Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Kehidupan Sayidah Nargis; Ibunda Imam Mahdi Afs (Part. 1)

0 Pendapat 00.0 / 5

Sayidah Nargis sebelumnya bernama Susan dan Raihanah, juga dikenal dengan Putri Malika adalah seorang putri yang dari pihak ayah merupakan keturunan dari kekaisaran Romawi Timur, Kaisar Mikhael III (228 HQ-253 HQ) yang tinggal di Konstatinopel. Ayah putri Malika bernama Yusya’.[1] Sedangkan dari pihak ibu merupakan keturunan dari Washi Nabi Isa as, Syam’un yang juga dikenal dengan nama Petrus.[2]

Sayidah Nargis menghabiskan masa kanak-kanak hingga remaja di istana. Ibundanya sering menceritakan kisah-kisah Syam’un untuknya, sehingga terekam dalam pikiran dan hatinya dan menjadikannya seorang pribadi yang religius.

Kaisar memberikan perhatian dan kecintaan khusus kepada Sayidah Nargis. Karena itu, para pembesar istana menitipkan pendidikan dan pengajaran akhlak serta etika sosial kepada guru-guru terbaik di Konstatinopel. Mereka juga menetapkan pelajaran Bahasa Romawi dan Bahasa Arab, hingga beliau dapat menguasai Bahasa Arab dengan baik.[3]

Ketika berusia tiga belas tahun, kaisar menyarankan agar Sayidah Nargis dijodohkan dengan pangeran lainnya dari cucunya. Keputusan Kaisar pun harus dilaksanakan, maka ditentukan hari pernikahannya. Semua hal telah dipersiapkan dengan baik, termasuk undangan untuk para tamu dari semua kalangan. Hari pernikahan pun tiba,[4]setelah kaisar tiba, prosesi akad pernikahan pun akan segera dimulai, kedua mempelai telah siap, Uskup Agung pun telah siap untuk membacakan akad pernikahan mereka. Tiba-tiba, perisiwa menakutkan terjadi dalam istana seperti gempa yang menggoncang istana, tahta untuk kedua mempelai pun patah rusak, mempelai laki-laki terjatuh pingsan, wajah semua orang pucat pasi ketakutan. Wajah Uskup Agung pun tampak pucat, menghadap ke arah Kaisar seraya berkata, “Tuanku, maafkan kami tidak dapat melanjutkan pertalian jodoh ini. Pertalian jodoh ini akan membawa kebinasaan agama Kristen dan Kekaisaran Romawi.” Kaisar pun setuju dengan pendapatnya dan menganggap hal itu sebagai firasat buruk.

Namun, tidak lama kemudian Kaisar memerintahkan untuk kembali menjodohkan Putri Malika dengan pangeran lainnya. Namun, saat akad nikah akan dimulai seperti sebelumnya, peristiwa menakutkan kembali terjadi. Kaisar sangat terpukul menyaksikan kedua peristiwa yang terjadi saat prosesi pernikahan cucu tercintanya. Beliau pun pergi meninggalkan majlis menuju istananya dalam keadaan sangat sedih.[5] Sayidah Nargis pun sangat sedih mengalami kedua peristiwa tersebut dan terus memikirkannya.

Mimpi Sayidah Nargis

Batalnya prosesi kedua akadnya, juga peristiwa menakutkan pada saat itu, senantiasa mengganggu pikiran Sayidah Nargis. Suatu hari, beliau berpikir sangat mendalam hingga larut dalam pikirannya dan tertidur pulas. Dalam mimpi beliau melihat suasana di istana Kekaisaran Romawi, namun orang-orang yang hadir bukanlah orang-orang istana yang dikenalnya. Beliau melihat Nabi Muhammad Saw melamarnya kepada Nabi Isa as.

Beliau mengingat mimpi yang dialaminya. Mimpi aneh yang tak bisa hilang dari pikirannya. Pertalian jodohnya dengan Hasan al-Askari dari keturunan Nabi Muhamad saw terus membuatnya hanyut dalam pikirannya.

Sayidah Nargis tidak pernah menceritakan mimpinya kepada ayahnya juga Kaisar. Namun dengan sebab yang tidak diketahui, perlahan-lahan beliau tidak mau makan dan minum hingga akhirnya tubuhnya menjadi lemah dan sakit. Ayah Sang Putri dan Kaisar sangat bersedih melihat kondisinya. Untuk kesembuhan Sang Putri, semua tabib terbaik didatangkan untuk mengobatinya, namun tidak ada yang berhasil. Akhirnya Kaisar menjenguknya dan berkata, “Wahai cahaya mataku, apakah engkau punya keinginan agar aku dapat memenuhinya?”

“Kakek, aku melihat semua sarana pengobatan tertutup untukku. Aku tak bisa sembuh. jika engkau berhenti menyiksa tahanan dan tawanan muslim, membuka rantai kaki dan borgol tangan mereka, engkau pun menyiapkan kebebasan mereka, aku berharap Nabi Isa dan Bunda Maryam akan memberikan kesembuhan kepadaku.” Jawab Sang Putri lembut.

