"SAMPAIKANLAH DARIKU WALAU SATU AYAT!" (1)
Post-truth mendorong siapapun untuk berekspresi dan merespon terhadap apapun. Inilah yang disebut "Matinya Kepakaran" oleh Tom Nichols.
Tak ada lagi norma pakem dalam etika. Yang terjadi adalah kompetisi menjadi influencer. Kegenitan menggantikan kepakaran, kehebohan menggeser otentisitas dan algoritma mengkudeta logika.
Lalu agama di mana? Bagaimana nasib anjuran-anjuran meraih pahala? Hanya klise dan bagian dari proyeksi clickbait. Seketika, satu umat jadi ulama, seolah tak ada lagi batas jelas antara dokter dan pasien. Inilah malpraktek massal yang menyuguhkan lomba pernyataan dan konten tentang agama dengan dijustifikasi hadis "Sampaikanlah dariku walaupun satu ayat."
Salah satu penyebab kekacauan pemahaman tentang agama di tengah masyarakat Muslim dan kesalahpahaman non Muslim tentang Islam adalah musnahnya komitmen terhadap asas kompetensi dan hilangnya wibawa agama adalah kegemaran masif awam dalam berdakwah karena mengira hal itu dianjurkan sesuai hadis viral "sampaikan dariku walau satu ayat.'
Diriwayatkan dari Abdullah ibn Amr: Bahwa Nabi saw bersabda: "Sampaikan dariku walaupun satu ayat dan ceritakanlah (apa yang kalian dengar) dari Bani Isra'il dan itu tidak apa (dosa). Dan barang siapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja maka bersiap-siaplah menempati tempat duduknya di neraka."
Bila diterima sebagai, maka teks tersebut tidak bisa dipahami secara mentahan sebagai kewajiban bagi setiap orang untuk bertablig dan menyampaikan ajaran Islam tanpa didasarkan pada konsepsi komprehensifnya.
Siapa yang Memerintahkan
"Sampaikanlah" (بلغوا) adalah kata kerja perintah atau "fil al-amr" yang diucapkan oleh pemberi perintah.
Dalam konteks ini, pemberi perintah adalah (diyakini sebagai ucapan) Nabi SAW yang merupakan individu paling bijak dan logis tentu menginginkan ajaran yang dibawanya disampaikan secara efektif dan tidak justru menimbulkan efek kontraproduktif yang bertentangan dengan ajarannya.
Siapa Yang Diperintahkan?
"Sampaikanlah" adalah kata kerja perintah dengan objek plural atau jamak' yang ditujukan kepada pihak yang diperintahkan atau diberi perintah.
Dalam konteks pihak yang mendapatkan perintah adalah yang mampu, bukan sekadar mau melaksanakan perintah. Artinya, penyampai haruslah orang memenuhi syarat-syarat minimal sebagai penyampai (muballig) seperti bekal pengetahuan dan aspek-aspek lain yang bertautan dengannya.
Apa yang diperintahkan?
Yang diperintahkan dalam teks tersebut adalah menyampaikan. Penyampaian berarti membuat pernyataan terucap atau tertulis dengan tujuan dipahami dan diterima oleh pihak lain, pendengar atau pembaca.
Bila disebut "menyampaikan", maka harus memuat unsur-unsur pentingnya, yaitu subjek atau pihak yang memberikan, objek atau pihak penerima dan sesuatu yang disampaikan atau info.
Bersambung ....