Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Ruh, Kematian dan Peran Signifikan Amal Manusia (1)

0 Pendapat 00.0 / 5

Persoalan ruh, amal perbuatan manusia, dan kematian merupakan salah satu topik paling fundamental dalam pemikiran manusia. Sepanjang sejarah, pertanyaan-pertanyaan ini telah menyibukkan benak para pemikir, filsuf, teolog, dan sufi. Apa itu ruh? Bagaimana pengaruh perbuatan manusia terhadapnya? Apa kedudukan kematian dalam proses ini? Dalam artikel ini, akan dibahas ketiga unsur tersebut serta hubungan di antara mereka dari tiga perspektif: filsafat, ilmu teologi, dan tasawuf.

Dalam banyak riwayat, ditekankan bahwa ruh adalah hakikat sejati manusia dan akan tetap ada setelah kematian. Imam Shadiq as bersabda: “Ruh adalah tiupan dari ruh Allah, dan ruh itu tidak mati, melainkan tetap ada. Kematian adalah perpisahan ruh dari tubuh.” (Bihar al-Anwar, jilid 4, hal. 30). Berkenaan dengan tingkatan-tingkatan ruh, Imam Shadiq as bersabda: “Sesungguhnya Allah menciptakan manusia berdasarkan lima jenis ruh; ruh kehidupan, ruh kekuatan (fisik), ruh syahwat, ruh iman, dan ruh qudus.” (Ushul al-Kafi, jilid 1, hal. 22, hadis 3)

Hadis ini menunjukkan tingkatan-tingkatan ruh, di mana hanya sebagian manusia seperti para nabi dan imam yang memiliki tingkatan tertinggi seperti ruh qudus. Ruh kehidupan menyebabkan makhluk hidup bisa hidup dan bergerak secara alami. Ruh al-Quwwah yang memberikan kemampuan pada tubuh manusia untuk melakukan aktivitas dan membela diri. Ruh al-Syahwah sebagai dorongan untuk makan, minum, menikah, dan memenuhi kebutuhan naluriah lainnya. Ruh al-Iman  yang mendorong manusia untuk menerima iman dan mempercayai Allah Swt. Ruh al-Qudus tingkatan ruh tertinggi, yang dikhususkan untuk para nabi dan imam (serta sebagian wali khusus Allah dalam tingkatan yang lebih rendah).

Dalam banyak hadis, tubuh disebut sebagai alat dan kendaraan ruh. Imam Ali bin Abi Thalib as bersabda: “Tubuh adalah kendaraan ruh. Jika kendaraannya baik, ruh akan sampai ke tujuannya.” (Nahjul Balaghah, Hikmah 254) Pandangan bijak beliau as ini menunjukkan peran tubuh dalam perjalanan dan kesempurnaan ruh dimana tubuh tidak memiliki nilai tersendiri kecuali dalam melayani ruh.

Imam Shadiq as bersabda: “Ketika seseorang melakukan dosa, muncul satu titik hitam di dalam hatinya.” (Ushul al-Kafi, jilid 2, hal. 273) Hadis ini menunjukkan bahwa perbuatan jasmani (seperti berdosa dengan mata, lidah, tangan, telinga dan lainnya) memiliki dampak langsung terhadap ruh dan hati manusia. Oleh karena itu, ruh dan tubuh memiliki hubungan timbal balik. Imam Ali bin Abi Thalib as bersabda: “Kesabaran terhadap iman seperti kepala terhadap tubuh.” (Nahjul Balaghah, Khutbah 82) Dalam riwayat ini, Imam Ali bin Abi Thalib as menggambarkan kesabaran dan keutamaan moral lainnya sebagai kepala dalam tubuh, yang menjadi poros kehidupan ruhani. Perbuatan-perbuatan moral seperti kesabaran, kejujuran, amanah, dan lainnya akan membawa kepada ketinggian dan cahaya ruh.

Bersambung ...