Keutamaan Imam Ali as. Tak Terhapuskan
- Dipublikasi pada
-
- pengarang:
- Ayatullah Husain Mazhahiri
- Sumber:
- Jihad Melawan Hawa Nafsu
Membicarakan perihal sosok Amirul Mukminin Ali as. bukanlah sesuatu yang mudah. Jika
kita mengatakan jalan yang lurus itu lebih halus daripada sehelai rambut dan lebih tajam
daripada sebilah pedang, maka kita harus mengatakan bahwa contoh dari hal itu ialah
pembicaraan mengenai Amirul Mukminin Ali as. Banyak sekali buku yang telah ditulis
mengenai Amirul Mukminin, dan banyak sekali syair yang telah dikatakan tentang beliau.
Baik musuh maupun teman, Muslim maupun non-Muslim telah memberikan kesaksian akan
hak-hak Imam Ali as.
George Jordac misalnya, ia telah menulis sebuah buku tentang Amirul Mukminin dengan
judul Ali dan Suara Keadilan Kemanusiaan. Di dalam bukunya itu, dengan rinci dan menarik.
George Jordac berbicara mengenai ilmu dan perjalanan hidup Imam Ali as. Buku ini
sedemikian bagusnya sehingga seolah-olah merupakan sebuah ensiklopedia. Demikian
juga buku yang telah ditulis oleh Abbas Mahmud al-Akkad dengan judul Kejeniusan Imam
Ali. Begitu juga Ahmad Taimur telah menulis buku tentang Imam Ali dengan judul Ali bin
Abi Thalib. Selanjutnya Thaha dan Taufik al-Fakiki. Semua buku ini ditulis bukan oleh orang
Syiah.
Imam Ali telah mendorong umat untuk mencari ilmu, dan menjadikannya sebagai pelita
bagi mereka. Beliau telah menguasai pengetahuan dan menjelaskan jalan yang lurus kepada
manusia sehingga jalan yang lurus itu benar-benar menjadi jelas bagi mereka. Dia juga
telah menetapkan ajaran-ajaran yang dibentengi dengan kebenaran dan kebaikan.
Imam Ali as. telah meniti jalan khusus di dalam pengetahuannya. Dia mengangkat derajat
ilmu dan orang berilmu. Karena, dia tahu betul bahwa kemanusiaan dapat bangkit dengan
perantaraan keduanya, dan dengan keduanya pula manusia mampu memanfaatkan hidup
dalam bentuk yang paling utama.
Pandangan Imam Ali as. tentang kebenaran merupakan pandangan irfani dan kemanusiaan,
yang membawa manusia kepada kebahagiaan dan kenyamanan. Karena, kebenaran adalah
sesuatu yang lebih berhak untuk diikuti. Dengan kebenaran, hukum dan masyarakat dapat
berpadu dalam satu kemaslahatan; dengan kebenaran, manusia dapat mengetahui
kemanusiaannya; dan dengan kebenaran, keadilan sosial dapat menyebar dari dan kepada
masyarakat.
Penulis kitab al-Manaqib telah menukil dari Zamakhsyari di dalam kitabnya al-Mustashqa
mengenai putusan seorang hakim. Penulis kitab al-Manaqib itu menceritakan, Amirul
Mukminin Ali as. melihat seorang pemuda yang sedang menangis, lalu dia pun menanyakan
apa sebabnya. Pemuda itu menjawab: “Ayah saya telah bepergian dengan mereka, namun
tatkala mereka kembali ayah saya belum juga kembali, sementara ayah saya mempunyai
harta yang banyak. Lalu saya mengadukan mereka kepada hakim, namun hakim justru
memvonis saya.”
Mendengar itu, Imam Ali a.s. menyelidiki kejadian yang sesungguhnya. Dia melakukan
sesuatu yang berbeda dengan hakim tadi di dalam menetapkan hukumnya. Imam Ali as.
mencari bukti-bukti, namun dia tidak dapat memintanya dari pemuda itu. Seorang hakim
harus mempunyai cara-cara tertentu untuk bisa mengumpulkan bukti-bukti dan
menyelidiki perkara, untuk kemudian menjatuhkan putusan. Imam Ali as. telah
menggunakan satu cara dalam mengungkap perkara ini.
Imam Ali as. memanggil salah seorang dari mereka dan menanyainya tentang segala
sesuatu yang berkaitan dengan perjalanan mereka dan orang yang terbunuh bersama
mereka. Kemudian Imam Ali mengucapkan takbir, dan demikian juga orang yang
bersamanya. Ucapan takbir itu diucapkannya dengan suara yang keras sehingga terdengar
oleh para tertuduh lainnya, namun para tertuduh lainnya itu tidak menghadiri pembicaraan
temannya yang sedang diperiksa, sehingga mereka mengira bahwa temannya itu telah
mengakui kejahatannya.
Kemudian Amirul Mukminin a.s. memerintahkan supaya dia dibawa ke penjara. Selanjutnya
Amirul Mukminin as. memanggil seorang lagi dari mereka, dan manakala orang itu masuk,
dengan tiba-tiba Amirul Mukminin as. berkata: “Kamu mengira saya tidak tahu apa yang
telah kamu perbuat?”
Maka orang itu pun mengakui perbuatannya. Setelah itu Imam Ali as. memanggil semuanya,
dan mereka semua pun mengakui perbuatan mereka.
Bersambung ....