Sayyidah Zainab: Pilar Perlawanan dari Karbala hingga Palestina (2)
Jiwa Zainabiyah dalam Diri Mereka
Keteguhan wanita-wanita Palestina adalah keteguhan Zainab. Mereka adalah teladan amar ma’ruf nahi munkar di masa kini. Mereka tetap berdiri di tengah runtuhan rumah, di bawah ancaman rudal dan peluru, sebagai ibu, pendidik, penjaga nilai, dan pemimpin perlawanan.
Dalam video-video yang tersebar, kita bisa menyaksikan bagaimana mereka tetap kuat, meski kehilangan suami, anak, saudara, atau bahkan tempat tinggal. Mereka tidak tunduk pada ketakutan. Mereka mengangkat kepala dan mendidik generasi untuk tetap menjadi anak-anak Palestina, bukan anak-anak korban. Mereka adalah ibu-ibu Karbala di abad ini.
Perempuan Palestina tidak menyerah dalam duka. Mereka terus melahirkan anak-anak baru, mendidik mereka untuk menjadi pejuang, dan menjaga bara kemerdekaan tetap menyala. Mereka adalah Zainab-Zainab masa kini. Mereka tidak membawa senjata, tetapi membawa keteguhan. Mereka tidak angkat pedang, tetapi mengangkat nilai. Dalam mereka hidup semangat Sayyidah Zainab, Sayyidah Rubab, dan perempuan-perempuan Karbala lainnya.
Iman dan basīrah adalah dua sayap perlawanan. Di zaman ini, musuh-musuh kebenaran hadir dalam bentuk propaganda, media, disinformasi, dan fitnah. Kita membutuhkan mata hati yang jernih untuk membedakan antara hak dan batil. Kita membutuhkan perempuan-perempuan yang memahami jihad tabyīn—jihad mencerahkan, bukan memprovokasi.
Sayyidah Zainab telah mewariskan jihad ini kepada kita. Tugas kita bukan sekadar mengenang, tetapi meneruskan. Lewat tulisan, dakwah digital, pendidikan anak, diskusi publik, dan aksi sosial, kita semua bisa mengambil bagian dalam jihad tabyīn masa kini.
Keteladanan Sayyidah Zainab bukan hanya dalam keberanian dan ilmu, tapi juga dalam kesetiaan kepada Imam zamannya. Bahkan saat hendak menikah, ia mensyaratkan bahwa suaminya harus rela jika suatu saat ia harus mendampingi Imam Husain ke manapun beliau pergi. Ini adalah bentuk pengabdian total, bukan hanya sebagai saudari, tetapi sebagai pengikut sejati.
Hari ini, kita sebagai perempuan juga dituntut untuk memiliki visi perjuangan yang terikat pada kepemimpinan ilahi. Kita harus menyiapkan diri dan generasi untuk menyambut Imam Zaman. Kita harus menjadi pribadi yang bukan hanya tahu sejarah, tapi menjadi bagian dari sejarah.
Sayyidah Zainab dijuluki Ummul Masāib—ibu segala musibah—karena beliau menyaksikan dan merasakan tragedi terbesar dalam sejarah Islam. Tapi ia tidak pernah menyerah. Ia justru menjadikan musibah sebagai panggung kebenaran. Di zamannya, ia menerangi dunia dengan cahaya keberanian dan keteguhan.
Hari ini, kita adalah pewarisnya. Jika kita tak bisa berdiri di Karbala, setidaknya kita bisa menyalakan semangat Karbala dalam kehidupan kita: menjadi pribadi yang tegar, sadar, dan siap memperjuangkan kebenaran.
Perempuan seperti Sayyidah Zainab bukan hanya untuk dikagumi, tapi untuk diteladani. Dalam diri setiap perempuan, ada potensi untuk menjadi pembawa cahaya, pelindung generasi, dan penjaga risalah. Mari kita jalani jihad tabyīn dengan penuh keyakinan, karena zaman membutuhkan suara-suara kebenaran yang tak takut untuk bersinar di tengah kegelapan. Disampaikan oleh