Makna Transenden Allahu Akbar: Antara Bahasa, Batas, dan Ketak terbatasan Tuhan (1)
Imam Shadiq as pernah bertanya kepada seseorang: “Apa arti dari ‘Allahu Akbar’?”
Orang itu menjawab:
اللَّهُ أَكْبَرُ مِنْ كُلِّ شَیء
Allah lebih besar dari segala sesuatu.
Imam bersabda:
حَدَّدتَهُ
Engkau telah membatasi-Nya.
Orang itu bertanya: “Bagaimana maksudnya?”
Imam menjawab: “Engkau telah menciptakan suatu gambaran: ada benda-benda, lalu ada Tuhan; keduanya seakan terpisah dengan batasan. Engkau menetapkan batas bagi Tuhan, batas bagi mereka, lalu mengatakan bahwa Tuhan lebih besar dari mereka.”
Orang itu bertanya: “Lalu apa yang seharusnya aku katakan?”
Imam bersabda:
اللَّهُ أَكْبَرُ مِنْ أَنْ یوصَف
Allah lebih besar dari sekadar dapat digambarkan dengan kata-kata. (Al-Tawḥid, Syaikh al-Ṣhaduq, jilid 1, halaman: 305–306)
Kalimat Allahu Akbar merupakan salah satu zikir paling fundamental dalam Islam. Ia hadir dalam shalat, azan, doa, bahkan menjadi semboyan spiritual yang melekat dalam kehidupan Muslim. Namun, makna filosofis di balik kalimat ini tidak sesederhana “Allah lebih besar dari segala sesuatu.” Riwayat dari Imam Ja‘far Ṣhadiq as membawa kita pada pemahaman yang lebih dalam: Allahu Akbar bukanlah perbandingan kuantitatif atau relasional, melainkan penegasan bahwa Allah melampaui segala bentuk batasan deskriptif. Segala deskripsi adalah sesuatu yang ditambahkan pada dzat. Bagaimana mungkin kita hendak menggambarkan Yang Tak Terbatas? Jika kita mengatakan “Dia lebih besar dari sesuatu yang lain,” maka itu berarti kita telah menjadikannya terbatas!
Bersambung...

