Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Anak Yatim Gaza dan Warisan Imam Ali bin Abi Thalib di Malam Lailatul Qadr (1)

0 Pendapat 00.0 / 5

Anak-anak Gaza hari ini hidup dalam bayang-bayang kehancuran dan kehilangan. Mereka adalah saksi atas kebiadaban penjajahan, yatim yang ditinggalkan oleh para syuhada, dan generasi yang dipaksa dewasa lebih cepat akibat perang yang tak berkesudahan. Sejak agresi besar-besaran yang dimulai pada 7 Oktober 2023, jumlah anak yatim di Palestina meningkat drastis. Setiap hari ada ayah yang gugur, ibu yang terbunuh, dan keluarga yang hancur lebur oleh serangan brutal Zionis. Suara tangisan mereka menggema di antara puing-puing rumah yang runtuh, mengingatkan kita pada sosok yang sepanjang hidupnya dikenal sebagai pelindung anak yatim: Imam Ali bin Abi Thalib.

Imam Ali gugur sebagai seorang syahid pada malam 21 Ramadan setelah dipukul dengan pedang beracun oleh Ibnu Muljam pada 19 Ramadan. Dalam keadaan terluka parah, kalimat-kalimat yang keluar dari lisannya tetap penuh hikmah, doa, dan kepedulian terhadap umat. Imam Ali selalu dikenal sebagai pemimpin yang mengutamakan keadilan, membela kaum tertindas, dan memperhatikan anak-anak yatim dengan kasih sayang yang mendalam. Beliau sering terlihat menggendong anak-anak yatim, membawakan makanan bagi mereka, dan memastikan tidak ada satu pun dari mereka yang merasa terabaikan.

Al-Qur’an dengan tegas memerintahkan untuk memperhatikan dan menyantuni anak yatim:

“Maka terhadap anak yatim janganlah kamu berlaku sewenang-wenang.” (QS. Adh-Dhuha: 9)

Ayat ini menegaskan bahwa menelantarkan anak yatim atau membiarkan mereka menderita adalah tindakan yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Gaza hari ini adalah bukti nyata bagaimana dunia telah mengabaikan perintah Allah ini. Ribuan anak kehilangan orang tua mereka akibat serangan tanpa henti, sementara dunia seolah menutup mata terhadap penderitaan mereka.

Imam Ali bin Abi Thalib adalah contoh nyata dari bagaimana Islam memperlakukan anak yatim. Dalam banyak riwayat, disebutkan bahwa beliau sering berjalan di tengah malam membawa sekarung gandum di pundaknya untuk dibagikan kepada anak-anak yatim dan orang miskin. Beliau tidak ingin mereka merasa lapar atau terabaikan. Dalam Nahjul Balaghah, Imam Ali berkata:

“Demi Allah, seandainya aku bermalam dalam keadaan terikat di atas duri-duri atau diseret dalam rantai-rantai, itu lebih aku sukai daripada bertemu Allah dan Rasul-Nya pada hari kiamat sebagai seseorang yang telah menzalimi seorang hamba-Nya atau merampas sesuatu dari mereka.” (Nahjul Balaghah, Khutbah 224)

Cinta Imam Ali terhadap anak yatim begitu besar, hingga ketika beliau syahid, anak-anak yatim di Kufah menangis kehilangan sosok yang selama ini datang di malam hari, mengusap kepala mereka, dan memastikan mereka tidak kelaparan. Mereka baru menyadari bahwa orang yang selama ini mengunjungi mereka dalam kegelapan malam adalah pemimpin mereka sendiri.

Gaza hari ini adalah Kufah di masa Imam Ali. Ribuan anak Palestina menunggu uluran tangan yang penuh kasih sayang, namun dunia membiarkan mereka sendiri dalam penderitaan. Mereka berpuasa tanpa sahur, berbuka tanpa keluarga, dan tidur dalam ketakutan tanpa tahu apakah esok mereka masih hidup.

Bersambung...