Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Ayat Najwa (2)

1 Pendapat 05.0 / 5

Mengapa Membayar Sedekah Sebelum Mengadakan Pembicaraan Khusus dengan Nabi saw

Menurut pernyataan Ayatullah Makarim Syirazi ahli tafsir Alquran, sebab diwajibkannya membayar sedekah sebelum mengadakan pembicaraan khusus (najwa) dengan Nabi saw ialah supaya perbuatan itu lebih bersih untuk kaum muslimin; karena dari satu sisi mengeluarkan sedekah mendatangkan pahala dan kebaikan untuk orang-orang kaya serta menjadi sarana membantu orang-orang fakir, dan dari sisi lain karena perbuatan ini membersihkan hati-hati orang kaya dari kecintaan kepada harta dunia dan menghilangkan kesedihan dari hati-hati orang fakir, maka itu lebih bersih.[5] Demikian juga Allamah Thabathabai memandang kewajiban orang-orang kaya membayar sedekah kepada orang-orang fakir sebelum berbicara rahasia dengan Nabi saw karena alasan ini bahwa perbuatan ini (bayar sedekah) membuat hati-hati mereka semakin dekat satu sama lain dan menghilangkan kedengkian.[6]

Dalam kelanjutan ayat, Allah memaafkan orang-orang fakir dari membayar sedekah supaya mereka tidak terhalangi dari menyampaikan masalah-masalah penting atau kebutuhan-kebutuhannya di hadapan Nabi saw dengan cara bicara khusus dan rahasia. Sebagaimana dalam Tafsir Nemuneh disebutkan bahwa turunnya ayat ini menyebabkan diujinya sejumlah besar dari orang-orang muslim yang menampakkan kecintaan mereka kepada Nabi saw sehingga paremeter kecintaan mereka jelas.[7]

Manfaat Pensyariatan Hukum Sedekah Sebelum Mengadakan Pembicaraan Khusus dengan Nabi saw

Fakhru Razi dalam Tafsir al-Kabir menyebutkan manfaat-manfaat pensyariatan hukum membayar sedekah sebelum berbicara rahasia dengan Nabi saw. Di antaranya adalah: pemulian Rasulullah saw, pengagungan munajat dan berbicara dengan beliau, pemanfaatan sedekah oleh orang-orang fakir, meningkatnya kedudukan dan martabat orang-orang fakir, merendahnya derajat orang-orang kaya karena enggan membayar sedekah sebelum melakukan pembicaraan rahasia dengan Nabi saw, menciptakan kesempatan kepada Nabi saw untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan pribadi dan ibadah, dan diujinya kaum muslimin dengan harta dunia.[8]

Penghapusan Hukum Sedekah Sebelum Melakukan Pembicaraan Khusus dengan Nabi saw

Ayat Najwa dihapus dengan ayat berikutnya (ayat 13 surah Al-Mujadalah). Setelah disyariatkannya hukum sedekah sebelum melakukan pembicaraan rahasia dengan Nabi saw, tak satu pun dari kaum muslimin selain Imam Ali as menjalankan hukum tersebut.[9] Karena alasan ini, Allah pada ayat berikutnya selain mencela kaum muslimin yang enggan membayar sedekah karena takut fakir, juga mencabut hukum wajibnya sedekah itu dan memaafkan kesalahan mereka dalam hal tidak mematuhi perintah ini. Dan sebagai gantinya, Ia menekankan untuk menjalankan kewajiban-kewajiban yang lain, menjauhi hal-hal yang diharamkan dan menaati Allah dan Rasul-Nya.[10]

Beberapa ahli tafsir juga meyakini bahwa turunnya ayat ini sejak awal bersifat sementara, itu karena sebuah ujian untuk orang-orang muslim. Dengan berakhirnya ujian ini maka (hukum) ayat pun dihapus. Sebab, pemberlakuan kewajiban bayar sedekah sebelum mengadakan pembicaraan rahasia dengan Nabi saw untuk waktu selanjutnya akan menimbulkan beberapa problem di tengah masyarakat sosial. Karena, terkadang muncul masalah-masalah urgen dan harus disampaikan secara khusus kepada Nabi saw, dan seandainya hukum sedekah tetap berlaku, boleh jadi masalah-masalah urgen tadi terlewatkan dan individu-individu atau masyarakat Islam akan mengalami bahaya dan kerugian.[11]

Hanya Ali as Pengamal Ayat

Menurut penukilan Fadhl bin Hasan Thabrisi, mayoritas mufasir Syiah dan Ahlusunnah berkeyakinan bahwa satu-satunya orang yang mengamalkan ayat Najwa adalah Imam Ali as.[12] Dalam sebuah hadis dari Imam Ali as ditegaskan bahwa ada satu ayat dalam Alquran yang mana seseorang sebelum dan sesudahku tidak mengamalkannya dan tidak akan mengamalkannya. Aku mempunyai satu Dinar dan menukarnya menjadi sepuluh Dirham, setiap kali aku hendak berbicara rahasia (najwa) dengan Nabi saw, satu dirham aku sedekahkan.[13]

1. Thabathabai, al-Mizan, 1390 H, jld. 19, hlm. 189
    
2. Allamah Hilli, Nahj al-Haq, 1407 H, hlm. 182-183; Majlisi, Bihar al-Anwar, 1407 H, jld. 35, hlm. 376; Maybadi, Kasyf al-Asrar wa ‘Iddah al-Abrar, 1371 HS, jld. 10, hlm. 20-21
    
3. Wahidi, Asbab al-Nuzul, terjemahan Dzakawati, 1386 HS, hlm. 220-221
    
4. Alusi, Ruh al-Ma’ani, 1415 H, jld. 14, hlm. 224
    
5. Makarim Syirazi, Tafsir Nemuneh, jld. 23, hlm. 448
    
6. Thabathabai, al-Mizan, jld. 19, hlm. 189
    
7. Makarim Syirazi, Tafsir Nemuneh, jld. 23, hlm. 448
    
8. Fakhrurazi, al-Tafsir al-Kabir, jld. 29, hlm. 495
    
9. Suyuthi, al-Dur al-Mantsur, jld, hlm. 185
    
10. Thabathabai, al-Mizan, jld. 19, hlm. 189-190
    
11. Makarim Syirazi, Tafsir Nemuneh, jld. 23, hlm. 452
    
12. Thabrisi, Majma’ al-Bayan, jld. 9, hlm. 380
    
13. Fakhrurazi, al-Tafsir al-Kabir, jld. 29, hlm. 495