Wasiat Nabi Dalam Lensa Abduksi (2)
Langkah 3: Memilih Hipotesis Terbaik Berdasarkan Konteks dan Bukti
Untuk menentukan hipotesis terbaik, kita mempertimbangkan konteks dan bukti tambahan:
Konteks Sejarah: Peristiwa Ghadir Khumm terjadi menjelang wafatnya Nabi SAW, saat umat Islam memerlukan kejelasan tentang suksesi kepemimpinan. Nabi SAW memilih momen publik dengan ribuan saksi, yang menunjukkan pentingnya pernyataan tersebut.
Makna “Mawla”: Dalam bahasa Arab, “mawla” dapat berarti tuan, pemilik, pelindung, pemimpin, majikan, penolong . Tetapi dalam konteks pidato Nabi SAW yang penuh otoritas, banyak ulama menafsirkan “mawla” sebagai pemimpin, bukan sekadar sahabat.
Bukti Tambahan:
Hadis lain, seperti Hadis Thaqalayn (“Aku tinggalkan dua pusaka: Al-Qur’an dan keluargaku”), mendukung peran khusus Ahlul Bait, termasuk Ali, kw dalam kepemimpinan umat. Selain itu, Ali kw dikenal sebagai salah satu sahabat terdekat Nabi Saw, berperan besar dalam perjuangan Islam, seperti di Perang Khandaq dan Khaybar, yang memperkuat kredibilitasnya sebagai pemimpin.
Pertimbangan Lain:
Jika “mawla” hanya berarti sahabat atau penolong, mengapa Nabi SAW membuat pernyataan ini secara terbuka dengan penuh penekanan, bukan secara privat? Ini menunjukkan bahwa pernyataan itu memiliki makna lebih dari sekadar pujian biasa.
Berdasarkan konteks ini, Hipotesis B (Nabi SAW menunjuk Ali sebagai pemimpin spiritual dan politik umat atas perintah Allah SWT) adalah penjelasan paling masuk akal. Hipotesis ini menjelaskan mengapa Nabi SAW memilih momen penting, menggunakan bahasa yang kuat, dan melibatkan massa besar, serta konsisten dengan peran Ali dalam sejarah Islam awal.
Contoh Argumen Abduktif yang Disusun
“Fakta bahwa Nabi Muhammad SAW secara terbuka mengangkat tangan Ali bin Abi Thalib di Ghadir Khumm dan menyatakan ‘Man kuntu mawlaahu fa ‘Aliyyun mawlaahu’ menunjukkan adanya maksud khusus. Mengingat konteks haji wada, kebutuhan akan suksesi kepemimpinan, dan makna ‘mawla’ yang sering diartikan sebagai pemimpin dalam tradisi Islam, serta didukung oleh hadis lain seperti Hadis Thaqalayn, hipotesis terbaik adalah bahwa Allah SWT melalui lisan Nabi SAW menunjuk Ali sebagai pemimpin umat setelah Nabi wafat.”
Menimbang Keunggulan Abduksi
Abduksi tidak menghasilkan kepastian seperti deduksi, tetapi memberikan penjelasan paling logis berdasarkan bukti yang ada. Dalam hal ini, hipotesis bahwa Ali ditunjuk sebagai pemimpin lebih menjelaskan fakta Ghadir Khumm daripada hipotesis lain, meskipun penjelasan ini bisa jadi masih menjadi subjek debat dengan sebagian orang.
Allahyarham UJR dalam diskusi personalnya, sering menekankan pentingnya red line dalam memahami sesuatu. Dan abduksi merupakan salah satu metoda untuk menemukenali red line dalam suatu masalah.
Dan di antara red line yang terpenting adalah bahwa Nabi Saw benar-benar berwasiat, dan pengemban wasiat Nabi Saw pasca wafat Beliau Saw adalah Imam ‘Ali bin Abi Thalib kw. Red line ini akan berpengaruh pada keseluruhan pemahaman dan praktik keberagamaan seorang muslim. Karena, telah masyhur bahwa Nabi Saw telah bersabda, “Aku adalah kota ilmu, dan ‘Ali adalah pintunya.”
Relevansi Kekinian
Di Indonesia 2025, isu ini relevan dalam diskusi antar-mazhab terutama dalam dialog keagamaan yang dipromosikan oleh organisasi seperti IJABI, NU dan Muhammadiyah untuk memperkuat harmoni. Abduksi membantu memahami perbedaan interpretasi sejarah tanpa memaksakan kepastian dogmatis, mendorong diskusi yang lebih terbuka dan berbasis bukti di tengah pluralitas keagamaan Indonesia.
Al Faatihah tasbiquhaa Sholawaat bagi Allahyarham UJR beserta keluarga
Wa maa taufiiqii illa billah, ‘alaihi tawakkaltu wa ilaihi uniib

