Kontrasepsi dalam Pandangan Islam (1)
Pendahuluan
Di antara makhluk Allah Swt, manusia memiliki kelebihan yang khusus yaitu kelayakan menerima kewajiban sedangkan makhluk Allah lainnya tidak memiliki kelayakan ini. Manusia merupakan sebuah jisim nami yang mempunyai sifat-sifat makan, berkembang dan berketurunan, dan juga memiliki sifat-sifat hewani seperti berekehandak, bergerak berdasarkan kehendak, insting syahwat.
Dari sisi lain manusia mempunya ruh mujarrad dan akal yang dengannya ia dapat berfikir tentang akibat-akibat perbuatannya, dan dari sini dia dapat mengontrol dan dapat mengendalikan keinginan-keinginan dan kecenderungan nafsunya. Dan dengan gabungan akal dan syahwat inilah, jika manusia dapat menundukkan syahwatnya maka dia akan lebih baik dari malaikat, namum jika syahwatnya dapat mengalahkan akalnya maka dia akan lebih buruk dari hewan.
Berkembang dan berketurunan selain menjadi ciri khas binantang begitu juga menjadi ciri khas manusia. Dimana hal itu juga harus diatur oleh syariat, sehingga akan menghasilkan generasi yang selamat jiwa dan raganya.
Perkawinan dan Memiliki Anak
Islam mensyariatkan adanya sebuah perkawinan. Perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara laki-laki dan perempuan. salah satu tujuan perkawinan adalah mendapatkan keharmonisan dunia dan akhirat. Terdapat banyak faktor penyebab adanya keharmonisan dalam rumah tangga, salah satunya adalah hadirnya seorang anak di dalam sebuah keluarga dan anak-anak kita kelak akan menjadi regenerasi manusia di muka bumi ini.
Mulai dari proses akad nikah, adab mendatangi pasangan, ketentuan saat dan pasca melahirkan, mendidik anak untuk tumbuh-kembang, dan membina rumah tangga dalam keta’atan, telah diatur sedemikian rupa dan telah dijelaskan oleh baginda Rasulullah saw dan para makshumin secara sempurna. Oleh sebab itu, syari’at memerintahkan manusia untuk menikah, memiliki anak keturunan dan menjaga keberlangsungan hidup manusia itu sendiri.
Memiliki anak merupakan anugerah terbesar yang Allah Swt berikan kepada setiap pasangan bahkan di saat pasangan belum dikaruniai anak, ada sebagian praktik masyarakat mengambil anak asuh atau mengadopsi anak orang lain sebagai anak angkat, dikarenakan momen yang paling dinantikan oleh setiap pasangan tanpa terkecuali keluarga besar dari suatu pernikahan adalah hadirnya sang buah hati dan terpenuhinya harapan untuk mendapatkan momongan sebagai penyempurna kebahagiaan dalam rumah tangga. Sehingga etos kerja mengais rizki akan semakin besar seiring dengan hadirnya anak keturunan dalam keluarga karena bertambah kebahagiaan yang berbanding lurus dan bertambahnya tanggung jawab dalam hal memberi nafkah.
Namun, hal ini menjadi sedikit berbeda di saat ada pasangan yang meyakini bahwa perkara mendapatkan keturunan adalah sesuatu yang tidak penting, sehingga mereka hanya membatasi satu atau dua orang anak saja atau seperti sekelompok orang yang memang hidup pernikahannya tidak menginginkan anak sama sekali sebagaimana mereka yang hidup dengan child-free yang akhir akhir ini mendadak populer di tengah masyarakat. Tentu saja, konsep tersebut dibarengi dengan pro dan kontra yang ada. Banyak pihak yang menentangnya, tapi tak sedikit pula yang memberikan dukungan. Menurut Cambridge Dictionary, child-free adalah sebuah konsep di mana seseorang memilih untuk tidak memiliki anak, atau tempat dan situasi yang tanpa ada kehadiran anak.
Banyak faktor mengapa sebagian orang tidak ingin memiliki keturunan atau hanya dengan membatasi keturunan yang dimilikinya. Penyebab seseorang atau pasangan tidak ingin memiliki anak dapat digolongkan dalam dua kluster besar. Pertama, pilihan atau keinginan sendiri. Kedua, karena suatu akibat, misalnya karena faktor kesehatan, atau faktor lain yang tidak diketahui sehingga tidak dapat memiliki anak. Kedua penyebab ini meliputi berbagai aspek, mulai dari kondisi fisik, psikologis, ekonomi sosial, dan budaya.
Bersambung...