Demi kesembuhan cucu tercintanya Kaisar pun memenuhi semua permohonannya, memberikan perintah untuk berhenti menyiksa para tawanan muslim dan membebaskannya. Sayidah Nargis sangat senang saat mengetahui kebijakan-kebijakan tersebut dan kondisinya perlahan membaik.

Sayidah Nargis kembali bermimpi dimana Sayidah Fathimah as mendatanginya, bersamanya Sayidah Maryam yang diiringi ribuan perempuan surga. Sayidah Maryam melihat ke arahnya seraya berkata, “Ini penghulu wanita, ibu dari suamimu, Abu Muhamad (Hasan).”

Setelah mendengar hal itu, Sayidah Nargis menatap Sayidah Fathimah dan menangis,  “Kenapa Abu Muhamad tidak mau bertemu denganku?”

“Anakku, Abu Muhamad tidak akan menemuimu selama engkau masih menyekutukan Allah (konsep Trinitas dalam agama Kristen). Saudariku, Maryam juga berlepas tangan dari keyakinan itu. Jika engkau ingin meraih keridhaan Tuhan, Isa, Maryam, dan berharap bertemu dengan Abu Muhamad, maka ucapkanlah, “ Sesungguhnya aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad utusan Allah.”

Setelah bersyahadat, kemudian Sayidah Fathimah memeluknya seraya berkata, “Sekarang tunggulah pertemuan dengan Abu Muhamad, aku akan mengirimnya kepadamu!”

Sayidah Nargis sangat bahagia karena kabar gembira dalam mimpinya dan terbangun, seraya berguman, “Betapa bahagianya pertemuan dengan Abu Muhamad, aku sangat merindukan pertemuan ini.”

Tiga hari kemudian, dalam mimpi ketiganya, Sayidah Nargis bertemu dengan Imam Hasan Al-Askari.[6]

Sayidah Nargis Kembali bermimpi bertemu Imam Hasan Al-Askari yang memberitahukan tentang rencana Kaisar dan arahan-arahan yang harus dilakukan oleh Sayidah Nargis, “Kakekmu pada hari tersebut akan melakukan penyerangan besar-besaran kepada pasukan Islam. Pada saat perang, kenakanlah baju pelayan istana dan bergabunglah dengan pasukan Romawi, sedemikian rupa buatlah dirimu menjadi seorang tawanan pasukan Islam.”

Setelah bangun, setelah mendapat info dari mimpinya, beliau mempersiapkan semua rencana yang akan dilakukan sesuai arahan Imam Hasan al-Askari. Untuk mencapai tujuannya Sang Putri harus menangung semua derita dan kesulitan.[7]

Ditawannnya Sayidah Nargis

Sayidah Nargis dengan arahan Imam Hasan Al-Askari dalam mimpinya, ikut dalam salah satu peperangan hingga akhirnya menjadi tawanan bersama para pelayan dan tentara Romawai lainnya. Usai peperangan, sebagai Ghanimah, beliau pun jatuh ke tangan seorang muslim tua. Orang tua itu pun kemudian menanyakan namanya. Karena tidak ingin diketahui identitasnya, Sang Putri pun memperkenalkan dirinya dengan nama ‘Nargis’. Pasukan Islam membawa bagiannya masing-masing hingga mendekati kota Bagdad dan perahu-perahu pembawa para budak pun berhenti di tepi jembatan sungat Furat. Para pembeli budak sudah berkumpul menunggu di tepi sungai Furat. Sementara Sayidah Nargis dengan menutupi wajahnya tengah menunggu utusan dari Samara yang bertanggungjawab untuk membeli dan membawanya ke Samara.[8]

[1] Will Durant, Tarikh Tamaddun, jil 4, hal 550; Tim peneliti Baqirul Ulum, Banwane Nemune, hal 607

[2] Syeikh Shaduq, kamaluddin, hal.s 415; Syeikh Thusi, Kitabul Ghaibah, hal. 123; Tim peneliti Baqirul Ulum, Banwane Nemune, hal 607.

[3] Syeikh Shaduq, Kamaludin, jil 2, hal 416; Tim peneliti Baqirul Ulum, Banwane Nemune, hal 610-611.

[4] Tarikh Kilisaye Qadim dar Ampriture Rom wa Iran, hal. 239; Tim peneliti Baqirul Ulum, Banwane Nemune, hal. 611.

[5] Syeikh Shaduq, Kamaludin, jil 2, hal 417; Thabari, Dalailul Imamah, hal 263; Syeikh Thusi, Kitabul Ghaibah, hal. 123; Tim peneliti Baqirul Ulum, Banwane Nemune, hal. 612.

[6] Syeikh Shaduq, Kamaludin, jil 2, hal 417; Thabari, Dalailul Imamah, hal 263; Tim peneliti Baqirul Ulum, Banwane Nemune, hal. 614-615.

[7] Syeikh Shaduq, Kamaludin, jil 2, hal. 417; Syeikh Thusi, Kitabul Ghaibah, hal. 124; Tim peneliti Baqirul Ulum, Banwane Nemune, hal. 616

[8] Syeikh Shaduq, Kamaludin, jil 2, hal. 415; Syeikh Thusi, Kitabul Ghaibah, hal. 124; Tim peneliti Baqirul Ulum, Banwane Nemune, hal. 617.