apa yang diberikan kepadamu. Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri.“

Ayat ini mengajarkan bahwa kita harus ikhlas menerima segala keadaan, baik senang maupun sedih. Rezeki setiap manusia sudah diukur berdasarkan kemampuan dan kapasitasnya dalam berusaha. Dalam keadaan senang dan sedih manusia selalu mendapatkan porsi rezeki dari Allah SWT. Manusia hanya bertugas untuk menggunakan rezekinya itu dengan cara yang dibenarkan syariat seperti membantu fakir miskin dan anak-anak yatim piatu.

4. Hadits Ahlul Bayt as. (Imam Ja’far ash-Shadiq as.):

“Ikhlas adalah tidak bergantung pada selain Allah.”

Hadits ini mengajarkan bahwa ikhlas adalah ketika kita hanya bergantung kepada Allah SWT dan tidak mengharapkan apapun dari selain-Nya. Dalam semua kondisi kehidupan, jika kita bergantung dan merasakan bahwa Allah selalu melihat kita, maka niscaya kita akan terkontrol dan terlepas dari berperilaku atau berkata buruk.

 5. Al-Quran (QS. An-Nisa’ ayat 100):

 
وَمَن يُهَاجِرْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ يَجِدْ فِى ٱلْأَرْضِ مُرَٰغَمًا كَثِيرًا وَسَعَةً ۚ وَمَن يَخْرُجْ مِنۢ بَيْتِهِۦ مُهَاجِرًا إِلَى ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ ثُمَّ يُدْرِكْهُ ٱلْمَوْتُ فَقَدْ وَقَعَ أَجْرُهُۥ عَلَى ٱللَّهِ ۗ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا

“Barangsiapa yang berhijrah di jalan Allah, niscaya dia akan mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menjemputnya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh pahalanya telah menjadi tanggungan Allah. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Dengan memahami ayat ini, kita diajari Allah supaya tidak putus asa untuk mencari rezeki dimanapun di muka bumi dengan cara yang halal. Tidak ada seekor hewan pun yang tidak diberi karunia oleh Allah. Di bumi Allah yang luas ini, tidak spatutnya kita ragu dan khawatir karena manusia diciptakan sudah dilengkapi dan dicukupi kebutuhannya oleh Allah SWT.

6. Hadits Ahlul Bayt as. (Imam Muhammad al-Baqir as.):

“Ikhlas adalah membersihkan amalan dari riya’.”

Hadits ini mengajarkan bahwa ikhlas adalah ketika kita melakukan amalan dengan tujuan semata-mata untuk mendapatkan ridha Allah SWT, bukan untuk dipuji oleh manusia. Pujian yang hakiki hanyalah untuk Allah, karena Allahlah pemilik segala sesuatu. Harta, anak, istri, kekuasaan, bahkan umur kita hanyalah titipan Ilahi. Semua dipinjamkan pada manusia secara cuma-cuma oleh Allah, karena itulah apakah layak kalau kita yang lemah ini merasa riya dan bangga diri??