Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Perempuan dan Kemandirian Ekonomi; “Fokus Menjadi IRT atau Berkarier?” (2)

0 Pendapat 00.0 / 5

Tentang falsafah hijab, Murtadha Muthahari mengatakan bahwa salah satu falsafah hijab adalah agar muslimah dapat beraktivitas di luar rumah. Karena, jika berada di dalam rumah dan tidak ada non muhrim, maka wanita tidak wajib berhijab. Ketika dikatakan pada seorang muslimah “berhijablah” artinya “beraktivitaslah”.

Islam sebagai agama yang terakhir dan universal serta sesuai tuntutan zaman (up to date) mampu memberi solusi terhadap permasalahan yang muncul setiap masa. Zaman sekarang,  tak mungkin semua perempuan diharuskan untuk menjadi ibu rumah tangga saja dan dilarang untuk berkarier. Bila kariernya tidak bertentangan dengan kodrat kewanitaannya, kenapa tidak?  Bahkan terdapat sebagian profesi yang sebaiknya dilakukan perempuan karena sangat berbau pribadi seperti dokter spesialis kandungan dan bidan. Bahkan, sebuah negara yang benar-benar ingin menegakkan aturan  Islam dengan sempurna membutuhkan wanita yang akan menangani masalah khusus wanita, seperti polisi wanita untuk menangani napi wanita misalnya.

Sebagai contoh, negara Iran yang telah memploklamirkan dirinya sebagai negara Islam. Iran menyediakan kesempatan dan lahan yang cukup pada para wanita untuk berkarya dan beraktifitas. Sarana–sarana pendukung seperti tempat penitipan anak di tempat kerja juga disediakan. Jadi anak-anak, khususnya yang masih balita tetap menyusu ASI hingga berusia dua tahun.

Selain itu,  Iran juga membuat UU khusus yang terkait; seperti pasal ini, “Di tempat kerja yang sebagian pekerjanya adalah wanita maka harus [perusahaan] harus memberi waktu pada para pekerja wanita untuk menyusui anaknya setiap 3 jam sekali sebanyak 1/2 jam sampai menjelang usia 2 tahun. [Masa menyusui itu] tetap dimasukan sebagai jam kerja. Begitupula [perusahaan] harus menyediakan tempat penitipan anak yang sesuai dengan jumlah anak dan usia mereka (seperti untuk bayi menyusui, anak-anak …).” [Muhamad Amin, UU Kerja Jaminan Sosial-UU Pekerja Wanita di Iran, Pasal 78 Tahun 1375 HS/1996 M]

Pada saat sudah menikah, perempuan sebagai istri perlu berdiskusi dan berkomunikasi dengan suaminya jika harus bekerja, terkhusus jika bekerja di luar rumah. Karena pada awalnya, kewajiban nafkah dan penanggungjawab ekonomi keluarga adalah suami. Dengan perannya sebagai istri dan ibu, peran dan tanggungjawab yang tidak mudah, maka harus ada komunikasi dan kerjasama yang baik dengan suami jika harus bekerja.

Ada satu kondisi, istri tertuntut untuk bekerja membantu suaminya misalnya karena kondisi ekonomi terpuruk karena suami diPHK dan lainnya, seperti yang dilakukan Zainab Tsaqafiyah, istri Abdullah bin  Mas’ud. Dengan pekerjaan baru dan penghasilannya, Zainab bahkan dapat membantu orang-orang miskin. Zainab bertanya pada suaminya, “Apakah lewat pekerjaanku ini, aku mendapatkan pahala?” Mendengar hal itu,  Abdullah menyuruh istrinya menghadap Rasulullah SAW dan menanyakannya. Tapi Zainab mengirim Bilal Habasyi untuk menanyakannya kepada Rasulullah. Sekembalinya dari menemui Rasulullah, Bilal berkata bahwa Rasulullah bersabda, “Dengan pekerjaan ini kalian telah mendapat dua pahala; pertama, pahala karena berinfak di jalan Allah SAW Kedua, pahala karena membantu keluarga (suami dan anak) yang merupakan salah satu perwujudan silaturahmi.”(Hilyatul-Auliya, jil 2, halaman 69)