Relevansi Kurban dengan Kehidupan Kontemporer dan Etika Sosial
Kurban sebagai Simbol Fana` dalam Tasawuf
Dalam perjalanan tasawuf, seorang salik harus melewati dirinya sendiri, meninggalkan keterikatan, dan mencapai keadaan fana. Kurban Nabi Ibrahim adalah simbol dari fana fi Allah. Rumi dalam Matsnawi berkata: “Wahai ayah, Ibrahim telah datang, tinggalkanlah Ismail dalam dirimu, meskipun secara lahiriah itu Ismail. Namun dalam hatimu, apa pun yang kau cintai adalah Ismail.” Dalam pandangan ini, Ismail mewakili seluruh keterikatan duniawi yang harus dikorbankan demi pertumbuhan ruhani.
Kisah pengorbanan Ismail mengajarkan bahwa menuju kesempurnaan tidak mungkin tercapai kecuali dengan melewati rintangan “aku” dan “milikku”. Sebagaimana disebut dalam Ziarah Arba’in: “Dan dia (Husain) telah mengorbankan jiwanya di jalan-Mu…” Budaya pengorbanan ini menunjukkan hubungan erat antara kurban, tazkiyah, dan pendidikan sosial dalam Islam.
Peristiwa penyembelihan Nabi Ismail oleh Nabi Ibrahim bukan sekadar narasi sejarah, melainkan teladan abadi bagi seluruh generasi dalam jalan penyucian dan pembangunan jiwa. Kisah ini menunjukkan bahwa seorang mukmin sejati harus siap meninggalkan apa pun yang dicintainya demi Allah. Kurban sejati adalah melampaui ego, dan tazkiyah adalah buah dari pengorbanan itu.
Dengan melewati ujian seperti ini, manusia akan mencapai tingkat makrifat, keikhlasan, dan kedekatan kepada Allah di mana ia bukan hanya meninggalkan keterikatan, tetapi juga melewati batas dirinya. Dalam kedudukan ini, manusia menjadi “Khalilullah” – kekasih Allah.
Referensi:
1. ‘Ilal al-Sharā’i‘, Syaikh Shaduq, jilid 2, bab 253, hal. 505
2. Syaikh Thusi, Tahdzīb al-Aḥkām, jilid 5, hal. 236, hadis no. 788
3. Tafsir al-Qummi, jilid 1, hal. 55; terkait tafsir ayat: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban) dari orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Mā’idah: 27)
4. Tafsir al-Mizan, Allamah Thabathaba’i
5. ‘Ilal al-Sharā’i’, Syaikh Shaduq
Wasā’il al-Shī‘ah, Syaikh Hurr al-‘Āmilī
6. Matsnawi Ma’nawi, Jalaluddin Rumi
7. Bihār al-Anwār, Allamah Majlisi
8. Nahjul Balaghah, Imam Ali bin Abi Thalib as

