Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

‘Ubaidillah bin Hurr Al-Ju’fi Mitos Jalan Tengah (1)

0 Pendapat 00.0 / 5

Berdasarkan laporan-laporan historis, orang pertama yang hadir di Karbala pasca kesyahidan Imam Husain as adalah Jabir bin Abdullah al-Anshari, yang mana ia bersama Athiyah Aufi pergi ke Karbala dari Madinah pada hari ke-40 (arbain) dari kesyahidan Imam. Sayid Ibnu Thawus dalam kitab Luhuf berkeyakinan bahwa Sayidah Zainab sa dan seluruh para tawanan Karbala juga datang pada hari ini ke Karbala. Namun demikian, sebagian ahli sejarah meyakini bahwa peziarah pertama adalah Ubaidullah bin Hur al-Ju’fi. Maka, siapakah Ubaidullah bin Hur al-Ju’fi?

Ia lahir pada awal abad pertama Hijriah dan meninggal dunia pada tahun 68 H karena tenggelam di Sungai Eufrat. Ia hidup sezaman dengan beberapa Imam Maksum, yaitu Imam Ali, Imam Hasan, Imam Husain, dan Imam Ali bin Husain (semoga salam atas mereka), serta sezaman dengan tiga khalifah dan beberapa penguasa Bani Umayyah, yaitu Muawiyah bin Abi Sufyan, Yazid bin Muawiyah, Muawiyah bin Yazid, Marwan bin Hakam, dan Abdul Malik bin Marwan.

Tentang dirinya, dikatakan bahwa Al-Tabari berkata, “Ia adalah seorang dari kalangan terbaik kaumnya dalam hal kebaikan dan keutamaan.” Ibnul Atsir berkata, “Ia termasuk yang terbaik di antara kaumnya dalam kebaikan, keutamaan, dan dedikasi.” Ibn Manzur berkata, “Ia adalah seorang yang setia kepada Utsman dan dikenal sebagai pemberani yang tangguh.” Khairuddin Az-Zarkali berkata, “Ia adalah seorang pemimpin yang pemberani dan heroik, termasuk yang terbaik di antara kaumnya dalam hal kemuliaan, kebaikan, dan keutamaan.”

Dari catatan sejarah, aspek-aspek penting dalam hidupnya adalah sebagai berikut: Ia turut serta dalam penaklukan Islam di Qadisiyah, Mada’in, Jalula, Halwan, dan Nahawand. Ia kembali ke Kufah setelah wafatnya Imam Ali (semoga salam atasnya) setelah menyatakan kepada Muawiyah bahwa Imam Ali berada di pihak yang benar, sedangkan Muawiyah di pihak yang salah.

Ia bertemu dengan Imam Husain (semoga salam atasnya) saat menuju Karbala. Dalam kitab From Medina to Karbala, karya Ayatullah Muhammad Shadiq Najmi, dituliskan bahwa pertemuannya di Bani Muqootil.  Imam Husain mengajaknya untuk bergabung dan mendukungnya. 

Menurut ‘Ubaydillah bin al-Hurr al-Ju’fi, ketika ia memandang Imam al-Husain, ia menyadari bahwa ia belum pernah melihat seseorang yang lebih tampan dan memukau darinya. Namun, ia merasakan rasa iba yang mendalam terhadap Imam al-Husain. Itu adalah situasi yang sangat mengharukan, terutama karena beberapa anak kecil menyertai sang Imam. ‘Ubaydillah bin al-Hurr memperhatikan bahwa janggut Imam al-Husain berwarna hitam, dan ia bertanya apakah warna itu alami. Sebagai jawabannya, Imam al-Husain berkata bahwa dirinya telah menua terlalu cepat. Maka ia pun memahami bahwa Imam al-Husain telah mewarnai janggutnya menjadi hitam. Setelah percakapan awal, Imam al-Husain pun menyapanya sebagai berikut.

“Wahai Ibnu al-Hurr! Sesungguhnya penduduk kotamu telah menulisi aku bahwa mereka bersatu untuk menolongku dan meminta agar aku datang kepada mereka. Namun kenyataannya justru bertolak belakang dengan apa yang mereka nyatakan. Dan, karena engkau telah banyak melakukan dosa, apakah engkau menginginkan kesempatan untuk bertobat guna menghapusnya?”

Namun, ia menolak dan menawarkan pedang serta kudanya kepada Imam Husain.

Pada saat itu, jawaban ‘Ubaidillah bin al-Hurr adalah sebagai berikut: “Demi Allah! Aku sungguh tahu bahwa siapapun yang mengikutimu, maka ia akan memperoleh kebahagiaan abadi. Namun, aku tidak berpikir bahwa bantuanku akan berguna bagimu, karena aku tidak melihat ada seorang pun di Kufah yang benar-benar bertekad untuk menolongmu. Demi Allah! Aku mohon kepadamu agar membebaskanku dari kewajiban membantumu, karena aku sangat takut mati. Akan tetapi, aku akan menawarkan kudaku, al-Mulhaqah: Aku belum pernah mengejar musuh dengan kuda ini kecuali ia pasti menangkapnya, dan kuda ini juga selalu membantuku lolos dari semua musuh.”

Menjawab ‘Ubaidillah bin al-Hurr , Imam Al Husain as mengatakan, “… Engkau membantu putra dari putri Nabi-mu dan berjuang bersamanya.”

Namun ‘Ubaidillah bin al-Hurr tidak berubah dari pendiriannya, maka Imam Al-Husain as berkata:  “… Namun, jika kamu ingin berpaling dari kami, kami tidak lagi membutuhkan kuda dan dirimu”.

وَمَا كُنْتُ مُتَّخِذَ الْمُضِلِّيْنَ عَضُدًا

‘Aku tidak akan mengambil orang-orang yang menyesatkan sebagai penolong.‘ (QS Al-Kahfi: 51). 

Dan, sebagaimana kamu menasihatiku, aku menasihatimu, jika kamu mampu, berlindunglah di tempat yang jauh dari kami agar kamu tidak mendengar seruan (pertolongan) kami dan tidak menyaksikan pertempuran kami. Demi Allah! Tidaklah seseorang yang mendengar seruan pertolongan kami dan tidak menolong kami, kecuali Allah akan melemparkan mereka ke dalam neraka jahannam. Sesungguhnya seruan ini menguatkan pembahasan kita hari ini, dalam membela Ahlubait atau tidak membela Ahlubait, tidak ada jalan tengah. 

Bersambung...