Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Aliran Politik Imam Ali, Politiknya Para Nabi (1)

1 Pendapat 05.0 / 5

Politik para utusan Tuhan didasarkan pada prinsip kerja sama, bukan pada upaya penentangan demi mempertahankan kekuasaan. Allah tidak meridhai adanya penindasan terhadap siapa pun. Politik yang dijalankan oleh para pribadi suci ini sangat jelas, transparan, serta berlandaskan keimanan dan tauhid, yang menjadi sumber keikhlasan dan kebenaran. Dalam politik seperti ini, rakyat senantiasa mendukung pemerintahan mereka, dan segala cara tidak dibenarkan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Sebagaimana air curian tidak sah untuk berwudhu, demikian pula harta haram tidak dapat digunakan untuk menunaikan ibadah haji.

Imam Ali as, sebagai pendiri pemerintahan Islam yang adil, merupakan perwujudan dari politik para nabi dan para washi, yang sangat transparan. Di masa depan, politik seperti inilah yang menjadi teladan bagi para pemimpin Islam. Dalam doa ziarah Jami’ah al-Kabirah disebutkan “wa sasatul-‘ibad,” yang berarti para pemimpin yang mengelola politik rakyat mereka.

Tujuan politik Imam Ali as adalah menyembah Tuhan Yang Esa, menyebarkan kebaikan akhlak di tengah umat, membebaskan manusia dari penindasan, menciptakan keadilan, mempererat persaudaraan sesama Muslim, serta membagi secara adil kekayaan negara (Baitul Mal). Beliau juga menolak makar dan tipu daya, menetapkan peraturan militer yang adil, dan memastikan keadilan sosial di seluruh lapisan masyarakat.

Seorang penulis Inggris, Carlyle, dalam bukunya Heroes, menyatakan, “Kesulitan dalam menegakkan keadilan menjadikan Ali syahid di mihrab ibadahnya.” Seorang cendekiawan Barat juga pernah mengatakan, “Saat menjelang kematian, kata-kata seseorang mencerminkan hakikat dirinya.” Sebagai contoh, ketika khalifah kedua mendapatkan tikaman, ia berkata, “Seorang Majusi ini telah membunuhku,” yang menunjukkan keinginannya untuk tetap hidup.

Sebaliknya, ketika Ali as diserang dan terluka parah, beliau berkata, “Demi Tuhan Pemilik Ka’bah, aku telah meraih kemenangan.” Pernyataan ini mencerminkan kerelaan beliau atas takdir Allah dan kecintaannya terhadap akhirat.

Beberapa orang berpendapat bahwa keadilan yang diterapkan oleh Imam Ali as tidak cocok dengan masyarakat modern karena beliau tidak menggunakan tipu daya dalam politiknya, sehingga pemerintahannya mudah digulingkan. Namun, perlu dipahami bahwa meskipun beliau menghadapi umat yang kurang berbudaya, keadilan yang ditegakkannya tetap membawa kemajuan dan dicintai oleh rakyatnya.

Sebagai contoh, dalam Perang Shiffin, pasukan Imam Ali hampir menangkap Muawiyah, tetapi Amr bin Ash memanfaatkan kebodohan masyarakat dengan mengajukan perdamaian melalui pengangkatan Al-Qur’an . Akibatnya, Muawiyah berhasil lolos.

Masyarakat modern, yang lebih berpendidikan, kini haus akan keadilan. Meski kesyahidan Imam Ali as dianggap akibat dari politiknya, perlu diingat bahwa beliau lebih memilih untuk mengutamakan prinsip keadilan daripada menghindari kematian.

Dalam al-Quran dan sejarah, disebutkan bahwa Nabi Yusuf, Daud, Sulaiman, dan Zulkarnain as berhasil memimpin umat mereka dengan menjalankan politik Ilahi. Di masa depan, politik ilahi akan ditegakkan di muka bumi melalui perantara Imam Mahdi as, sebagaimana dijanjikan oleh Allah.

Bersambung ...