Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Aliran Politik Imam Ali, Politiknya Para Nabi (2)

1 Pendapat 05.0 / 5

Sebagian orang berpendapat bahwa Imam Ali as bukanlah seorang politikus ulung. Mereka mengajukan beberapa argumen untuk mendukung pandangan ini, mulai dari sikap beliau dalam Dewan Syura hingga pendekatan beliau terhadap musuh-musuhnya. Namun, pandangan ini dapat dijawab dengan memahami prinsip politik Imam Ali as yang berlandaskan keadilan, kejujuran, dan ketakwaan.

Sanggahan atas Tuduhan Ketidakmampuan Politik Imam Ali

1. Sanggahan Pertama: Menolak Berbohong di Dewan Syura
Imam Ali as dianggap tidak politis karena menolak mengikuti syarat yang diajukan oleh Abdurrahman bin Auf dalam Dewan Syura. Ketika Abdurrahman berkata, “Saya akan membaiatmu berdasarkan Kitabullah, sunnah Rasul-Nya, dan sunnah dua syekh (Abu Bakar dan Umar),” Imam Ali as menjawab, “Saya menerima baiatmu berdasarkan Kitabullah, sunnah Rasul-Nya, dan ijtihadku sendiri.” Jawaban ini menunjukkan bahwa Imam Ali as tetap teguh pada prinsip kebenaran dan tidak membuka jalan untuk kebohongan, bahkan demi maslahat pemerintahan Dunia Islam.

2. Sanggahan Kedua: Tidak Mempertahankan Muawiyah sebagai Gubernur Syam
Ketika Mughirah dan Ibnu Abbas menyarankan agar Muawiyah tetap menjabat sebagai gubernur Syam untuk sementara waktu, Imam Ali as menolaknya. Beliau menjelaskan bahwa mempertahankan Muawiyah berarti memberikan pembenaran atas kejahatannya di masa lalu. Selain itu, hal ini akan memperkuat posisi Muawiyah dan menyudutkan Imam Ali as di mata masyarakat. Imam Ali as memilih untuk mencopot Muawiyah segera, meskipun hal ini menimbulkan perlawanan dari pihak Syam.

3. Sanggahan Ketiga: Membuka Jalur Air untuk Pasukan Musuh
Dalam Perang Shiffin, pasukan Muawiyah menutup akses air bagi pasukan Imam Ali as. Ketika pasukan Imam Ali berhasil membuka jalur air tersebut, sebagian pengikutnya mengusulkan agar jalur itu ditutup untuk memaksa Muawiyah menyerah. Namun, Imam Ali as menolak usulan ini. Beliau berkata, “Perbuatan ini adalah tindakan bodoh. Air ini diperlukan oleh anak-anak, wanita, dan hewan-hewan.” Sikap ini mencerminkan keadilan dan jiwa ksatria beliau, yang tidak membalas kejahatan dengan kezaliman.

4. Sanggahan Keempat: Memberikan Perlindungan kepada Muawiyah dan Amr bin Ash
Pada suatu malam di Perang Shiffin, Muawiyah dan Amr bin Ash datang ke perkemahan Imam Ali as. Sebagian orang berpendapat bahwa Imam Ali seharusnya membunuh mereka untuk menghentikan kejahatan mereka. Namun, Imam Ali as justru memuliakan mereka sebagai tamu, sesuai dengan prinsip Islam yang mengajarkan untuk menghormati tamu. Sikap ini menunjukkan kebesaran jiwa Imam Ali as dan komitmennya terhadap nilai-nilai kemanusiaan.

5. Sanggahan Kelima: Tidak Menghukum Ibnu Muljam Sebelum Kejahatan Terjadi
Imam Ali as mengetahui bahwa Ibnu Muljam akan menjadi pembunuhnya. Namun, beliau tidak menjatuhkan hukuman sebelum kejahatan itu terjadi, karena hal tersebut bertentangan dengan prinsip keadilan. Bahkan, beliau memberikan hak Ibnu Muljam atas harta dari Baitul Mal. Imam Ali as mengajarkan bahwa seseorang tidak dapat dihukum atas kejahatan yang belum dilakukan, meskipun dampaknya merugikan dirinya sendiri.

6. Sanggahan Keenam: Tidak Segera Menghukum Thalhah dan Zubair
Sebagian orang menganggap Imam Ali as seharusnya menghukum Thalhah dan Zubair sebelum mereka memicu fitnah. Namun, Imam Ali as menahan diri karena ketakwaannya. Beliau berkata, “Jika aku tidak memiliki ketakwaan, maka aku akan menjadi orang yang paling ahli dalam politik licik di kalangan bangsa Arab.” Sikap ini mencerminkan prinsip beliau yang tidak menghalalkan segala cara demi tujuan politik.

Kesimpulan

Imam Ali as bukanlah politikus yang mengandalkan tipu daya atau kebohongan untuk meraih kekuasaan. Beliau memimpin dengan prinsip keadilan, kebenaran, dan ketakwaan, meskipun harus menghadapi risiko besar dalam perjuangannya. Kepemimpinan beliau menjadi teladan bagi siapa saja yang menginginkan politik yang berlandaskan nilai-nilai luhur dan kemanusiaan.