Syahadahnya Sang Cahaya Kebenaran yang Mengguncang Kezaliman (1)
Ketika putranya, memandikan jenazah sang ayah, ia mendapati bekas kasar pada kedua pundak ayah, seperti bekas pada pundak unta. Saat ditanyakan asal-muasalnya, orang-orang menjawab:
“Itu bekas dari kebiasaan beliau mengangkat karung makanan di malam hari untuk dibagikan ke rumah-rumah kaum fakir.”
Tindakan itu dilakukannya diam-diam, tanpa diketahui siapa pun. Beliau tidak ingin amalnya diketahui manusia, cukup Allah saja yang menjadi saksi.
Pujangga Tuhan
Beliau adalah “Zabur Keluarga Muhammad yang dengan doanya mengangkat hati para sufi menuju kesucian Allah dan tangga-tangga makrifat-Nya.
Beliau adalah orang yang selalu berdoa dengan kefasihan dan keindahan bahasa, di setiap untaian kata doanya memancarkan balaghah (keindahan retorika) dan fasahah (kejernihan diksi), dalam menggambarkan makna-makna yang mendalam tentang tauhid, penghambaan kepada Allah, serta nilai-nilai akhlak yang luhur.
Beliau adalah sosok yang memiliki akhlak mulia, yang dirindukan oleh jiwa-jiwa bersih orang beriman dan mereka mendapatkan petunjuk melalui cahayanya.
Beliaulah yang memberikan contoh paling luar biasa dalam keikhlasan, penghambaan dan keterhubungan total kepada Allah, hingga ia dijuluki Zain al-‘Abidin (perhiasan para ahli ibadah).
Beliau adalah pemilik mata yang tak pernah kering air matanya, karena musibah yang menimpa ayahnya, saudaranya, seluruh keluarganya dan para sahabatnya pada hari ke-10 Muharram.
Beliau jugalah saksi hidup pembantaian keluarga Nabi Muhammad saw di padang Karbala itu.
Beliau adalah Imam Ali Zainal Abidin bin Husain bin Ali bin Abi Thalib as. Ibunya bernama Syahr Banu, putri dari Kaisar Persia Yazdegerd bin Syahriyar, raja besar bangsa Persia.
Beliau dilahirkan pada tanggal 5 Sya’ban tahun 38 H, dua tahun sebelum kesyahidan kakeknya, Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as.
Beliau menyaksikan berbagai tragedi besar dalam hidupnya, dari musibah yang menimpa dua pemimpin pemuda surga, Imam Hasan dan Imam Husain as, hingga tragedi Karbala yang mengguncang jiwa.
Pada hari Asyura, beliau menyaksikan peristiwa tersebut dalam keadaan sakit parah, tak berdaya di atas tanah Karbala, sementara keluarganya terbunuh satu per satu di hadapannya.
Keagungan Akhlak
Imam Sajjad as terkenal akan akhlak mulianya. Ia melampaui standar akhlak yang dikenal manusia. Kebaikannya, kelembutannya terhadap manusia, tawadhu (rendah hati), ibadah, sedekah, zuhud, pemaaf, sabar dan kepasrahannya kepada Allah menjadikannya cahaya petunjuk yang abadi.
Beliau sangat memperhatikan fakir miskin dan orang-orang yang membutuhkan, serta memberi mereka sedekah secara sembunyi-sembunyi, hingga penduduk Madinah pun tidak mengetahui bahwa beliaulah yang menanggung kebutuhan mereka setiap malam.
Hisyam bin Isma’il pernah menjabat sebagai gubernur Madinah atas perintah Abdul Malik bin Marwan. Pada masa kekuasaannya, ia sengaja dan selalu menyakiti Imam Zainal Abidin as dengan berbagai cara.
Namun, ketika Al-Walid naik tahta setelah kematian ayahnya, Abdul Malik, ia mencopot Hisyam dari jabatannya. Al-Walid kemudian memerintahkan agar Hisyam dihukum di jalan umum agar siapa pun yang pernah disakiti olehnya selama masa pemerintahannya dapat menuntut balas.
Orang-orang yang lewat yang pernah dizalimi dan disakiti oleh Hisyam melaknatnya, mencacinya, memukulnya, dan menuntut hak-hak mereka darinya. Orang yang paling ia takuti saat itu adalah Imam Zainal Abidin as, karena banyaknya keburukan yang pernah ia lakukan terhadap Imam.
Namun, Imam Sajjad as justru mengumpulkan keluarga dan pengikut dekatnya, serta mewasiatkan kepada mereka agar tidak seorang pun menyakiti Hisyam atau memperlakukannya dengan cara yang tidak ia sukai.
Bahkan, Imam as sendiri menjenguknya, menyapanya dengan salam, bersikap lembut kepadanya, dan berkata:
“Lihatlah, jika ada harta yang tak mampu kau bayar dan membuatmu cemas, kami memilikinya dan siap membantumu. Tenangkan dirimu, baik dari kami maupun dari siapa saja yang menaati kami.”
Mendengar itu, Hisyam berkata
(Mengutip dari QS Al-An’am: 124).:
… اللَّهُ أَعْلَمُ حَيْثُ يَجْعَلُ رِسَالَتَهُ
Allah lebih mengetahui di mana Dia meletakkan risalah-Nya
Bersambung...

