Hak-Hak Anak dalam Pandangan Islam (2)
2. Memandikan Bayi
Islam menuntun umatnya menjaga kesucian jasmani dan ruhani sejak awal kehidupan. Karena itu, memandikan bayi adalah amalan yang disunahkan.
Namun mandi ini bukan sekadar membersihkan tubuh, tetapi dilakukan dengan niat qurbatan ilallah dan memperhatikan tertib syariat. Mandi pertama ini disunahkan selama tidak membahayakan bayi dan boleh diakhirkan satu hingga dua hari. Sebagian fuqaha bahkan mewajibkannya.
(Lihat: Man la Yahdhuruhul Faqih, jilid 1, hlm. 38; Wasa’il al-Syi‘ah, jilid 2, hlm. 506).
3. Melantunkan Azan dan Ikamat
Langkah berikutnya adalah melantunkan azan di telinga kanan dan ikamat di telinga kiri bayi. Azan dan ikamat menjadi suara pertama yang menanamkan tauhid di hati sang anak dan melindunginya dari godaan setan.
Riwayat Imam Ja‘far ash-Shadiq as menyebutkan bahwa amalan ini berpengaruh terhadap masa depan spiritual anak, sebagaimana suara pertama membentuk arah jiwanya.
(Lihat: Al-Kafi, jilid 6, hlm. 24; Tahdzib al-Ahkam, jilid 2, hlm. 97).
4. Penyuapan (Tahnik)
Tradisi penyuapan pertama atau tahnik memiliki kedudukan mulia dalam Islam. Disunahkan menyuapkan sedikit turbah Imam Husain as dari Karbala yang dicampur air Sungai Efrat ke mulut bayi.
Tindakan ini mengandung simbol agar sejak awal kehidupan, hati anak berpihak pada kebenaran, keadilan, dan kecintaan kepada Ahlulbait as. Beberapa riwayat juga menyebut tahnik dengan madu, kurma, atau air hujan sebagai alternatif yang penuh berkah.
(Lihat: Al-Kafi, jilid 6, hlm. 24; Wasa’il al-Syi‘ah, jilid 15, hlm. 138).
5. Memberi Nama yang Baik
Nama bukan sekadar panggilan, melainkan doa dan identitas rohani. Rasulullah saw bersabda, “Hak anak atas orang tuanya adalah memberi nama yang baik.”
Nama terbaik adalah yang menunjukkan penghambaan kepada Allah, seperti Abdullah atau Abdurrahman. Nama para Nabi, para Imam, dan pribadi suci Ahlulbait as sangat dianjurkan, terutama nama Muhammad yang disebut paling mulia di antara nama-nama lainnya.
Dianjurkan pula untuk memberi nama sebelum bayi lahir dan menghindari nama yang bermakna buruk atau sombong, serta nama-nama yang khusus bagi Allah Swt seperti Quddus atau Khalik.
(Lihat: Al-Kafi, jilid 6, hlm. 19; Man la Yahdhuruhul Faqih, jilid 3, hlm. 163; Wasa’il al-Syi‘ah, jilid 21, hlm. 391).
Bersambung...

