Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Alam Gaib dan Alam Nyata dalam Pandangan Dunia Tauhid (3)

0 Pendapat 00.0 / 5

Semua ini adalah simbol-simbol dari khazanah gaib yang memuat hakikat dan kebenaran yang kemudian diturunkan ke alam nyata dalam bentuk wahyu. Dengan demikian, iman kepada kitab dalam pengertian Al-Qur’an juga berarti iman kepada realitas gaib yang melampaui lembaran-lembaran tertulis.

Di sinilah letak pentingnya peran para nabi. Mereka tidak sekadar datang membawa hukum-hukum praktis, melainkan juga memberikan kepada manusia sebuah pandangan dunia. Mereka mengajarkan bahwa alam tidak terbatas pada fenomena indrawi yang dapat dijangkau ilmu fisika dan eksperimen. Nabi-nabi Allah mengangkat pandangan manusia dari yang indrawi menuju yang akliah, dari yang nyata menuju yang gaib, dari yang terbatas menuju yang tak terbatas. Tanpa bimbingan mereka, manusia cenderung terjebak dalam pandangan sempit, hanya percaya pada apa yang terlihat dan dapat diukur. Padahal, kehidupan sejati justru terhubung dengan apa yang melampaui penglihatan.

Namun, gelombang pemikiran materialistis yang datang dari Barat telah banyak memengaruhi cara berpikir sebagian umat Islam. Mereka menuntut agar seluruh konsep besar Islam diturunkan menjadi objek-objek yang dapat diindra, seakan-akan kebenaran hanya sah bila dapat diuji di laboratorium. Pandangan ini secara tidak sadar mereduksi keluasan ajaran Islam dan mempersempit cakrawala spiritual manusia. Bila pandangan ini terus dibiarkan, iman kepada yang gaib akan kehilangan makna, dan umat hanya akan terikat pada dunia kasat mata yang dangkal.

Pandangan dunia tauhid justru mengingatkan bahwa alam nyata hanyalah permukaan, sementara alam gaib adalah kedalaman. Alam nyata ibarat bayangan yang tak memiliki makna jika terpisah dari sumber cahayanya. Menolak keberadaan gaib berarti menolak lapisan terdalam dari realitas. Oleh karena itu, iman kepada gaib menjadi cahaya yang menuntun manusia di tengah keterbatasan indra dan akal. Tanpa itu, kehidupan manusia akan terasa hampa dan terputus dari akar hakikatnya.

Dengan memahami bahwa segala sesuatu di dunia ini memiliki asal-usul dalam khazanah gaib, seorang mukmin akan memiliki pandangan dunia yang seimbang. Ia tidak akan terjebak dalam materialisme yang sempit, tetapi juga tidak melayang dalam mistisisme kosong tanpa pijakan. Ia akan melihat setiap benda, setiap peristiwa, bahkan dirinya sendiri, sebagai bagian dari sebuah sistem kosmik yang berlapis, di mana alam nyata adalah permukaan dan alam gaib adalah hakikat. Inilah jalan tengah yang ditawarkan Islam: tauhid, yang mempersatukan dimensi lahir dan batin, nyata dan gaib, materi dan makna.

Pada akhirnya, iman kepada gaib bukanlah sekadar kepercayaan dogmatis, melainkan pintu menuju pandangan dunia yang lebih dalam. Ia menuntun manusia untuk tidak berhenti pada apa yang tampak, melainkan menembus hingga ke akar realitas. Dengan iman ini, manusia tidak hanya hidup di dunia nyata, tetapi juga senantiasa tersambung dengan dunia gaib yang menjadi asal sekaligus tujuan akhirnya.