Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Keindahan yang Mengguncang Istana Yazid (1)

0 Pendapat 00.0 / 5

Angin Damaskus bertiup, membawa debu dan aroma ketakutan, bukan wangi rempah pasar. Di jantung istana megah yang menaungi kekuasaan rapuh, rombongan tawanan melangkah, mengoyak topeng kemunafikan. Para wanita Ahlul Bait, dengan kain compang-camping bernoda darah suci Al-Husain, menuntun putra-putra harapan di samping bayang syuhada Karbala. Mata mereka merah, namun kering; tubuh lelah, namun tulang punggung tegak bagai pohon kurma yang menantang badai.

Yazid bersemayam di singgasananya, mata penuh kemenangan busuk menyapu rombongan. Ia mencari kehancuran di wajah-wajah itu, tanda-tanda keputusasaan yang akan memuliakan kejayaannya. Pandangannya tertancap pada Zainab binti Ali—tiang ketegaran di pusat badai, saksi kepala saudaranya di ujung tombak, saksi darah suci yang menyiram padang Karbala.

“Hai Zainab!” serunya, suara menggelegar penuh ejekan. “Bagaimana kau melihat derita yang kau alami? Bagaimana perasaanmu setelah Al-Husain dan seluruh keluarganya terkepung, terbunuh, lalu kalian digiring sebagai tawanan?” Setiap kata bagai pisau bermata dua: mengiris memori, memamerkan kemenangan.

Istana membeku. Para pembesar menanti tangis, ratapan, atau getar ketakutan—drama yang akan mengukuhkan keperkasaan Yazid. Zainab berdiri. Tubuh kurusnya memancar cahaya keteguhan. Wajah pucatnya tak berkerut. Matanya menembus cakrawala. Debu Karbala membingkai jiwa yang tak tersentuh, jiwa yang telah menyatu dengan makna abadi. Ia menatap lurus Yazid, tatapan hakim menghadapi terdakwa. Suara jernihnya memecah kesunyian, menggetarkan pilar-pilar istana: “Demi Allah! Aku tak melihat dalam segala yang menimpa kami… kecuali… KEINDAHAN SEMATA!”

Kalimat itu menggantung, tajam bagai pedang cahaya, menghujam jantung kesombongan Yazid.

Keindahan? Di puing kehancuran, di bawah belenggu tawanan, setelah neraka Karbala? Ya! Bagi Zainab, keindahan itu nyata, abadi, dan tak terjangkau oleh singgasana duniawi. Keindahan itu adalah:
1 Kebenaran yang Berkibar Tinggi: Darah syuhada Karbala menulis sejarah keadilan dengan tinta emas, menolak dipadamkan oleh pedang tirani.
2 Keteguhan Tak Tergoyahkan: Ketabahan di kegelapan adalah pelita kenabian yang menyala abadi, menerangi jalan umat.
3 Pengorbanan sebagai Cinta Tertinggi: Setiap tetes darah Husain adalah benih kebangkitan, menumbuhkan pohon keabadian.
4 Tugas Suci yang Mulia: Rantai di pergelangan menjadi kalung risalah; panggung penghinaan berubah menjadi mimbar kebenaran.

Bersambung...