Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Dzulhijjah: Bulan Pengorbanan Nabi Ibrahim dan Imam Husain (2)

0 Pendapat 00.0 / 5

Dzulhijjah: Awal Langkah Imam Husain as Menuju Karbala

Tanggal 8 Dzulhijjah 60 H, Imam Husain meninggalkan Mekkah menuju Kufah, setelah mengetahui bahwa Yazid berniat membunuhnya bahkan di tanah haram sekalipun[8]. Ini menjadi titik awal dari tragedi besar Karbala, yang hingga kini dikenang sebagai puncak pengorbanan dalam sejarah umat Islam.

Imam Husain mengetahui betul bahaya yang mengintainya. Namun ia tidak mundur. Baginya, hidup tanpa kebenaran dan keadilan lebih hina daripada kematian. Dalam salah satu pidatonya, beliau berkata, “Sesungguhnya aku tidak keluar untuk membuat kerusakan atau menimbulkan kezaliman, tetapi aku keluar untuk memperbaiki umat kakekku Muhammad.”[9]

Di Karbala, Imam Husain dan para sahabatnya menghadapi pasukan besar yang jauh melebihi jumlah mereka. Namun mereka tetap teguh, tak menyerah. Bahkan anak-anak dan wanita dalam kafilah Karbala menunjukkan ketabahan yang luar biasa. Ali Akbar, putra Imam Husain, bertempur dengan penuh keberanian. Bayi yang masih menyusu, Ali Asghar, bahkan turut menjadi saksi bisu kekejaman musuh.

Pengorbanan Imam Husain bukanlah kekalahan, tapi kemenangan moral dan spiritual. Karbala bukan sekadar tragedi, melainkan inspirasi yang membakar semangat keadilan dalam hati jutaan manusia sepanjang sejarah. Dalam darah Imam Husain, umat menemukan makna cinta, keteguhan, dan ketulusan yang tidak tergantikan oleh dunia.

Pengorbanan Nabi Ibrahim dan Imam Husain: Dua Jalan, Satu Tujuan

Baik Nabi Ibrahim a.s. maupun Imam Husain a.s. menghadapi pilihan-pilihan sulit yang melibatkan pengorbanan besar: anak dan diri sendiri. Namun keduanya memutuskan untuk mendahulukan perintah dan keridhaan Allah. Inilah esensi tauhid: menjadikan Allah sebagai pusat segala keputusan dan tindakan, walaupun harus kehilangan yang paling dicintai.[10]

Pengorbanan Nabi Ibrahim adalah manifestasi tauhid personal, sementara pengorbanan Imam Husain adalah manifestasi tauhid sosial. Nabi Ibrahim menunjukkan bahwa cinta sejati kepada Tuhan melampaui cinta kepada keluarga. Imam Husain menunjukkan bahwa cinta kepada Tuhan harus membuahkan perlawanan terhadap kezaliman dan penindasan.

Bulan Dzulhijjah adalah waktu yang tepat untuk merenungi kembali warisan spiritual dari dua tokoh besar: Nabi Ibrahim dan Imam Husain. Di tengah dunia yang kian materialistik dan pragmatis, kisah mereka menjadi pengingat bahwa hidup bukan sekadar bertahan, tetapi memperjuangkan kebenaran dengan penuh keberanian. Semoga kita dapat meneladani semangat mereka dalam kehidupan pribadi, keluarga, dan masyarakat.

[1] Tafsir al-Mazhari, vol. 9, tentang ayat-ayat pengorbanan

[2] QS. Al-Fajr: 1-2

[3] Ibn Katsir, Tafsir al-Qur’an al-Azhim, tafsir QS. Al-Fajr

[4] QS. Ash-Shaffat: 102

[5] Ibid

[6] QS. Ash-Shaffat: 107

[7] Al-Ghazali, Ihya’ ‘Ulum al-Din, bab tentang keikhlasan dan pengorbanan

[8] Al-Tabari, Tarikh al-Rusul wa al-Muluk, jilid 5

[9] Sayyid Ibn Thawus, Luhuf, narasi pidato Imam Husain dalam perjalanan ke Karbala

[10] Mutahhari, Murtadha. Ashura: Misykat Kebebasan dan Tauhid, Penerbit Sadra