Tingkatan Jiwa Menurut Al-Qur’an (5)
5. Nafs al-Muthma’innah
Tahap terakhir dari perjalanan kesempurnaan jiwa menurut Al-Qur’an adalah sampai pada suatu kondisi di mana jiwa hanya merasa tenang dengan mengingat Allah. Selain Allah, apa pun itu tidak akan mampu meredakan dahaga cinta dan kasih sayangnya, dan tidak akan mengeluarkannya dari kegelisahan dan keresahan.
Keadaan ini hanya akan tercapai apabila jiwa telah sampai pada derajat haqq al-yaqin, yakni segala sesuatu baginya menjadi tersingkap dan nyata, sehingga tidak tersisa keraguan dan kesamaran sedikit pun.
Inilah yang dalam istilah para arif disebut dengan maqam fana fil Allah dan baqa bil Allah, yakni kondisi ketika jiwa telah mencapai kesempurnaan finalnya, layak hadir dan berada dalam hadirat Kekasih, serta menerima seruan Ilahi:
يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً فَادْخُلِي فِي عِبَادِي وَادْخُلِي جَنَّتِي
“Wahai jiwa yang tenang! Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang rida lagi diridai. Maka masuklah ke dalam (golongan) hamba-hamba-Ku,
dan masuklah ke dalam surga-Ku.” (QS. Al-Fajr [89]: 27–30)
Yang dimaksud dengan ‘ibadi’ adalah para hamba yang didekatkan (‘ibad al-muqarrab), sedangkan yang dimaksud dengan ‘jannati’ adalah surga kedekatan dan pertemuan, yakni sampai di hadapan Kekasih dan meraih maqam penyatuan. (Rawdat al-Muttaqin, jilid 12, hlm. 235)
Pada maqam inilah, kesedihan karena perpisahan berubah menjadi kebahagiaan karena perjumpaan. Jiwa mendapatkan tempat yang hakiki, yaitu maq‘ad sidq (tempat yang benar) dan jannat al-liqa’ (surga perjumpaan), ‘inda malikin muqtadir (di sisi Raja yang Maha Berkuasa). Dalam Al-Qur’an tertera:
فِي مَقْعَدِ صِدْقٍ عِندَ مَلِيكٍ مُّقْتَدِرٍ
“(Mereka berada) di tempat yang benar (penuh kemuliaan), di sisi Raja Yang Mahakuasa.” (QS. Al-Qamar [54]: 55
الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ طُوبَى لَهُمْ وَحُسْنُ مَآبٍ
“Orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka kebahagiaan dan tempat kembali yang baik.” (QS. Ar-Ra‘d [13]: 29)
Dalam pandangan Al-Qur’an, perjalanan spiritual dimulai dari nafs al-ammarah (jiwa yang selalu memerintah pada keburukan). Akhir dari perjalanan ini adalah sampainya jiwa pada maqam nafs al-muṭma’innah (jiwa yang tenang).
Perjalanan dalam batin dan jiwa adalah perjalanan yang sangat berharga dan indah, tetapi sebagaimana agungnya perjalanan itu, demikian pula kesulitannya. Seorang salik yang benar-benar jatuh cinta hanya dengan tarikan dan daya pikat Ilahi sajalah yang dapat mendaki ke puncak maqam yang tinggi ini.

