SIMPLE AND COMPLEX: SEBUAH ILUSTRASI PARADOKS EPISTEMOLOGIS(1)
Agus adalah tipe orang yang berpikir simple dan cenderung meremehkan teori bahkan tak jarang mencemooh analisa dan segala pernyataan ilmiah dengan menyebutnya ruwet, lebay, sok ilmiah, sok filosofis, tidak aplikatif, tidak praktis dan ucapan-ucapan senada.
Suatu hari setelah menerima gaji awal bulan Agus mengambil keputusan membeli sebuah alat elektronik merek ternama yang belakangan ini diiklankan secara gencar di televisi.
Sesampainya di toko khusus barang elektronik itu, Agus langsung menemui pegawai dan menyebut merek barang yang diinginkannya. Saking bersemangatnya karena pengaruh iklannya yang menarik, Agus tidak menanyakan harganya. Ia hanya menyuruh pegawai itu mengemasnya. Namun penjual itu menawarkan kepada Agus memeriksa barang itu untuk memastikan pembeli tidak salah beli. Saat petugas hendak membuka kardus untuk memperlihatkan segel, Agus menolak. “Saya sudah tahu. Anda tidak perlu membuktikan keasliannya. Saya tidak punya waktu banyak,” ujarnya tenang.
Selanjutnya, sesuai prosedur pelayanan konsumen, pegawai itu minta izin untuk menjelaskan cara penggunaan dan fitur-fitur barang itu. Lagi-lagi Agus menolak tawaran itu. “Anda tidak perlu menghabiskan waktu untuk menjelaskan cara menggunakan barang ini. Saya punya banyak alat elektronik. Saya cukup mengerti soal itu.
Ketika mendapatkan keterangan harganya, Agus mengurungkan niatnya membelinya dengan uang kontan yang telah dipersiapkannya. Agus terpaksa membelinya dengan kartu kredit. Saat pegawai itu baru membuka mulut untuk menjelaskan sistem angsuran dan bunganya, Agus yang mulai tidak betah di toko itu menyela, “Mas, tolong Anda gesek kartu kredit ini secepatnya. Saya tidak merasa perlu diajari tentang sistem pembayaran angsuran dan persentase bunganya, karena saya sudah terbiasa dengan transaksi non tunai.
Agus benar-benar kehilangan kesabaran saat pegawai itu mulai memberikan penjelasan tentang garansi dan detail sistem perbaikan dan ganti barang. Dia kali ini dengan suara bernada agak tinggi, Agus memohon pegawai itu berhenti melanjutkan penjelasannya. “Jangan menggurui saya soal komplain. Saya tahu syarat-syarat mendapatkan garansi karena saya sering membeli barang-barang elektronik,” sergahnya
“Ok, kalau begitu. Mohon maaf, Pak. Saya hanya melaksanakan tugas sebagai pegawai untuk melayani pembeli,” ucap pegawai itu sopan.
Agus pun membawa barangnya. Sesampainya di rumahnya, Agus langsung menghubungkan kabelnya ke listrik lalu menekan tombol powernya.
Televisi baru itu langsung menyala. Tapi bukan gambar yang muncul tapi kembang api di belakangnya. Beberapa detik kemudian padam.
Agus urung gembira. Ia kaget. Tak lama kemudian ia menelepon toko. Pegawai yang tadi melayaninya mengangkat.
“Ada yang bisa kami bantu?” tanyanya ramah.
“Begini. Saya komplain karena barang yang Anda jual itu barang rusak.”
“Tidak mungkin pak. Kami bermaksud menunjukkan segelnya sebagai bukti, tapi Bapak menolak saat kami akan membuka kardusnya.”
“Ya sudahlah. Saya minta diganti. Kan ada garansinya.”
“Nah itu masalahnya, Pak. Sebenarnya kami juga bermaksud menjelaskan tentang syarat-syarat garansi termasuk bila barang yang dibeli itu rusak karena pemakaian konsumen, pihak penjual tidak memberikan garansi penggantian barang.”
“Jadi, bagaimana mas?”
“Yah, kami sangat menyesal tidak bisa memenuhi keinginan Bapak.”
“Hah?!!!”
Orang Sederhana
Budi adalah tipe manusia yang rela berpikir rumit, telaten mencari argumen dan tidak mudah puas dengan retorika tanpa logika.
Suatu hari Budi hendak membeli alat elektronik. Sebelum memustukan untuk membeli, dia mengumpulkan data-data spesifikasi beragam merek dari intenet dan beberapa toko yang menjualnya serta membandingkan harganya masing-masing.
Bersambung...